Mohon tunggu...
Qhisti FattaMualifah
Qhisti FattaMualifah Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

untuk tugas

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Perceraian: Penyebab, Alasan, Dampak, Konsekuensi, dan Strategi Penanggulangannya

6 Maret 2024   21:10 Diperbarui: 6 Maret 2024   21:16 841
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Analisis artikel "Dampak Perceraian dan Pemberdayaan Keluarga Studi Kasus di Kabupaten Wonogiri", Jurnal Buana Gender PSGA LPPM IAIN Surakarta, Volume 1, Nomor 1 Januari - Juni 2016.
Artikel ini menguraikan dampak perceraian dan pemberdayaan keluarga di Kabupaten Wonogiri, dengan fokus pada peningkatan angka perceraian yang mencapai sekitar 8-9 persen dari jumlah pernikahan. Artikel tersebut juga membahas berbagai faktor yang mempengaruhi tingkat perceraian, seperti kemudahan dalam proses perceraian, rendahnya tanggung jawab keluarga, usia pernikahan yang masih muda, rendahnya pendidikan, dan konflik dalam rumah tangga. Selain itu, artikel tersebut juga mengungkapkan peran berbagai pihak, mulai dari lembaga pemerintah, Badan Amil Zakat Daerah (Bazda), Badan Pembina Penasehat Perkawinan dan Perceraian (BP4), hingga lembaga keagamaan, dalam upaya mengatasi tingginya angka perceraian dan memberdayakan keluarga pasca perceraian. Selain itu, juga membahas dampak dari perceraian, termasuk masalah-masalah rumah tangga, rekonsiliasi pasca perceraian, serta upaya mengatasi masalah-masalah keluarga yang berlarut-larut. Penekanan diberikan pada perlunya pembinaan keluarga yang sakinah, mawaddah, wa rahmah, serta peran lembaga dan pemerintah dalam mewujudkannya, termasuk upaya mendamaikan pasangan yang mengalami konflik dalam perkawinan. Selain itu, artikel tersebut juga membahas sejumlah langkah konkret yang dapat diambil untuk mengurangi tingkat perceraian, seperti penerapan sanksi dan denda bagi pasangan yang akan bercerai, serta pentingnya pembinaan keluarga sakinah yang didukung oleh anggaran yang cukup.
Faktor-faktor yang menyebabkan perceraian antara lain tidak bertanggung jawab, tidak memberikan dukungan, perselingkuhan, pertengkaran dan pertengkaran, terpaksa tinggal, belum mempunyai anak,  meninggalkan komitmen , dan menikah muda. Karena fungsi BP4 dalam memberikan konseling pernikahan, peran KUA belum optimal. Kebanyakan orang yang datang ke BP4 mempunyai masalah kronis dalam hubungan mereka sehingga penyelesaian masalah kurang optimal. Pengadilan saat ini memberikan kemudahan akses untuk mengajukan perkara di pengadilan agama karena alasan hukum, termasuk adanya pengadilan keliling dimana para pihak mempunyai peluang lebih besar untuk mengambil kendali perkara. Prinsip pernikahan kekal, yang menjadikan perceraian semakin sulit, telah gagal memperlambat angka perceraian. Ada kebutuhan untuk memperbarui kebijakan dan layanan pemerintah untuk meningkatkan kesejahteraan keluarga melalui pembangunan ekonomi dan keagamaan. Dengan memperkuat keluarga, kita dapat meningkatkan kualitas bangsa.

FAKTOR - FAKTOR PENYEBAB TERJADINYA PERCERAIAN
1. Faktor ekonomi
Tingkat kebutuhan ekonomi di jaman sekarang memaksa kedua pasangan harus bekerja untuk memenuhi kebutuhan ekonomi keluarga, sehingga seringkali perbedaan dalam pendapatan atau gaji membuat tiap pasangan berselisih, terlebih apabila sang suami yang tidak memiliki pekerjaan.
2. Faktor usia
Faktor usia yang terjadi dalam perceraian dalam suatu ikatan perkawinan di lakukan pada usia muda, karena mereka di dalam dirinya sedang mengalami  perubahan-perubahan secara psikologis. Pernikahan di bawah umur membuat mereka belum siap mengatasi pernak-pernik pertikaian yang mereka temui. Ketidaksiapan pasangan tentu berhubungan dengan kehidupan, seperti, keuangan, hubungan kekeluargaan, pekerjaan setiap pasangan.
3. Perselingkuhan
Faktor perselingkuhan termasuk salah satu faktor yang dapat menjadikan rusaknya hubungan perkawinan atau perceraian. Ketidakpuasan terhadap pasangan ini didasari karena kurangnya rasa syukur terhadap apa yang telah dimiliki. Sehingga selalu mencari-cari yang lebih dari suami ataupun istrinya, misalnya melihat dari kondisi fisik.
4. Tidak dikaruniai anak/keturunan
Pertengkaran sering disebabkan karena pasangna belum memiliki keturunan, mereka sering  kali saling tuduh bahwa salah satunya mandul sehingga tidak bisa mendapatkan anak.
5. Poligami
Secara teori untuk dapat melakukan poligami harus ada cukup alasan (pasal 4 UUP) diantaranya adalah:
a) Istri tidak dapat menjalankan tugasnya sebagai seorang istri,
b) Istri mendapat cacat badan atau penyakit yang tidak dapat disembuhkan,
c) Istri tidak dapat melahirkan keturunan.
6. Kekerasan dalam rumah tangga (KDRT)
Penyebab kemungkinan terjadinya perceraian adalah adanya kekerasan dalam rumah tangga yang sering dilakukan dalam bentuk tindakan kekerasan seperti kekerasan fisik atau ancaman kekerasan yang dilakukan dengan atau tanpa alat. Perbuatan tersebut dapat menimpa siapa saja,baik laki-laki maupun perempuan, kecil maupun dewasa.

ALASAN PERCERAIAN
Penting untuk dipahami bahwa agar dapat melakukan perceraian, baik karena talak atau cerai gugat, diperlukan alasan yang jelas. Hal ini sebagaimana diatur dalam ketentuan Pasal 39 ayat (2) UU Perkawinan. Pasal tersebut menyatakan bahwa untuk melakukan perceraian harus ada cukup alasan, antara suami istri itu tidak memungkinkan untuk rukun. Terkait hal ini, UU Perkawinan dan KHI mengatur sejumlah alasan-alasan yang dapat dijadikan dasar untuk perceraian.
Dalam Penjelasan Pasal 39 ayat (2) UU Perkawinan diterangkan adanya 6 sebab yang dapat dijadikan alasan perceraian, baik untuk menjatuhkan talak maupun cerai gugat. Adapun alasan-alasan yang dimaksud adalah sebagai berikut.

1. Salah satu pihak atau pasangan melakukan zina, merupakan pemabuk, pemadat, penjudi, dan perbuatan lainnya yang sukar disembuhkan.
2. Salah satu pihak meninggalkan pihak lain selama 2 tahun berturut-turut tanpa izin pihak lain dan tanpa alasan yang sah atau karena hal lain diluar kemampuannya.
3. Salah satu pihak atau pasangan mendapat hukuman penjara 5 tahun atau hukuman yang lebih berat setelah perkawinan berlangsung.
4. Salah satu pihak atau pasangan melakukan kekejaman atau penganiayaan berat yang membahayakan pihak yang lain.
5. Salah satu pihak atau pasangan mendapat cacat badan atau penyakit dengan akibat tidak dapat menjalankan kewajibannya sebagai suami/istri.
6. Antara suami dan istri terus-menerus terjadi perselisihan dan pertengkaran dan tidak ada harapan akan hidup rukun lagi dalam rumah tangga.

Alasan Perceraian dalam Kompilasi Hukum Islam atau KHI, alasan perceraian dalam Islam diatur dalam Pasal 116 KHI. Pasal tersebut berisi delapan sebab yang dapat dijadikan alasan perceraian, antara lain sebagai berikut.
1. Salah satu pihak atau pasangan berbuat zina atau menjadi pemabuk, pemadat, penjudi dan lain sebagainya yang sukar disembuhkan.
2. Salah satu pihak meninggalkan pihak lain selama 2 tahun berturut-turut tanpa izin pihak lain dan tanpa alasan yang sah atau karena hal lain di luar kemampuannya.
3. Salah satu pihak atau pasangan mendapat hukuman penjara 5 tahun atau hukuman yang lebih berat setelah perkawinan berlangsung.
4. Salah satu pihak atau pasangan melakukan kekejaman atau penganiayaan berat yang membahayakan pihak lain.
5. Salah satu pihak atau pasangan mendapat cacat berat atau penyakit dengan akibat tidak dapat menjalankan kewajibannya sebagai suami atau istri.
6. Di antara suami dan istri terus menerus terjadi perselisihan dan pertengkaran dan tidak ada harapan akan hidup rukun lagi dalam rumah tangga.
7. Suami melanggar taklik talak.
8. Peralihan agama atau murtad yang menyebabkan terjadinya ketidakrukunan dalam rumah tangga

DAMPAK PERCERAIAN
Perceraian dapat menyebabkan berbagai dampak yang penting pada individu, keluarga, dan masyarakat secara keseluruhan. Salah satu dampak utamanya adalah terkait dengan kesejahteraan emosional. Pasangan yang mengalami perceraian mungkin mengalami tingkat stres, kecemasan, dan depresi, yang dapat menciptakan perasaan kehilangan, kegagalan, dan ketidakpastian terhadap masa depan.
Anak-anak yang terlibat dalam perceraian juga dapat menghadapi kesulitan dalam menyesuaikan diri, kekhawatiran kehilangan hubungan dengan orang tua, dan konflik identitas. Hubungan sosial mereka di sekolah dan di komunitas juga bisa terpengaruh.
Dari segi ekonomi, perceraian dapat membawa dampak signifikan. Pembagian harta dan tanggung jawab finansial, terutama dukungan anak, dapat menciptakan ketidakstabilan keuangan. Pasangan yang bercerai sering menghadapi penurunan standar hidup, dan perubahan dalam keuangan dapat menimbulkan tekanan tambahan.
Dampak pada kesehatan fisik juga tidak bisa diabaikan. Stres dan tekanan psikologis akibat perceraian dapat meningkatkan risiko masalah kesehatan seperti penyakit jantung, gangguan tidur, atau penurunan sistem kekebalan tubuh.
Selain itu, perceraian juga dapat menimbulkan dampak sosial, termasuk stigma yang mungkin timbul. Hal ini dapat mempengaruhi hubungan dengan keluarga, teman, dan masyarakat secara lebih luas. Pasangan yang bercerai mungkin menghadapi penolakan atau penilaian negatif dari lingkungan sekitar.
Walaupun demikian, setiap situasi perceraian bersifat unik, dan banyak individu dapat pulih dan membangun kehidupan baru yang positif.

AKIBAT PERCERAIAN
Perceraian dapat berdampak signifikan pada berbagai aspek kehidupan, termasuk emosional, sosial, ekonomi, dan kesehatan. Emosionalnya, pasangan yang bercerai mungkin mengalami tingkat stres, kecemasan, dan depresi, yang dapat menimbulkan perasaan kehilangan dan ketidakpastian terhadap masa depan.
Akibat sosial perceraian juga terlihat pada anak-anak, yang bisa mengalami kesulitan beradaptasi dan konflik identitas. Hubungan sosial mereka di sekolah dan dalam komunitas juga dapat terpengaruh. Secara ekonomi, pembagian harta dan tanggung jawab finansial, terutama dukungan anak, dapat menciptakan ketidakstabilan keuangan dan penurunan standar hidup.
Aspek kesehatan fisik juga terdampak, di mana stres yang dialami selama perceraian dapat meningkatkan risiko masalah kesehatan seperti penyakit jantung dan gangguan tidur. Proses hukum dan administratif dalam perceraian juga bisa menimbulkan beban tambahan, memerlukan energi mental dan emosional.
Meskipun demikian, penting untuk diingat bahwa dampak ini bersifat bervariasi dan tidak mutlak. Banyak individu mampu pulih dari perceraian dan membangun kehidupan baru yang positif. Dukungan sosial, konseling, dan pemahaman terhadap perubahan dapat membantu mengurangi beban akibat perceraian.

Mengatasi masalah perceraian dan dampaknya memerlukan pendekatan yang holistik dan berkelanjutan. Berikut adalah beberapa solusi yang dapat diambil :
1. Pencegahan Perceraian
Memberikan pendidikan pranikah yang berkualitas dan mendalam kepada calon pasangan untuk mempersiapkan mereka secara baik sebelum memasuki ikatan pernikahan. Ini dapat mencakup kelas persiapan pernikahan, konseling pranikah, dan bimbingan dari tokoh agama atau konselor pernikahan.
2. Konseling Pernikahan
Menyediakan layanan konseling pernikahan yang terjangkau dan mudah diakses bagi pasangan yang mengalami masalah dalam pernikahan mereka. Konseling dapat membantu pasangan untuk memahami masalah yang mendasari, meningkatkan komunikasi, dan menemukan solusi yang baik untuk masalah-masalah yang mereka hadapi.
3. Pendidikan Komunikasi dan Keterampilan Menyelesaikan Konflik
Memberikan pendidikan dan pelatihan tentang keterampilan komunikasi yang efektif dan cara menyelesaikan konflik dengan baik kepada pasangan suami istri. Hal ini dapat membantu mereka untuk mengatasi masalah-masalah kecil sebelum menjadi masalah yang lebih besar.
4. Dukungan Keluarga dan Komunitas
Mendorong pembentukan jaringan dukungan yang kuat dari keluarga dan komunitas untuk pasangan suami istri. Dukungan dari orang-orang terdekat dapat memberikan dukungan emosional dan praktis yang dibutuhkan dalam menghadapi masalah pernikahan.
5. Penguatan Ikatan Pernikahan
Mendorong pasangan untuk memperkuat ikatan pernikahan mereka melalui kegiatan-kegiatan yang mempererat hubungan, seperti menghadiri seminar pernikahan, retreat pernikahan, atau kegiatan sosial bersama.
6. Pendekatan Hukum yang Adil
Memastikan bahwa proses perceraian dilakukan dengan cara yang adil dan bermartabat bagi kedua belah pihak, terutama jika ada anak yang terlibat. Sistem hukum harus memastikan bahwa hak-hak dan kepentingan anak tetap menjadi prioritas utama.
7. Pemberdayaan Ekonomi dan Pendidikan
Mendorong pemberdayaan ekonomi dan pendidikan bagi perempuan dan keluarga secara keseluruhan. Ketergantungan ekonomi sering menjadi faktor penting dalam keputusan perceraian, oleh karena itu, memberikan akses kepada perempuan untuk pendidikan dan pekerjaan dapat membantu mengurangi risiko perceraian.
8. Edukasi tentang Pentingnya Keluarga
Memberikan edukasi tentang pentingnya keluarga dan dampak negatif perceraian terhadap anak-anak. Memahami bahwa perceraian dapat memiliki dampak yang serius terhadap kesejahteraan anak-anak dapat menjadi motivasi tambahan bagi pasangan untuk mencoba menyelesaikan konflik mereka dengan cara yang damai.

Nama kelompok :

1. Tsulitsa Laila M 222121004

2. Pebry Muji Rahayu 222121009

3. Qhisti Fatta M 222121016

4. Hanifah Nur Qutrunnada 222121031

5. Denisa Cahya Kholifah 222121039

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun