Mohon tunggu...
QayyumNaya
QayyumNaya Mohon Tunggu... Penulis - Hanya Penulis

Hanya Penulis biasa yang suka menulis. Hobi membaca dan menulis. Dan biasa saja dalam menulis.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Peduli tapi Gimana Ya

6 Juli 2023   05:40 Diperbarui: 6 Juli 2023   05:51 148
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik


    Sementara aku, biarkan melayang dengan cara angin nafasmu membawaku sampai pada suatu ketentuan yang berlaku. Sebuah titik kediaman yang kamu kehendaki, tempat awal dimana aku melihat seorang wanita dengan senyuman yang paling menakjubkan di mata ini sampai aku terlena semakin jauh untuk mempertahankan hubungan yang erat antara kita yang kamu sendiri akan berpikir kemana akan membawaku.


    Bawalah aku kemana maumu, sekehendak mu, Alin. Seperti katamu, kemana aku akan pergi maka disitu kamu akan melihat ketulusan hati, melihat perilakuan istimewa dari dalam diriku. Seperti halnya dirimu perilakukanlah perasaan ini agar tidak tersakiti. Aku menahannya agar tetap kuat, tetap bisa tampil lebih dari sekedar orang yang kamu cintai.


    Melihatmu tersenyum sambil berjalan kearahku, aku yakinkan diriku bahwa kamu memang sudah menerima kenyataan yang terjadi padaku dimasa yang lalu. Kamu sudah bisa memahami bahwa aku hanyalah seorang pria dengan banyaknya kekurangan yang kumiliki sehingga menerima semua itu adalah suatu bentuk sikap positif terhadap hubungan yang baru saja kita mulai ini.


    Kuperhatikan langkah kakimu berjalan, mendayu-dayu rasa yang sedikit resah yang muncul darimu, ada resep cara yang sederhana yang ingin kamu perlihatkan padaku. Namun, kamu agak sedikit tidak menampilkan nya dimataku.


    Aku tahu itu sesuatu yang unik sedang berbicara mencari jalan untuk menuju kesana dimana aku sedang berada dalam penantian. Ketika kamu telah mendekati ku, terdengar suara serak merangkai kata maaf yang sebesar-besarnya padaku.


    "Aku tidak marah, Alin. Hal demikian dalam hubungan, itu biasa. Aku ingin melihatmu sekali marah seperti ini agar aku semakin percaya bahwa disetiap hembusan nafas mu, memang ada aku."


    Wajah yang sempat membosankan mata untuk memandanginya kini telah berbunga lagi, ada pelangi yang sangat indahnya sampai aku lupa dimana jemari ku berada, dalam bersenda seperti ini, kukatakan padanya bahwa ada mata yang selalu mengawasi kita.


    "Alin, jangan terlalu rapat dengan ku. Ada mata yang masih segar memantau keadaan alam cinta yang romantis ini. Aku sih sebenarnya dengan melihat mu bahagia, senyum seperti ini, tidak ada lagi hal-hal menarik yang kubutuhkan selain keberadaan mu yang membuat ku grogi begini.''


    "Kamu bagaimana ?. Melarang ku untuk tidak dekat tapi menginginkan sesuatu dari sudut pandang yang senantiasa membutuhkan pencerahan."


    "Sebagai laki-laki yang normal, pencerahan yang paling indah itu adalah suatu kondisi dimana kita berdua saling duduk bersama untuk menatap arah depan bahwa sesungguhnya kehormatan cinta, perasaan kita disaat rasa sakit hilang seperti ini dengan cara saling mendekap seerat yang kita bisa."


    "Ihh... Kamu bisa saja. Jangan bicara romantis lagi, kamu bilang ada mata yang selalu memantau keadaan alam indah yang sedang berlangsung ini."

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun