Menurut data SIPSN (Sistem Informasi Pengelolaan Sampah Nasional) sampah kain di Indonesia mencapai 2,6% dari total sampah atau sebanyak 2.633 ton pada tahun 2021. Bukan jumlah yang sedikit, bukan?
Thrifting Bahaya bagi Kesehatan?
Dalam Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 51/M-DAG/PER/7/2015 tentang Larangan Impor Pakaian Bekas, thrifting dianggap berpotensi membahayakan kesehatan.Â
Sebelumnya, Balai Pengujian Mutu Barang, Dirjen SPK, dan Kementerian Perdagangan pernah melakukan uji coba terhadap pakaian bekas impor.
Dalam uji coba ini, ditemukan sejumlah bakteri seperti S. Aureus, E. Coli, Kapang, hingga jamur berbahaya lewat uji coba dengan metode bacteriological analytical manual (BAM).
Jamur dan bakteri ini kemungkinan muncul karena kondisi pakaian yang lembab. Pakaian biasanya dikumpulkan dalam karung di gudang dalam jangka waktu tertentu. Kondisi awal pakaian juga berbeda-beda. Ada yang memang sudah dalam kondisi bersih, ada pula yang kotor.
Belum lagi jika kondisi gudang penyimpanan yang buruk. Penjual biasanya juga langsung memajang pakaian bekas setelah membuka bal, tanpa mencuci terlebih dahulu.Tentunya hal ini menimbulkan makin banyak jamur yang muncul.
Jamur dan berbagai bakteri ini juga berpotensi memberikan dampak buruk bagi kesehatan. Mulai dari gatal-gatal, alergi, iritasi, hingga infeksi pada kulit.Â
Oleh karena itu, barang-barang thrifting tidak cukup hanya dicuci berkali-kali. Kita harus memastikan barang dicuci dengan detergen anti-bakteri, dijemur dibawah sinar matahari, dan wajib di setrika agar semua jamur dan bakteri mati.
Nah, setelah membaca seluruh penjelasan di atas, apakah thrifting memang keputusan yang bijak? Dan, apakah kalian masih tertarik untuk thrifting?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H