PendahuluanÂ
Kesetaraan gender terus mengkhawatirkan banyak pihak. Meski perbaikan mulai terlihat, ketimpangan dan diskriminasi tetap menjadi masalah serius.Â
Bukan hanya karena ketimpangan dan diskriminasi, penajaman perspektif gender sekaligus pemberdayaan perempuan menjadi krusial karena pada dasarnya setiap pengambilan keputusan dan setiap strategi pembangunan memiliki implikasi gender, tidak dapat dipisahkan dari situasi saat ini.Â
Esai ini menekankan pentingnya penyempurnaan perspektif gender dalam pembangunan untuk mencapai tujuan Sustainable Development Goals (SDGs).Â
Perspektif ini dapat disempurnakan dengan memperkuat strategi pemberdayaan perempuan melalui keterlibatan pemangku kepentingan yang lebih luas dan intens. Oleh karena itu, integrasi perspektif gender dalam perencanaan dan pelaksanaan pembangunan merupakan keniscayaan yang tidak dapat dihindari.Â
Prinsip-prinsip SDGs, yang meliputi keunikan, kebersamaan dan inklusi memberikan lingkungan yang sangat kondusif untuk penguatan kesetaraan gender. SDGs juga dilengkapi dengan petunjuk pelaksanaan untuk memudahkan pemerintah bersama masyarakat dalam mencapai tujuan pembangunan tersebut. Tantangan pencapaian SDGs kini terletak pada kemauan para pembuat kebijakan dan pelaku pembangunan.Â
IsiÂ
Kesetaraan laki-laki dan perempuan masih menjadi perdebatan yang hangat. Meskipun kerangka regulasi sedikit banyak sudah mengalami perbaikan, tetapi kritik terhadap persoalan tersebut masih menguat.Â
Dalam beberapa hal, perempuan memang mengalami beberapa kemajuan dan perbaikan taraf hidup. Tetapi, di dalam banyak hal lain, perempuan masih mengalami ketimpangan dan diskriminasi.Â
Dalam essay ini terdapat argumen bahwa penekanan terhadap penguatan perspektif gender di dalam pembangunan yang dapat dilakukan melalui pemberdayaan perempuan masih sangat dibutuhkan.Â
Beragam regulasi yang menjelaskan bahwa ada kemajuan yang cukup signifikan yang perlu kita apreasiasi, di samping berbagai tantangan, dalam penegasan kesetaraan gender di Indonesia secara regulatif. Tetapi, ini tidak berarti bahwa isu ketimpangan dan diskriminasi terhadap perempuan telah tuntas. Secara empiris, segenap peraturan belum cukup menyelesaikan persoalan dan ketimpangan gender.Â