Mohon tunggu...
Jonathan Latu
Jonathan Latu Mohon Tunggu... Wiraswasta - Banser NU

menulis supaya membaca

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Kenapa Wahabi Bisa Merebut Masjid NU dan Muhammadiyah?

6 Mei 2019   23:54 Diperbarui: 7 Mei 2019   00:29 3047
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bertepatan dengan awal Ramadhan, cukup ramai di media sosial sebuah penggalan video pengusiran jamaah yang akan melaksanakan tarawih di masjid Hidayatullah Pasuruan. Pengusiran jamaah tersebut dilakukan oleh kelompok Wahabi yang merasa memiliki klaim pada masjid Hidayatullah tersebut, dan menganggap jamaah lain adalah "liyan" yang harus pergi dari masjid tersebut.

Dalam hal ini saya tidak akan bercerita tentang kronologi hal tersebut yang mana sudah ramai bisa dicari di media massa yang ada, ada hal yang lebih menarik yaitu kenapa kaum Wahabi bisa "punya" Masjid di Indonesia yang Islamnya adalah Islam toleran. Sedangkan ideologi Wahabi coraknya adalah puritan dan cenderung judgemental pada sesuatu yang berbeda. 

Islam Indonesia adalah Islam yang tumbuh bersama dengan budaya dan kearifan lokal Nusantara, Syiar paling masyur tentu saja ada pada Wali Songo yang menyebarkan agama Islam dengan pendekatan dan tehnik yang sangat khas, membumi sehingga bisa tumbuh kembang di Indonesia. Corak yang penuh warna dan juga seni budaya, dikembangkan oleh Wali Songo sebagai sarana dakwah sehingga mudah diterima oleh masyarakat.

Periode selanjutnya adalah ketika masa pendudukan Kumpeni atau VOC dimana lebih dikenal dengan periode penjajahan. Islam berkembang dengan semangat mempertahankan tanah air dari kaum penjajah yang memasung semua sisi kehidupan masyarakat. Mulai dari aturan dagang, aturan bertani, hak kepemilikan tanah, tradisi berkumpul dalam masyarakat (guyub), dan sampai pada sistem pendidikan. 

Tumbuhnya Islam yang termoderasi dengan isu yang menempel pada benak dan tanah air adalah sebuah babak baru pertumbuhan Islam di Indonesia. Banyaknya cerdik cendikia dan ulama yang memiliki wawasan dan ilmu mumpuni kemudian berserikat adalah awal dari Islam Moderat di Indonesia. Mulai dari terbentuknya SI, Muhammadiyah dan Nahdlatul Ulama yang merupakan kelahiran era baru dunia Islam dengan corak bergerak, mendidik dan membaharui kualitas manusia dari sisi Iman dan Teknologi.

Namun pada saat yang sama, di tanah Hijaz yang sekarang dikenal sebagai jazirah Arab justru terjadi satu hal yang 180 derajat terbalik dari apa yang sedang terjadi di Indonesia. Tanah Hijaz yang awalnya adalah ladang ilmu bagi kemajuan Islam menutup diri karena perebutan kekuasaan atas jatuhnya kekhalifahan Turki Usmani. Tanah Hijaz menjadi sebuah tempat yang sangat ekslusif dibawah penguasaan "rezim" Bani Saud yang mengusung ideologi Wahabi.

Sebuah ideologi baru yang membawa nafas pemurnian Islam sesuai Quran dan Hadist dan tidak pernah ada kompromi terhadap kekayaan seni dan budaya Islam. Awalnya mengutuk penyembahan berhala yang kebablasan sampai melarang ziarah orang-orang saleh, bahkan akan membongkar Makam Kanjeng Nabi Muhammad SAW dan keluarganya. Walaupun pada akhirnya Makam Kanjeng Nabi dan Sahabat masih bisa dipertahankan karena kecaman dari banyak Ulama termasuk dari Indonesia saat itu. 

Puritanisme adalah ciri dari gerakan Wahabi, paling fasih mengkafirkan orang yang beda pendapat bahkan sesama Muslim tak jarang dikafirkan jika berbeda dengan apa yang mereka yakini. Dan paling parah adalah ketika ada pemaksaan terhadap pelaksanaan Ibadah haji dimana ada pembatasan terhadap 4 Mazhab, sehingga muncul peristiwa yang sangat bersejarah yaitu Komite Hijaz. Yang merupakan sebuah traktat yang menjamin pelaksanaan ibadah haji bagi umat Islam sedunia.

Saudi sebagai Negara sedang melakukan moderasi dengan diperbolehkannya kaum wanita menyetir, bekerja, berenang, dugem, nonton bioskop, berbelanja tanpa kawalan keluarga dll. Saudi Arabia sekarang adalah sebuah moderasi luar biasa, bahkan di Haramain seberang Baitullah ada mall yang luar biasa besar. Hal ini merupakan pengingkaran konsep pemurnian ketika awal digagas, ketika dinasti Saud yang pertama mengambil alih Tanah Hijaz menjadi Kerajaan Saudi Arabia. 

Karena yang abadi didunia ini adalah perubahan, maka Saudi juga berubah. Tapi hal tersebut tidak menyelesaikan masalah terutama untuk dunia islam secara keseluruhan. Saudi boleh saja melakukan eksekusi pada Ulama-ulama mereka yang dianggap garis keras, jangan tertawa untuk hal ini walaupun memang sangat menggelikan karena asalnya juga dari sana. Saudi melarang Hizbut Tahrir, Ikhwanul Muslimin, ISIS dan anasir lainnya di tanahnya sendiri dan "bodoamat" dengan dunia luar. 

Sekarang Indonesia, sebuah Negeri yang sangat terbuka dengan segala macam ideologi asal tidak membunuh Pancasila. Pada prakteknya sih, semua ideologi berkembang dengan baik di Indonesia kecuali Komunis. Ideologi lain masih bebas berkembang termasuk Wahabi yang tidak termoderasi, atau dengan kata lain Wahabi di Indonesia inilah intinya inti dari Wahabi yang ada di dunia. 

Saya ini pernah Sholat sebelahan shaf sama mereka di masjid di Indonesia dan "annoying" sekali mereka ini senang sekali memaksa diri geser-geserin orang yang ada disebelahnya. Sementara Desember 2018 lalu ketika melaksanakan Ibadah Umroh, hampir tiap hari saya Sholat sebelahan sama Wahabi Arab dan biasa saja malah. Silakan kroscek kebenaran ini dan boleh senyum kalau pengalaman kita sama.

Diatas sudah saya tulis bahwa Indonesia ini Islamnya kebangetan ramah dan sangat menghormati Dzuriyah (Keturunan Rasulullah), sehingga kebiasaan orang Indonesia ketika bertemu yang bau Arab pasti akan menghormati. Ini adalah kearifan lokal yang hanya ada di Indonesia, padahal di Saudi sana Makbaro Ummina Maymunah Binti Al Harith Istri Kanjeng Nabi lokasinya ditengah jalan trans Mekkah Madinah dan seadanya tidak layak disebut sebagai makam dari seorang yang sangat dikasihi Kanjeng Nabi. 

Penghargaan terhadap sesama manusia, utamanya jika dia adalah dzuriyah hanya dimiliki oleh Islam Indonesia saja, bahkan Islam Arab saja tidak pernah peduli hal itu.

Keramahan Islam Indonesia ini baik, dan tentu saja sesuai Sunnah yang diajarkan Kanjeng Nabi tentang ukhuwah. Namun keramahan ini adalah titik lemah pada gerakan Wahabi yang melakukan ekspansi dan klaim atas masjid-masjid NU dan Muhammadiyah di Indonesia. Kejadian di pasuruan tersebut bukan yang pertama, sudah sangat sering Wahabi alias Al Kacong (Aliran Kathok Congkrang) menguasai Masjid karena sikap ramah tamah dari jamaah dan pengurus masjid. 

Awalnya membantu, kemudian mengisi pengajian, kemudian "mengkudeta" majelis, kemudian full menguasai Masjid tersebut dan ekslusif mereka pakai seolah mereka yang buat padahal merampas.

Silakan googling: Masjid NU yang dikuasai Wahabi, maka akan muncul banyak sekali berita, kajian dan juga jurnal tentang hal tersebut. Silakan baca satu persatu mulai dari sejarah sampai dengan kajian para ahli dan jarang ada berita bagaimana cara mengambil alih kembali Masjid tersebut. 

Ramah tamah khas Islam Nusantara ini sudah saatnya menjadi otokritik juga, ramah adalah budaya kita yang harus dijaga tapi ramah jangan sampai lengah karena sekali lengah mereka akan bancakan ambil apa yang menjadi milik kita.

Karena mencintai Tanah Air adalah bagian dari iman, maka menjaga Masjid kita tetap memberikan kesejukan bagi Indonesia adalah tugas dan kewajiban kita semua.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun