Mohon tunggu...
Qarinata AinySalsabila
Qarinata AinySalsabila Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Sering membaca membuat saya mempunyai gambaran sendiri akan dunia di kepala saya.

Selanjutnya

Tutup

Politik

Politik dan Kekuasaan: Strategi Pemimpin dalam Mempertahankan Kendali

5 Juni 2024   10:07 Diperbarui: 5 Juni 2024   10:08 107
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Di arena politik, kekuasaan bagaikan benang merah yang menghubungkan berbagai elemen, menjadikannya dinamis dan penuh intrik. Para pemimpin, di level nasional maupun lokal, selalu memiliki hasrat kuat untuk menggenggam kendali kekuasaan yang mereka miliki. Cara mereka mempertahankan dominasi ini pun beragam, tergantung pada konteks politik, budaya, dan sejarah masing-masing negara.

Artikel ini akan mengupas strategi-strategi umum yang sering dimainkan para pemimpin untuk mempertahankan kekuasaan, beserta opini penulis tentang implikasinya.

Kontrol Media dan Informasi

Salah satu strategi yang umum digunakan oleh para pemimpin adalah mengendalikan media dan informasi. Dengan memonopoli atau mengatur konten yang disampaikan melalui media massa, pemimpin dapat mengontrol narasi dan opini publik tentang pemerintahan mereka. Ini dapat dilakukan melalui sensor, penekanan terhadap media independen, atau bahkan pembatasan akses internet. Kontrol atas informasi sering kali digunakan untuk membentuk persepsi publik tentang kinerja pemerintah dan mengurangi kritik terhadap kebijakan yang kontroversial.

Strategi ini sangat berbahaya bagi kesehatan demokrasi dan kebebasan berbicara. Ketika media tidak bebas, masyarakat kehilangan akses yang adil dan seimbang terhadap informasi, yang merupakan fondasi dari proses demokratis. Pemimpin yang menggunakan kontrol media dan informasi untuk mempertahankan kendali politik sering kali mengorbankan kebebasan berpendapat dan hak asasi manusia.

Pembatasan Kebebasan Berorganisasi dan Berunjuk Rasa

Di balik ambisi para pemimpin untuk mempertahankan kekuasaan, sering kali tersembunyi tindakan represif yang membungkam suara rakyat. Kebebasan berorganisasi dan berunjuk rasa, hak asasi manusia fundamental yang menjadi pilar demokrasi, tak jarang menjadi korban ambisi ini.

Berbagai cara licik dilakukan untuk membungkam suara kritis. UU yang membatasi hak berekspresi disahkan, aktivis dibungkam dan diintimidasi, bahkan demonstrasi damai dibubarkan dengan kekerasan. Semua demi menyingkirkan oposisi dan memastikan hanya suara yang sejalan yang terdengar.

Namun, pembungkaman ini bukan hanya pelanggaran hak asasi manusia, tetapi juga pengkhianatan terhadap nilai-nilai demokrasi. Demokrasi sejati seharusnya membuka ruang bagi rakyat untuk menyuarakan pendapat mereka secara bebas dan damai. Ketika pemimpin menggunakan kekuasaan mereka untuk menindas suara kritis, mereka menunjukkan ketidakmampuan dan ketakutan mereka untuk menghadapi perbedaan pendapat dan diskusi terbuka.

Alih-alih meredam suara rakyat, pemimpin yang bijak seharusnya mendengarkan aspirasi dan kritik mereka. Dengan membuka ruang dialog yang inklusif dan menghormati hak asasi manusia, barulah demokrasi dapat berkembang dan mencapai potensinya yang penuh.

Penggunaan Politik Identitas dan Sentimen Nasionalis

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun