Maraknya media sosial telah membawa perubahan signifikan dalam cara kita berkomunikasi dan berinteraksi satu sama lain. Berbagai platform yang membuat kita dapat mengungkapkan pemikiran dan pendapat kita kepada khalayak luas. Namun, "kebebasan baru" ini menimbulkan isu moralisasi.Â
Sejak media sosial semakin menjamur dan digunakan oleh hampir seluruh kelompok usia dari berbagai kalangan, jumlah orang yang melakukan moralisasi (moralizing behavior) semakin meningkat dengan signifikan di media sosial.Â
Apa itu perilaku moralisasi? Apakah perilaku ini harus dihindari atau justru dilakukan? Bagaimana bisa perilaku moralisasi dapat dikatakan "sudah lewat batas"?
Apa itu moralisasi?
Moralizing behavior, atau moralisasi, merupakan perilaku seseorang ketika dia membuat penilaian moral tentang perilaku orang lain. Hal ini telah menjadi sesuatu yang sangat umum di media sosial, sadar tidak sadar.Â
Contoh perilaku ini adalah ketika seseorang menilai (judging) seseorang melalui interaksi di dunia maya dan melabeli orang lain "benar" atau "salah, serta "baik" atau "buruk". Sangat mudah untuk jatuh ke dalam perangkap mempermalukan seseorang di depan umum karena dianggap melakukan kesalahan, baik itu selebritas atau orang biasa.
Perilaku moralisasi ini banyak bentuknya, seperti mempermalukan orang lain di depan umum atas perilaku mereka, mengungkapkan kemarahan atau kecaman di media sosial, atau memaksakan standar moral seseorang kepada orang lain.Â
Perilaku moralisasi sering kali dimotivasi oleh keinginan untuk menegakkan norma sosial atau menandakan superioritas moral seseorang. Perilaku ini memang memiliki tujuan yang mulia dalam meminta pertanggungjawaban individu atas tindakan mereka. Perilaku ini juga menjunjung tinggi dan mempromosikan perilaku etis.Â
Dari perspektif psikologi, moralisasi di media sosial dapat dipahami sebagai bentuk moral grandstanding atau penanda sinyal-sinyal kebajikan.Â
Penelitian telah menunjukkan bahwa beberapa orang terlibat dalam perilaku ini untuk meningkatkan status dan reputasi sosial mereka sendiri, bukan karena kepedulian yang tulus terhadap masalah yang terjadi.Â