Dewasa ini perkembangan teknologi militer Tiongkok seakan tidak terbendung oleh apapun, dalam dua dekade kebelakang Tiongkok sukses membangun kekuatan militer dengan teknologi mutakhir yang tidak kalah oleh teknologi Barat, bahkan dalam beberapa aspek Tiongkok sudah melampaui Russia yang sebelumnya menjadi rujukan Tiongkok untuk membeli lalu mengcopy peralatan militer Russia. Hal ini menjadi sebuah pertanyaan kecil mengapa dan untuk apa Tiongkok melakukan perubahan besar-besaran dalam militer mereka? Ini bisa diketahui ketika Tiongkok harus menelan pengalaman pahit saat Krisis Selat Taiwan terjadi pada 1995 sampai 1996.
 Operasi militer AS dalam membebaskan Kuwait dari aneksasi Iraq pada 1991 mengejutkan elit Tiongkok. Tidak hanya pada aksinya saja tapi pada kecepatan dan intensitasnya yang luar biasa besar untuk saat itu.Â
Melihat kedigdayaan militer Iraq yang dikatakan masuk dalam posisi militer terkuat ke-4 di dunia, tidak terlalu jauh dari militer Tiongkok, People's Liberation Army, hancur lebur tidak lebih dari seminggu oleh kombinasi serangan udara, kombatan yang saling terkoordinasi satu sama lain ditambah beragam rudal dan bom pintar adalah kenyataan yang tidak dimiliki Tiongkok.Â
Kemenangan ilusi Tiongkok atas Vietnam pada 1979 masih berbekas dalam ingatan PLA seakan itu terjadi baru kemarin, menyebabkan apa yang diperlihatkan dalam Operation Desert Storm tidak pernah terbayangkan. Konsep senjata presisi, sensor yang mutakhir dan kekuatan yang saling terkoordinasi hanyalah sebuah mimpi bagi PLA yang masih terjebak dalam doktrin timur era Cold War. Kehancuran militer Iraq membuka mata Tiongkok untuk melihat gaya bermain AS dan tantangan pertempuran masa depan.
 Beberapa tahun kemudian PLA melihat dan menghadapi tantangan sesungguhnya. Maret 1996, PLA meluncurkan beberapa rudal balistik pada perairan Taiwan. Satu kapal induk AS, USS Independence yang kebetulan berada didekat Taiwan, dan ditambah oleh USS Nimitz yang ikut bergabung segera merespon aksi Tiongkok.Â
Kedua kapal induk tersebut membentuk Battlegroup, dengan jarak hanya 100 mil dari selat Taiwan. Kepala penasihat keamanan AS Anthony Lake memperingatkan Beijing 'grave consequences' jika sampai ada agresi pada Taiwan. Bagi Tiongkok, dalam aspek sejarah Tiongkok nyaris tidak pernah mampu melawan tantangan dari laut sejak abad ke-19, bahkan gagal menahan invasi Jepang ke Shanghai.
Respon AS terhadap krisis selat Taiwan menempatkan Tiongkok pada trauma kisah lama. AS yang kekuatannya tidak tertandingi telah membuat Tiongkok malu dengan berlayar tepat dihalaman depan Tiongkok tanpa perlawanan dan disaksikan pula oleh dunia internasional.
Â