Mohon tunggu...
Qanita Zulkarnain
Qanita Zulkarnain Mohon Tunggu... Lainnya - Magister Psikologi

Psychology Undergraduate and Psychometrics Graduate.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Alat Membaca Kepribadian: Lebih Baik Big Five atau MBTI?

6 Maret 2023   18:01 Diperbarui: 6 Maret 2023   18:16 1218
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pengukuran dalam psikologi dapat dikatakan lebih rumit jika dibandingkan dengan pengukuran fisik. Pengukuran kepribadian secara mutlak lebih sulit dari mengukur panjang atau berat papan. Meskipun demikian, pengukuran kepribadian tetap menjadi kebutuhan dalam berbagai kepentingan. Pada umumnya, pengukuran kepribadian dilakukan untuk mendeskripsikan sifat dan kecenderungan perilaku individu secara umum dan secara lebih jauh diharapkan mampu memberi prediksi kasar mengenai perilaku di masa depan.

Tidak dapat dipungkiri bahwa pengukuran yang baik membutuhkan alat ukur yang mengukur secara tepat dan dapat diandalkan. Terdapat banyak sekali alat ukur untuk mengukur kepribadian. Myers Briggs Type Indicator (MBTI) dan Big Five Personality Test merupakan salah dua dari alat ukur kepribadian yang paling populer di Indonesia. Penggunaannya tersebar dalam berbagai bidang, mulai dari kepentingan personal/individual, pendidikan, hingga industrial.

Lalu, apakah kedua alat ukur ini dapat dikategorikan layak pakai? Di antara keduanya, mana yang lebih baik?

Sebelumnya, perlu dipahami bahwa kepribadian dapat didefinisikan sebagai seperangkat karakteristik dan perilaku psikologis yang unik yang menentukan pola pemikiran, perasaan, dan tindakan individu. Ini mencakup berbagai sifat, termasuk pola perilaku, emosi, kognitif, dan sosial, dan dipengaruhi oleh interaksi yang kompleks dari faktor genetik, lingkungan, dan budaya. 

Dengan kata lain, kompleksitas individu dapat dirangkum di bawah payung “kepribadian”. Dari sini, kita bisa memahami bahwa kepribadian memiliki spektrum yang sangat luas. Bagaimana cara mengukur sesuatu yang kompleks dan tidak terlihat? Bagaimana memastikan alat ukur yang digunakan sudah baik?

Secara umum, tes psikologi berangkat dari teori yang sudah dikembangkan sebelumnya. MBTI dikembangkan oleh Isabel Myers dan ibunya, Katherine Cook Briggs, pada tahun 1940an. Tes ini disusun berdasarkan teori tipe psikologis Carl Jung. Jung mengembangkan teorinya pada tahun 1920an, dengan mengusulkan bahwa individu memiliki preferensi yang melekat untuk bagaimana mereka memandang dan memproses informasi dan bagaimana mereka membuat keputusan. Dia mengidentifikasi empat dikotomi kepribadian, termasuk:

  1. Ekstraversi vs. Introversi (Extraversion-Introversion): Mengacu pada apakah individu memfokuskan energi mereka ke luar atau ke dalam.
  2. Observasi vs. Intuisi (Sensing-Intuition): Mengacu pada bagaimana individu memproses informasi, baik melalui indera mereka atau melalui intuisi dan pemikiran abstrak.
  3. Berpikir vs. Merasa (Thinking-Feeling): Mengacu pada bagaimana individu membuat keputusan, baik melalui analisis logis atau dengan mempertimbangkan emosi dan nilai-nilai mereka.
  4. Kaku vs. Luwes (Judging-Perceiving): Mengacu pada bagaimana individu mengatur kehidupan mereka dan mendekati tugas, baik melalui struktur dan perencanaan atau melalui fleksibilitas dan kemampuan beradaptasi.

Kelemahan teori Jung di atas adalah metode yang digunakan tidak ilmiah. Meskipun demikian, teori tersebut menawarkan perspektif yang unik dan menarik tentang jiwa manusia sejak awal abad ke-20 sampai sekarang. Salah satu pengaruh teori Jung ini adalah tes MBTI. MBTI mengukur keempat dikotomi di atas dan mengkategorikan individu ke dalam salah satu dari 16 tipe kepribadian, berdasarkan preferensi individu tersebut.

Teori dasar dari Big Five Personality Test adalah teori mengenai Model Lima Faktor (Five Factors Model). Teori ini dikembangkan oleh McCrae dan kawan-kawan pada tahun 1960an sampai 1970an menggunakan analisis faktor. Dalam teori ini, kepribadian dapat dijelaskan menggunakan lima dimensi atau sifat yang luas, yaitu:

  1. Openess to experience: Mengacu pada tingkat kreativitas, imajinasi, dan keterbukaan individu terhadap ide-ide baru.
  2. Conscientiousness: Mengacu pada tingkat organisasi, tanggung jawab, dan ketergantungan individu.
  3. Extraversion: Mengacu pada tingkat sosialisasi, ketegasan, dan antusiasme seseorang.
  4. Agreeableness: Mengacu pada tingkat empati, kerja sama, dan kesukaan seseorang.
  5. Neuroticism: Mengacu pada tingkat stabilitas emosi, kecemasan, dan kemurungan seseorang.

Big Five Personality Test mengukur lima dimensi ini dan memberikan skor untuk masing-masing dimensi, dan tidak mengategorikan individu ke dalam tipe kepribadian tertentu. Teori di balik Big Five didasarkan pada asumsi bahwa kelima dimensi ini memberikan gambaran yang komprehensif dan akurat tentang kepribadian seseorang, dan kelima faktor ini relatif stabil dari waktu ke waktu dan lintas budaya.

Dari segi teori yang mendasari kedua alat ukur tersebut, terlihat jelas bahwa Big Five Personality Test lebih muda dari MBTI, sehingga metode yang digunakan dalam pengembangan alat ukurnya juga lebih baik dan mutakhir. Selain itu, Big Five Personality Test juga lebih baik dari MBTI karena didasari oleh teori yang empiris. Dalam perkembangannya, baik MBTI dan Big Five Personality Test relatif sama baiknya dalam uji validitas dan reliabilitas.

Secara umum, berikut adalah kelebihan Big Five Personality Test jika dibandingkan dengan MBTI:

  • Dasar teori yang ilmiah: Big Five Personality Test memiliki landasan empiris yang kuat dan didukung oleh sejumlah besar penelitian. Model ini didasarkan pada penelitian ekstensif ke dalam struktur ciri-ciri kepribadian, dan lima dimensinya (openess to experience, conscientiousness, extraverness, agreeableness, neuroticism) telah ditemukan secara konsisten lintas budaya dan bahasa. Sebaliknya, MBTI didasarkan pada teori tipe psikologis Carl Jung yang belum diterima atau didukung secara luas oleh penelitian empiris, walaupun banyak penelitian juga sudah membuktikan bahwa MBTI valid secara statistik.
  • Konsistensi dari waktu ke waktu: Five factors model telah ditemukan sebagai ukuran kepribadian yang sangat stabil dan dapat diandalkan dari waktu ke waktu. Penelitian telah menunjukkan bahwa individu cenderung mempertahankan skor mereka pada dimensi Big Five dalam jangka waktu yang lama, bahkan saat mereka mengalami perubahan hidup yang signifikan. Sebaliknya, MBTI ditemukan kurang konsisten dari waktu ke waktu, dengan beberapa individu mengubah klasifikasi jenisnya setelah pengujian ulang.
  • Big Five lebih komprehensif: Five factors model adalah ukuran kepribadian yang lebih komprehensif, menangkap ciri-ciri kepribadian yang lebih luas daripada MBTI. Dimensi Big Five memberikan deskripsi yang lebih bernuansa dan detail tentang kepribadian individu daripada empat dikotomi MBTI, yang dapat membatasi dan terlalu menyederhanakan. Dalam Big Five, kepribadian merupakan spektrum luas yang disusun oleh multidimensi 5 faktor yang mendasarinya, bukan hitam-putih dari dikotomi 4 hal.
  • Tidak rentan terhadap bias: Big Five Personality Test umumnya dianggap kurang rentan terhadap bias budaya dan gender daripada MBTI. Dimensi Big Five ditemukan valid lintas budaya dan gender, sedangkan MBTI ditemukan lebih akurat untuk beberapa kelompok budaya atau gender daripada yang lain.

Meskipun demikian, MBTI juga memiliki kelebihan jika dibandingkan dengan Big Five Personality Test, yaitu sebagai berikut:

  • Kemudahan penggunaan: MBTI adalah tes yang lebih sederhana dan lebih mudah dipahami daripada Big Five. MBTI mengkategorikan individu ke dalam salah satu dari 16 tipe kepribadian, sedangkan Big Five memberikan skor pada lima dimensi yang berbeda. Bagi individu yang mungkin kewalahan dengan kerumitan model kepribadian Big Five, MBTI dapat memberikan cara yang lebih mudah diakses untuk memahami kepribadian mereka.
  • Fokus pada preferensi individu: MBTI berfokus pada preferensi individu, atau cara mereka cenderung mendekati situasi yang berbeda dan membuat keputusan. Ini dapat bermanfaat bagi individu yang tertarik untuk memahami kecenderungan dan preferensi alami mereka, bukan hanya ciri kepribadian mereka. Hal ini berbeda dengan Big Five yang mengukur sifat laten yang menjadi kepribadian individu dan bukan preferensi individu.
  • Praktis: MBTI sering digunakan di tempat kerja untuk membangun tim dan tujuan pengembangan karier. Fokusnya pada preferensi dapat membantu individu memahami kekuatan dan kelemahan mereka dalam konteks kerja yang berbeda, dan mengidentifikasi jalur karir potensial yang sejalan dengan kecenderungan alami mereka.
  • Penemuan diri (self-discovery): MBTI dapat menjadi alat yang berguna bagi individu yang tertarik pada penemuan diri dan pertumbuhan pribadi. Dengan mengidentifikasi tipe kepribadian mereka, individu dapat memperoleh wawasan tentang kekuatan dan kelemahan mereka, dan mengembangkan strategi untuk pengembangan pribadi dan profesional.

Secara keseluruhan, Big Five umumnya dianggap sebagai ukuran kepribadian yang lebih valid dan dapat diandalkan secara ilmiah. Sementara itu, MBTI merupakan pilihan yang lebih baik bagi individu yang mencari cara yang lebih sederhana dan lebih mudah diakses untuk memahami kepribadian mereka, atau yang tertarik pada aplikasi praktis seperti pengembangan karir dan pembangunan tim. 

Dengan kata lain, MBTI dapat menjadi alat yang berguna untuk kesadaran diri dan memahami orang lain dan Big Five Personality Test umumnya dianggap sebagai ukuran kepribadian yang lebih valid dan dapat diandalkan. Kedua tes ini memiliki kekuatan dan keterbatasannya masing-masing, dan pilihan tes mana yang akan digunakan akan bergantung pada tujuan dan konteks penilaian tertentu.

Kesimpulan dari perbandingan Big Five Personality Test dan MBTI adalah keduanya valid dan dapat digunakan, dengan catatan secara umum Big Five Personality Test lebih baik dari MBTI karena dasar teori yang solid, alat ukur lebih handal, dan tidak rentan bias. 

Meskipun demikian, penting bagi pengguna untuk memahami perbedaan, persamaan, kelebihan, dan kekurangan masing-masing alat ukur. Selain itu, juga penting bagi pengguna untuk menyesuaikan alat ukur yang digunakan dengan tujuan penggunaan. Bagaimanapun juga, alat ukur adalah “alat” untuk membantu kita. Alat paling baik yang dapat kita gunakan adalah alat yang sesuai dengan kebutuhan kita.(oni)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun