Pernikahan yang sudah terjadi sejak tahun lalu dalam hidupku adalah milik wanita lain. Bagaimana tidak ?! Dia yang sudah menjadi suamiku lebih banyak memilih mencari jawaban hati dari setiap masalah perasaan nya pada wanita lain yang tiada lain adalah seppuku sendiri.
Dalam suatu kesempatan, aku pernah bertanya padanya, "siapa sebenarnya istrimu ? Kamu hanya mendatangi diwaktu-waktu yang kamu kehendaki. Diwaktu lapar, kamu meminta makan padaku, diwaktu urusan ranjang, kamu meminta padaku. Sementara diluar dari itu, kamu habiskan waktumu bersama wanita lain."
Dengan entengnya kamu menjawab "dia memberiku banyak ketulusan ketimbang kamu yang hanya bisa memberiku sebagian cintamu.''
Ketulusan ?.
Apa ?. Sudahlah !. Aku memberimu pilihan yang tepat untuk menetapkan satu hubungan, apakah aku atau dia ?.
Aku tidak akan memaksakan kehendak ku sendiri dengan banyak bertanya padamu siapa istrimu. Bukan hanya orang terdekat kita yang tahu kalau kita sudah menikah tapi pemilik akad pernikahan pun tahu kalau kita sudah menikah.
Tidak mungkin benih yang kamu tanam dalam hatiku tumbuh hanya untuk berbuah kepahitan. Sebagai istri, aku mencoba menjaga kehormatan keluarga kita walau rasa percaya diriku untukmu menurunkan kadar cintaku padamu.
Betul ! Kata orang-orang bahwa cinta itu hanya manis saat saling mengenal, saat belum menikah, cinta selalu mencari caranya sendiri agar bisa bersatu. Hal itu kurasakan sebagai suatu kebenaran yang hakiki namun saat ini, ternyata dirimu memang tidak perduli lagi perasaan yang mati-matian kamu perjuangkan dulu.
Heran !. Sebab selama ini, aku mengenal dirimu lebih dari sekedar seseorang dengan kehendak yang luar biasa menunjukkan sikap kepedulian yang tinggi.
Hal itu adalah penamaan, hanya penampakan saat aku masih belum menjadi istrimu. Sekarang, kamu mendapatkan kekayaan hatiku, mendapatkan kesempatan unik, mendapatkan cinta, mendapatkan responku, mendapatkan dorongan kasih sayang, semuanya pun terabaikan hanya karena persoalan sepele yang membuat mu seperti ini.
Dia yang kamu sebutkan lebih tulus karena melihatmu bahwa kamu adalah suamiku. Dia yang kamu anggap sebagai tumpuan curhatanmu adalah wanita yang tidak mungkin menikungku dari belakangnya sebab aku masih satu darah dengannya.