Mohon tunggu...
Qanita Zulkarnain
Qanita Zulkarnain Mohon Tunggu... Lainnya - Magister Psikologi

Psychology Undergraduate and Psychometrics Graduate.

Selanjutnya

Tutup

Parenting Artikel Utama

Memutus Rantai dari Menjadi Orangtua Narsistik

2 Mei 2023   21:20 Diperbarui: 4 Mei 2023   15:31 912
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi orangtua mengekang anak.(SHUTTERSTOCK)

Misalnya, "Kamu terlalu sensitif, masa dimarahin aja nangis." Hal ini tidak sehat karena semua perasaan harus divalidasi agar orangtua mampu mengarahkan anak mengenai bagaimana berperilaku atas emosinya tersebut. (Baca artikel saya mengenai empati di sini)

3. Manipulatif: Orangtua narsistik memanfaatkan rasa bersalah, malu, atau bentuk manipulasi emosional lainnya untuk mengontrol perilaku anak mereka atau mendapatkan apa yang mereka inginkan. Misalnya, "Kalau tidak kamu lakukan, saya sebagai orangtua kamu akan mendoakan supaya kamu sengsara dunia akhirat." 

Perilaku ini tentu tidak sehat karena akhirnya seseorang melakukan sesuatu karena dimanipulasi atau di bawah tipuan, dan bukan karena pilihan dan keinginan mereka. Padahal, yang menanggung konsekuensi dari segala yang dilakukan oleh si anak adalah anak itu sendiri.

4. Favoritisme: Orangtua narsistik dapat menunjukkan favoritisme atau pilih kasih terhadap satu anak di atas yang lain, menggunakan anak-anaknya sebagai sumber validasi dan kekaguman. 

Misalnya, orangtua narsisistik merasa wajar untuk mengatakan bahwa anak favoritnya adalah A, atau menspesialkan salah satu anaknya dengan tujuan membuat anaknya yang lain cemburu, dan mereka merasa wajar untuk memanfaatkan favoritisme agar anaknya mencapai keinginan mereka seperti "Kalau kamu lakukan X nanti kamu jadi anak favorit kami."  

Hal ini tidak sehat karena favoritisme dapat merusak harga diri dan kesehatan mental anak. Anak-anak yang merasa tidak disukai oleh orang tuanya merasa bahwa mereka tidak dicintai, tidak diinginkan, dan tidak berharga, yang dapat menyebabkan harga diri rendah, kecemasan, dan depresi.

5. Penuh kritik: Orangtua narsistik mungkin terlalu kritis terhadap anak-anak mereka, berfokus pada kekurangan dan kesalahan mereka daripada pencapaian mereka. Hal ini membuat anak-anaknya tidak merasa cukup dan berdampak pada kepercayaan diri anak.

6. Penuh kendali: Orangtua narsistik mengendalikan kehidupan anak-anaknya, mendikte pilihan mereka dan membatasi kemandirian mereka. Hal ini tidak sehat karena anak-anaknya tidak dapat berkembang secara maksimal dan anak-anaknya memiliki kemungkinan untuk tidak puas dalam menjalani hidup. Pada kasus ekstrem, hal ini dapat membuat anak tidak berdaya dan kehilangan arah ketika harus melakukan hal-hal secara mandiri..

7. Menyalahkan orang lain: Orangtua narsistik cepat menyalahkan orang lain, termasuk anak-anaknya, atas kesalahan atau kekurangan mereka sendiri. Misalnya, ketika ada sesuatu yang tidak berjalan semestinya, orangtua narsisistik akan dengan cepat menyalahkan orang lain, alih-alih introspeksi diri dan mencari solusi.

8. Merasa berhak: Orangtua narsis sering merasa berhak atas perlakuan khusus, hak istimewa, atau perhatian, dan mungkin menjadi marah atau kesal ketika mereka tidak menerimanya. Misalnya, mereka harus didengar atau harus dituruti karena mereka adalah orang tua, yang mana hal ini tidak realistis karena orangtua juga manusia yang dapat salah dan khilaf.

Dampak Tumbuh Berkembang dengan Orangtua Narisistik

Dampak pola asuh orangtua narsistik bisa bertahan lama dan merusak. Anak-anak dari orangtua narsistik mungkin bergumul dengan harga diri yang rendah, kurangnya kepercayaan diri, dan kesulitan membentuk hubungan yang sehat. Mereka juga dapat mengembangkan mekanisme coping yang maladaptif, seperti menyenangkan orang lain, perfeksionisme, atau menjadi pecandu alkohol dan narkotika. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Parenting Selengkapnya
Lihat Parenting Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun