Mohon tunggu...
QayyumNaya
QayyumNaya Mohon Tunggu... Penulis - Hanya Penulis

Hanya Penulis biasa yang suka menulis. Hobi membaca dan menulis. Dan biasa saja dalam menulis.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Ulasan Hati

30 Juni 2023   10:13 Diperbarui: 30 Juni 2023   10:14 178
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Wajahku mulai mengkerut. Seperti buah yang terlalu masak sampai pada akhirnya rusak.


    Begitulah kira-kira keadaan diriku setelah semuanya beres, kamu melupakan ku begitu saja.


    Semula aku tidak percaya dengan buah bibir yang datang dari teman-teman mu yang juga temanku. Mereka mungkin merasa kasihan dengan diriku yang seakan dibuat dengan kepintaran mu menyembunyikan suatu hal yang tidak lazim mereka lihat.


    Pantas saja selama ini, beberapa tahun terakhir setelah terbiasa kamu mengajakku jalan keliling mall, hal itu tidak pernah lagi terjadi bahkan kepindahan mu dari pekerjaan yang setempat denganku ketempat yang lain dengan alasan gaji pokok berbeda ternyata juga adalah alasanmu, mengapa ? Sebohong itu padaku.


    Kamu mengajak beberapa orang dari tempat kerja kita untuk bekerja dikantor yang saat ini kamu bekerja. Mereka meninggalkan tempat kesejukan nya disini, mereka meninggalkan pekerjaannya dengan mengikuti mu.


    Kamu berpura-pura untuk mencari tambahan uang. Mereka yang tidak tahu apa-apa sampai percaya bahwa kamu pasti akan dan bisa merubah keadaan ekonomi mereka. Kepercayaan mereka padamu begitu jelas tergambar dari wajah mereka sebab kamu yang berikan kepercayaan itu. Kamu bangun suatu kebohongan dengan mengatasnamakan persepsi dalam bekerja.


    Karena kamu yang di tokoh kan sampai mereka mau ikut denganmu. Di sanalah awal mula musibah cintaku menimpa batinku sampai keresahan terdalam mulai mengusik setelah adanya bisik-bisik dari mereka.


    Padahal dengan lapang dada aku memberimu izin untuk bekerja ditempat lain. Aku ikhlas, kamu tidak ada disampingku. Aku rela tidak melihatmu satu hari atas alasan logis yang kamu sampaikan padaku untuk bekerja ditempat lain mencari tambahan uang untuk suatu kebiasaan yang sering kamu lakukan "menyenangkan orang lain dengan sedekah mu."


    Aku bahagia untuk hal itu. Tapi kenapa kamu justru lebih cepat mengambil keputusan untuk hidup yang tidak pernah aku lupakan. Pelan tapi jalan, sedikit demi sedikit keberadaan ku dihatimu kamu ganti dengan wanita lain. Wajahku yang selalu ada di dalam matamu mulai ter-campuri oleh wajah wanita lain. Ibarat sayur, keberadaan ku hambar disemua sisi kehidupan mu, Rais.


    Aku sadar diri. Memang benar adanya bahwa aku tidak lah secantik wanita yang kamu cintai. Aku akui itu, Rais !. Tapi kan sebelumnya, aku sudah pernah bilang kalau kamu menginginkan wajah cantik untuk mencintai mu maka wajah seperti itu tidak akan pernah bisa kamu temukan pada wajahku. Kamu lihat sendiri jika wajahku juga pas-pasan. Namun jika ingin mencari cinta yang sejati yang begitu tulus menjaga hati, perasaan dan segala hal yang paling penting adalah bagaimana aku membahagiakan mu maka kamu akan mendapat kan nya dariku.


    Terlepas dari semua aspek yang melekat dalam diriku, ternyata bukan itu yang kamu cari. Bukan ketulusan, bukan kasih sayang yang setia, bukan pula kebahagiaan yang hakiki tapi lebih pada kecantikan fisik.


    Aku kalah di sisi itu sebagai wanita yang kurang modal dalam hal kecantikan.
    Hal yang paling aku ingat darimu adalah ketika kamu mengatakan padaku bahwa tidak penting wajah cantik asal hatinya bening memancarkan cahaya bahagianya. Ternyata demikian, kamu hanya bermain imbang tanpa berpikir panjang. Bukankah aku ini adalah awal dimana kamu mengenal cinta ?. Bukankah aku ini adalah awal dari setiap kisah bahagia mu ?. Kalau aku awal dari setiap cintamu lalu mengapa aku jadikan akhir dari hubungan yang hanya menyakitiku.


    Dari segi itulah sebab mengapa aku memilih untuk tidak lagi begitu berharap walau kamu berharga, aku mencoba membuatnya sesimpel mungkin, sesederhana mungkin dan mencoba menerima setiap informasi yang aku terima dari rekan-rekan kerjamu bahwa kamu mulai begitu rapat dengan wanita lain, wanita yang seprofesi denganmu ditempat kerjamu saat ini.


    Rais, andainya kamu jujur padaku bahwa kamu memang ingin memiliki cinta yang lain. Sebagai wanita, aku akan begitu tersakiti tapi aku lebih memilih menghargai kejujuran mu ketimbang kebohongan mu dan kepura-puraan mu padaku. Kamu jalan sama wanita lain juga dilain waktu ingin jalan denganku. Apakah aku ini terlihat seperti wanita sembarangan yang dengan seenakmu bisa mengajakku kesana kemari.


    Aku adalah wanita yang penuh dengan warna kebijaksanaan, aku adalah wanita yang penuh dengan cinta, aku adalah wanita dengan ketegasan sehingga aku tidak menghendaki hatiku sakit berulang-ulang dan jatuh berkali-kali kedalam suatu lubang pahit.


    Mereka yang kamu ajak, memberitahuku bahwa kamu sering mengatakan kepada wanita itu bahwa kamu mencintainya. Kamu memberinya harapan yang cukup serius sebagaimana harapan itu dahulu kamu berikan juga padaku.


    Kamu bahkan sering mengajak jalan-jalan. Memang nya aku tidak punya kaki untuk berjalan. Kamu juga sering mengajak nya makan bersama, itu aku percaya sebab aku sudah pernah melihat mu dengan mata kepalaku sendiri.


    Hal istimewa yang tidak pernah kamu lakukan padaku, kamu lakukan padanya. Kamu menyuapinya, itupun kamu lakukan didepan teman-teman mu. Apakah setiap merayu wanita dengan cara mengajaknya makan, kamu akan melakukan hal itu. Apakah kemesraan itu pantas kamu perlihatkan pada orang lain.


    Hatiku hancur berkeping-kepeing. Namun aku menahannya. Mataku sudah siap menjatuhkan air matanya tapi aku mengatakan pada mataku untuk menyimpan air mata itu. Aku berlagak begitu kuatnya, mengunci semua pintu keresahan dan kesedihanku untuk tidak dilihat oleh mereka.


    Tapi hanya seperti kain putih, tetap transparan oleh mata mereka. Sekuat aku menahan beban ini justru tekanan derita semakin kuat pula mencari celah pintu keluar.


    Bahkan tekanan kesedihan itu meronta-ronta tiada hentinya dalam tubuhku. Aku mendidih begitu cepat diatas derajat panas yang lebih sehingga unsur bagian tubuhku yang paling lunak meleleh laksana karet.


    Dari sanalah kumulai tidak perduli walau aku masih peka. Aku mulai belajar diri atas langkah salah yang aku ambil karena telah memberimu kesempatan dan kepercayaan masuk kedalam hatiku.


    Kini, mengeluarkan mu dari dalam diriku, aku harus merobek-robek dadaku, membersihkan nya sebersih-bersihnya. Kamulah burung gagak yang pernah aku lihat terbang dengan membawa cacing tanah. Kamulah lintah darat yang pernah aku lihat menempel ditubuh seekor sapi.


    Kamulah surga yang tidak di takdir kan untuk aku tempati. Jika kamu adalah surga yang tidak ditakdir kan untukku, lalu surga itu akan kamu bawa untuk wanita lain.


    Sesungguhnya kamu benar-benar tidak tahu apa artinya cinta yang indah itu. Sesungguhnya aku adalah seorang wanita yang yang dilupakan setelah manisku kukorban kan untuk model laki-laki pengecut yang bernama Rais.


    Awalnya cinta itu begitu manis tiada duanya. Ternyata aku yang salah karena merasakan manisnya terlalu menghayati. Awalnya aku menaruh hati ku padamu sampai aku lupa dimana letaknya didalam diriku.


    Keyakinan ku pada diriku bahwa kamu akan kembali padaku.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun