Mohon tunggu...
QayyumNaya
QayyumNaya Mohon Tunggu... Penulis - Hanya Penulis

Hanya Penulis biasa yang suka menulis. Hobi membaca dan menulis. Dan biasa saja dalam menulis.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Tetaplah Disini

22 Juni 2023   18:12 Diperbarui: 22 Juni 2023   18:15 99
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Setelah kembali ke kamar, aku duduk seperti semula didekatnya Alin yang masih tidur dengan lelapnya. Syukur saja, dia tidak melihat kejadian diluar tadi. Jika dia lihat, urusannya akan bertambah rumit lagi.

    Aku tidak pernah tahu seperti responnya andai Alin menyaksikan pertunjukan emosi yang masing-masing mempertahankan pendapat sesuatu yang belum jelas. Aku saja, masih mau mempertanyakan ulang kepadanya, apakah dia memang mencintai ku atau tidak ?!. Sesekali kupandangi wajah cantik yang masih lelapnya tidur dengan posisi miring ke kanan itu.

    Dalam hatiku berdesik lagi, ada semacam dorongan semangat yang sengaja lahir dari perasaan untuk mendeteksi hal indah yang masih bertumpu di atas tempat tidur itu. Namun aku berpikir jernih, ini merupakan suatu cobaan yang harus bisa aku lalui tanpa membuatnya menangis lagi.

    Untuk menghindari beredarnya sikap yang tidak harus aku lakukan maka aku berupaya menetralisir racun emotik yang selalu mendorong ku untuk bertahan diantara hal yang naif ini.

    Kutantang diriku sendiri, mencoba menerapkan konsep mensisihkan diri, agak menjauh darinya agar cinta ini bukan sebatas mimpi yang sempurna yang keseringan ingin melihat nya berbaring seperti ini disampingku.

    Lalu, aku mencoba menahan tegangan diri sendiri yang meminta untuk disampaikan pada asalnya dimana seharusnya dia menetap. "Jangan !" Kataku dalam hati, aku hanya ingin kisah ini tidak berkurang. Jika aku mengikuti keinginan ini, dorongan asmara maka dipastikan, diantara bagian diri kami berdua, masing-masing akan ada yang berkurang.

    Sebuah tempat dengan berbagai cara melebur dalam keadaan yang hidup seperti suatu hal yang sama seperti adanya senyuman, melambung dalam urusan yang paling tinggi hingga sampai pada aspek pengakuan bahwa dirimu dan diriku diikat oleh benih yang pernah kita lakukan, cinta yang sejati memberi ruang untuk saling bertatap, menitikan asmara kedalam rumah kecil yang dianggap tempat kebahagiaan.

    "Sudahlah, Syarif !. Keluarlah dari kamar ini. Jangan menatapnya lagi semakin kamu menatapnya maka liurmu justru bercucuran tiada henti. Alin itu adalah wanita yang kamu cintai bukan makanan enak yang sedang terhidang diatas tempat tidurnya. Keluarlah ! Jika masih disini maka yakinlah, sesuatu yang tidak kamu kehendaki pasti akan terjadi. Tidak kamu melihat nya begitu molek, indah, seksi, berparas serba unik, lekukan tubuhnya yang mulus. Apakah kamu bisa menahan hasrat mu jika masih disini terus didalam kamar. Bahkan aku yang tidak nampak ini menginginkan hadirnya asmara yang tidak bisa aku bendung."

    "Diam !. Kamu siapa berani membingungkan pikiranku." Isyarat bahasa tubuh yang selalu muncul ketika mata ini memanfaatkan keadaan luang menatapnya tidur, menciptakan kegaduhan yang bertujuan menghasutku, bertujuan meningkatkan rasa ini, bertujuan ingin menipuku agar aku memilih untuk membuat suatu pilihan yang sangat tidak masuk akal yaitu memberikan sebuah kebahagiaan pada Alin yang masih dalam posisinya tidur atau aku keluar meninggalkan nya sendiri tidur.

    Tidak ada pilihan lain selain menjauh untuk sesaat. Aku harus keluar dari dalam kamar dengan membawa kartu garansi bahwa aku mampu menjaga Alin tetap dalam keadaan yang bersih tanpa apa-apa.

    Namun untuk menghilangkan sedikit gemuruh dihatiku, lalu aku menatap nya agak dalam hingga sampai kedalam jantung nya. Ketika aku melihat jantung nya berdetak menyebut namanya kemudian aku mengecup keningnya satu kali baru aku akan keluar.

    "Tidurlah, Alin !. Setelah kamu bangun, aku akan kembali kesini menemani dalam urusan asmara yang sebenarnya."

    Tidak seperti yang tergambar dipikirkan ku. Tanpa aku sadari, telapak jemari tangannya ternyata disangkutkan dibajuku sehingga saat aku bangkit berdiri, dia ikut terbangun. Entah bagaimana bisa dia lakukan, aku tidak menyadarinya.

    Kemudian dia berkata padaku dalam bahasa yang paling lembut, "Syarif, mau kemana lagi ?. Kukira setelah kembali, kamu tidak pergi lagi meninggalkan aku sendiri di kamar ini. Bukankah aku sudah bilang agar selalu berada di sampingku dalam keadaan apapun juga. Sekarang kamu kembali, lalu mau pergi lagi. Apa yang kamu inginkan dariku ? Dan apa yang kamu cari diluar sana. Aku disini sebagai wanita yang selalu update, bisa berharap dalam setiap detiknya, ada kamu di mataku."

    Itu yang meluluhkan hatiku sampai aku tidak bisa berkata apa-apa lagi selain memasang posisi duduk yang lebih efektif lagi.

    "Jangan berkata demikian, Alin. Separuh nafasku hilang seketika saat mendengar rasa yang sedalam samudera itu. Aku sampai tidak bisa menutup mataku untuk selalu melihat lagi dan lagi."

    "Syarif, bukankah aku sudah pernah bilang bahwa ada hal yang paling menarik yang menunggu kedatangan perasaan yang bersumber dari dalam kamar ini, hati kita terpaut satu sama lain. Kita bahkan tidak bisa lepas untuk sesaat. Bertanya lah pada dirimu apakah aku hidup dihatimu sejak kamu mengenal cinta dariku ?. Bertanyalah kepada setiap hembusan nafasku, apakah ada rasa hangat yang keluar, berhembus menyebut namaku?. Jika ada, lalu mengapa mau pergi lagi meninggalkan aku sendiri lagi dan lagi di kamar ini ?."

    "Bukan seperti itu, Alin. Aku tidak akan kemana-mana, aku akan selalu menjadi laki-laki yang paling menjagamu. Sejujurnya, aku takut bila berada disampingmu ketika kamu dalam keadaan tidur. Setan mengganggu pikiranku, setan merasuki pikiranku pikiranku dan membawaku hanyut dalam ilusi hingga aku melihat dirimu seakan aku melihat sebuah kehidupan yang mestinya menjadi awal kebahagiaan yang sempurna bagiku''_

    "Itu yang aku hindari, Alin. Aku tidak ingin melakukan satu kesalahan yang akhirnya bisa kita sesali selamanya."

    "Ooo... Itu ya, tidak apa-apa, Syarif !. Sesekali jadilah seperti yang aku cintai."

    "Maksudnya, Alin apa ?."

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun