Lagi-lagi persoalan politik yang kian hari kian menggelitik. Politik, memang sebuah panggung sandiwara, bagi para pelakonnya untuk bermain secara elegan. Saya tidak pernah berfikiran untuk kearah sana, karena membayangkannya saja sudah membuat mata hati saya histeris. Politik yang saya ketahui di Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah " Proses pembentukan dan pembagian kekuasaan dalam masyarakat yang antara lain berwujud proses pembuatan keputusan, khususnya dalam negara." Namun agaknya ada yang berbeda, pandangan saya politik di tangan mereka ibarat panggung sandiwara biasa, sedangkan rakyat biasa sebagai penoton bayarannya.
Tepat saya membincangkan hal ini, karena tahun ini disebut sebagai tahun politik. Maka tak heran slogan bertebaran dimana-mana, apalagi akun sosial media. Jujur, saya kurang menikmati akun sosial media saya ahir akhir ini , karena semuanya diwarnai dengan politik bahkan Seluruhnya dimulai dari selebram yang biasanya menunjukkan ke-alay-an dan ke-kece-an bahkan sampai akun religius ikut di endors oleh kubu politik. Menyedihkan kalau mereka tidak bisa konsisten seperti ini. Apalagi akun yang biasanya menayangkan perihal agama sekarang harus dicampur-adukkan dengan politik, apa mereka tak pernah sekalipun berfikir bahwa Tuhan bukanlah anggota MPR atau KPU yang bisa mereka sogok, apalagi di endorse.
Yang membuat  saya lebih jengkel juga pondok pesantren yang saya huni tak pernah sepi dengan para pejabat yang akan mencalonkan diri jika terompet pesta demokrasi mulai digaungkan. Mereka memeluk erat para kyai saya, juga memberikan sumbangan yang besar kepada pondok kami. Kenapa banyak orang-orang yang mendadak religius? . Sinetron di tv pun semakin banyak,  banyak orang-orang yang  menjadi orang dermawan dadakan, tiba-tiba banyak orang yang menunjukkan kepeduliannya terhadap orang-orang kecil, dengan merangkul hangat mereka. Mereka juga tiba-tiba berubah menjadi orang yang berhati mulia, turun ke jalan-jalan, ke desa-desa bahkan ke gang-gang yang sempit , membagikan sembako, memberi senyuman, menanyakan keluhan, dan tidak lupa sambil menebar janji manis yang diliput ribuan wartawan.  Sungguh menggemaskan tinggal di negeri yang humoris seperti yang saya alami ini.
Karena yang namanya pesta politik pasti  muncullah ke permukaan hal-hal baru yang membuat hati tertarik, semisal gerakan #2019gantipresiden. Baiklah seberapa sering anda  melihat pagar ini dimana mana?. Dimanapun ada  bahkan sampai ada kaosnya, juga ada yang secara nyata dibuat spanduk. Sebuah gerakan yang akhirnya bakal menuai pro bahkan kontra. Oh iya Ide gerakan "#2019 Ganti Presiden" pertama kali dilontarkan oleh Mardani Ali Sera, Sekjen Partai Keadilan Sejahtera. Menurutnya, ide itu muncul setelah ia menghadiri acara 'Indonesia Lawyers Club' di tvOne, sebuah acara temu wicara yang dipandu Karni Ilyas, yang lebih banyak berisi sensasi ketimbang substansi tapi jadi tontonan warung kopi.
"Setelah melihat banyak pihak dari kubu pemerintah memuji-muji Pak Jokowi, saya katakan. 'Pak Jokowi bisa dikalahkan.' Landasannya, elektabilitas dan kinerja yang jauh dari memuaskan. Esoknya #2019GantiPresiden dibuat dan menyebar," kata Mardani. Â Sumber ini saya ambil dari Reportase Tirto.id yang ditulis secara sederhana oleh Mewa kresna.
Menurut saya tidak heran kalau Mardani ali Sera, membuat pagar seperti itu agaknya ia juga geram dengan sistem pemerintahan yang dinilainya ecek-ecek ini. Tak hanya presiden PKS saja Egi sudjana seorang politikus yang sangat getol menganggumi Habib Rizieq Shihab dan penyanyi Neno warisman juga ikut menyemarakkan gerakan ini. Mereka sudah benar-benar kecewa dengan rezim prsiden boneka kali ini.
Karena merasa pagar ini dapat mengancam presiden kali ini menjadi 2periode, maka tim sukses mereka menganggap slogan seperti ini adalah upaya makar.
Seperti yang dikatakan oleh Ahmad Aminuddin, koordinator Koalisi Elemen Bela NKRI, mengatakan gerakan #2019GantiPresiden tidak lain "upaya makar". Hal ini diungkapkan Ahmad di Surabaya, Minggu (26/8/2018) kemarin.
Tudingan yang sama diutarakan Mochtar Pabottingi, bekas peneliti utama Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) bidang perkembangan politik nasional. Lewat Twitteria mengatakan #2019GantiPresiden termasuk makar karena "memaksakan digantikannya seorang presiden di luar proses demokrasi sebagaimana mestinya".
Ia juga menyebut gerakan ini "konyol dan pandir sekaligus" serta merupakan "wacana politik terburuk sepanjang kemerdekaan."
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), makar punya beberapa arti: 1 akal busuk; tipu muslihat; 2 perbuatan (usaha) dengan maksud hendak menyerang (membunuh) orang, dan sebagainya; 3 perbuatan (usaha) menjatuhkan pemerintah yang sah.
Lebih jauh, makar diatur dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana sebagai kejatahan terhadap keamanan negara, terutama di pasal 104, 107 dan 108, dengan ancaman hukuman mati. Pasal-pasal ini mengatur pidana kejahatan terhadap presiden dan wakilnya, dan juga ancaman pidana terhadap para penggerak makar.
Bunyi pasal 104: Makar dengan maksud untuk membunuh, atau merampas kemerdekaan, atau meniadakan kemampuan Presiden atau Wakil Presiden memerintah, diancam dengan pidana mati atau pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara sementara paling lama dua puluh tahun.