Mohon tunggu...
Jonathan Latu
Jonathan Latu Mohon Tunggu... Wiraswasta - Banser NU

menulis supaya membaca

Selanjutnya

Tutup

Kurma Pilihan

Hijrah Adalah Revolusi Mental, Bukan Sekedar Postmodern Trends Instagramable

8 Mei 2019   11:19 Diperbarui: 8 Mei 2019   13:57 1958
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sampul Buku Felix Siauw

Mereka sudah siapkan semua dan sangat sabar menunggu momentum yang tepat, dan mereka mendapatkan angin segar dari Pilkada DKI dimana semangat perubahan anak muda diramu dengan politisasi agama oleh elit-elit politik menjadi sebuah kekuatan luar biasa yang tidak terbendung.

Hijrah yang sekarang ini juga antitesis Hijrah Kanjeng Nabi, Kanjeng Nabi berhijrah ke Madinah mengumpulkan semua bangsa, suku dan agama mebjadi satu kekuatan bernama Piagam Madinah, sebuah traktat yang dipakai bersama untuk sebuah pertahanan atas tanah air yang dipijak dari gangguan dan serangan pihak luar. 

Sedangkan Gerakan Hijrah zaman now tak lebih hanya polarisasi masyarakat A dan B yang memang dimainkan dalam strategi pengambilan kekuasaan oleh curut khilafah dan setan gundul yang saat ini mulai muncul satu-persatu kedoknya terbuka karena harapan Pilkada DKI gagal total di Pilpres 2019. Hijrah zaman now dimanfaatkan oleh kekuatan politik dari kubu "islamis" termasuk PKS yang tidak pernah mau menerima azas tunggal Pancasila.

Bahkan diterapan lebih jauh, banyak komunitas hijrah yang pada akhirnya malah merasa jauh diatas level manusia lain alias eksklusifme, yang bukan golongan hijrah bukan teman dan tidak perlu dirangkul karena beda. Tataran lebih ekstrimnya lagi adalah "gue surga, elu neraka". Hijrah menjadi sebuah implementasi dari pengkotakan kualitas iman seseorang dan yang lainnya.

Seperti diagram garis keras dimana segala sesuatu selalu dimulai dari intoleransi, kemudian menanjak jadi radikalisme dan bermuara pada terorisme. Ini adalah sebuah kajian serius yang alurnya jelas kasat mata. Publik belum lupa dengan segala atraksi kelompok monaslimin dan gerombolan yang anti shalat jenazah karena mendukung calon tertentu. 

Terlalu gamblang blueprint dari aksi keagamaan yang memakai strategi post modern, kemudian menyatu dengan kekuatan politik karena memang sangat cair ruang gerak mereka dalam mengelaborasi kekuasaan pragmatis. Lah wong Nissa Sabyan aja jadi tim kampanye Capres apalagi ustad yutuber dan juga laskar-laskar poser yang hobi show of force untuk melakukan tindakan inkonstitusional. Sadarlah nahwa ini narasi lama yang di moderasi den mereka lagi pusing karena tidak mampu masuk ke pesantren-pesantren NU buat cari massa.

Satu hal lagi, mereka yang teriak cuma dakwah dan hijrah untuk memperbaiki akhlak masyarakat sekarang sudah tidak segan turun masuk gelanggang politik yang sebelumnya mereka toghutkan. 

Akhirul kalam... untuk Sahabat yang sedang berhijrah, teladanilah Hijrah Kanjeng Nabi yang merangkul, menyatukan dan toleran.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kurma Selengkapnya
Lihat Kurma Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun