"Alin, seharusnya kamu nggak perlu marah kesaya cuman karena melihat foto pengantin ku. Paling tidak dengan upaya menjaga kebijaksanaan hati, perasaan dan pikiran, kamu bisa menanyakannya kepada ku. Kan, jadinya mengasihi antara kasih sayang menjadi renggang."
  "Wajar dong jika aku marah. Lagian kamunya saja yang tidak mau jujur padaku. Seindah apa sih maunya kamu mengatakan kejujuran itu padaku. Masa urusan asmara kamu bisa tapi untuk urusan kejujuran, eh malah disembunyikan. Segalanya menjadi milikmu, masih juga mengambil sikap yang tidak biasa untuk memberitahukan padaku."
  "Namanya juga menjaga sikap mu, sebenarnya tidak terlalu penting siapa aku dimasa lalu. Hanya dengan mu aku merasakan bagaimana rasanya berbeda dari sebelumnya, seperti halnya kisah ini. Alin, yang harus aku katakan padamu adalah kejujuran dalam keadaan ketika dimana kita saling menyapa dengan cara yang paling jauh, menyentuh hati seutuhnya dalam balutan busana adalah suatu bentuk tanda yang tidak akan pernah bisa aku lupakan, Alin."
  "Syarif, katakanlah padaku agar selalu dekat, jangan lupa sampaikan pada perasaan ku bahwa kamu hanya untuk semata."
  Hanya ada satu kata yang pantas aku ucapkan ketika kalimat-kalimat mutiara itu telah menembus jantung ku, aku memang akan selalu menjadi milikmu untuk selamanya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H