Bab 11
Hari operasi Arto sudah dekat, dan kecemasan menghantui pikiran Adelia. Keresahan-keresahan mengganggu pikirannya: "Bagaimana jika suamiku meninggal? Bagaimana jika nanti suamiku jatuh cinta pada dokter Lia?"
Adelia mencari dukungan ayahnya, Aar. "Ayah, aku tidak bisa meninggalkan Arto. Aku harus menjaganya," katanya dengan suara bergetar. Aar mengerti kekhawatiran putrinya. "Nak, kamu harus percaya pada dokter Lia. Dia akan merawat Arto dengan baik. Kamu harus kuat, Nak."
Sementara itu, Paman Bojes menerima pesan dari Faisal Basri.
"Rencana kita sudah siap. Tunggu saja waktu yang tepat." Paman Bojes tersenyum licik, merencanakan langkah selanjutnya.
Dengan tatapan yang agak menusuk, Paman Bojes senantiasa melihat kearah Adelia yang berjalan menghampiri dokter Lia untuk meminta izin menemui Arto sebelum operasi.
Dokter Lia mengizinkannya dengan penuh perasaan. Dokter Lia tahu dan paham benar, bahwa ini adalah detik-detik terakhir Adelia mentapa wajah suaminya.
Saat masuk ke kamar operasi, Adelia memeluk suaminya dengan erat, air matanya turun tak tertahankan lagi.
"Sayang, aku tidak bisa meninggalkanmu. Tolong, sembuhkanlah dirimu." Kata Adelia merayu di pelukan suaminya.
"Aku sudah cukup kuat, sayang. Dengan adanya kamu disini, operasi ini mudah bagiku untuk aku lalui," jawab Arto sembari membalas senyuman istrinya.
Setelah kemesraan singkat itu berlalu, Adelia keluar dari dalam kamar operasi. Ia menangis penuh perasaan di depan ayahnya.