Mohon tunggu...
Putri Wulandari
Putri Wulandari Mohon Tunggu... Mahasiswa - random

putriwulandari22022000@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Ruang Kelas Artikel Utama

Hagwon, Bimbel Penuh Privilege di Drama Korea "Crash Course in Romance"

1 Februari 2023   18:00 Diperbarui: 3 Februari 2023   00:02 2129
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Chi Yeol si guru matematika paling populer (sumber: tvN)

Baru-baru ini, ada salah satu drama korea bertema unik yang naik daun di Netflix. Drama Korea tersebut berjudul Crash Course in Romance. 

Drama Korea Crash Course in Romance bercerita tentang seorang guru matematika bernama Choi Chi Yeol (diperankan oleh Jung Kyung Ho) yang sangat populer. Banyak sekali murid yang ingin masuk ke tempat bimbingan belajar tempatnya bekerja yang bernama Prince Academy. 

Di balik itu semua, Chi Yeol harus mengalami gangguan kecemasan karena beban kerja yang tinggi. Chi Yeol menjadi lebih sensitif, acuh tak acuh, dan mengalami gangguan makan.

Chi Yeol si guru matematika paling populer (sumber: tvN)
Chi Yeol si guru matematika paling populer (sumber: tvN)

Kehidupannya tiba-tiba berubah saat menyantap makanan dari toko banchan (toko lauk pauk di Korea Selatan) yang dikelola oleh seorang bernama Nam Haeng Seon (diperankan oleh Jeon Do Yeon). Berbanding terbalik dengan kepribadian Chi Yeol, Haeng Seon memiliki kepribadian yang positif. 

Tanpa diduga, anak Haeng Seon yang bernama Nam Hae Yi (diperankan oleh Roh Yoon Seo) merupakan siswa di bimbel tempat  Chi Yeol bekerja.

Drama ini memberikan gambaran hangat tentang bagaimana kehidupan para siswa sekolah menengah di Korea Selatan yang sangat ketat tetapi dibalut hangatnya cinta dalam sebuah makanan. Karena drama korea ini pula, sistem pendidikan, lebih tepatnya bimbel, di Korea Selatan makin disorot.

Hagwon, Bimbel yang Ketat dan Mahal tetapi Penuh Privilege

deretan gedung hagwon (sumber: Koreaboo)
deretan gedung hagwon (sumber: Koreaboo)

Tempat bimbingan belajar non-formal atau les biasa disebut dengan hagwon di Korea Selatan. Seperti hal-nya di Indonesia, hagwon memberikan tambahan pelajaran seperti Bahasa Inggris, Bahasa Korea, Fisika, Sosial, dan Matematika. 

Tidak hanya untuk mapel biasa, hagwon juga memberikan skill diluar pelajaran seperti alat musik, menari, menyanyi, dll. Biasanya, hagwon diluar mapel formal disebut dengan academy.

Hagwon memberikan tambahan pelajaran untuk berbagai jenjang pendidikan. Untuk TK dan SD, siswa akan belajar di hagwon selama 40 menit. Sedangkan, siswa jenjang SMP dan SMA akan belajar selama kurang lebih 2 jam mulai jam 5 sore hingga jam 10 malam, tergantung berapa kelas yang diambil. Tentunya, pembelajaran dilakukan dengan menggunakan RPP, buku, dan materi mereka sendiri.

Hagwon ini juga memiliki beberapa jenis kelas. Ada jenis kelas campuran TK-SD dan SMP-SMA. Ada pula kelas besar yang terisi hingga 30 siswa. Dan ada pula privat tutoring untuk satu orang siswa di lokasi bimbel maupun yang datang ke rumah.

Berbagai jenis hagwon ini rata-rata memiliki satu tujuan yang sama: lolos suneung dan masuk universitas bergengsi.

Suneung adalah tes semacam SBMPTS/UTBK yang harus dilalui siswa agar bisa masuk ke universitas yang mereka mau. 

Ada 3 universitas bergengsi yang menjadi incaran siswa sekolah menengah KorSel yang biasa disingkat dengan SKY University. 

SKY adalah singkatan dari Seoul National University, Korea University, dan Yonsei University. 

Ketiga universitas ini dikenal memiliki standar pendidikan yang tinggi dan mampu membawa lulusan-nya menjadi sosok yang sukses serta diincar berbagai perusahaan besar seperti Samsung, LG, Hyundai, dll. Intinya, kalau bisa masuk ke tiga universitas itu, masa depan akan terjamin cerah.

Hagwon yang Penuh Problematika

Keberadaan hagwon juga menimbulkan polemik di masyarakat. Berikut adalah beberapa problematika yang muncul beriringan dengan keberadaan hagwon.

Jam belajar yang makin larut

Ada salah satu sesi kelas atau kebiasaan yang harus dilakukan oleh siswa di Korea Selatan yang harus dilakukan setiap hari sebelum pulang sekolah, yaitu yaja.

Yaja adalah sesi belajar sendiri yang harus dilakukan siswa. Siswa biasanya menggunakan sesi ini untuk me-review pembelajaran hari itu. 

Yaja biasanya selesai di sore hingga malam hari. Setelah yaja, para siswa masih harus menghadiri hagwon yang tentunya juga dimulai setelah pendidikan formal. 

yaja time study (sumber: NPR)
yaja time study (sumber: NPR)

Sudah bisa dipastikan bahwa siswa akan pulang semakin larut. 

Di saat para siswa bergelut dengan berbagai materi hingga larut, orang tua biasanya akan menunggu mereka di depan gedung bimbel dengan sabar. Bahkan mereka mampu menunggu hingga jam 10 malam. Apabila berkecukupan, para orang tua akan menjemput mereka dengan mobil yang akan membawa mereka pulang dengan aman. Namun, bagaimana dengan siswa biasa?

Mereka biasanya naik bus untuk pulang ke rumah. Mereka biasanya juga harus berjalan kaki menuju rumah mereka. Para orang tua jelas memiliki kekhawatiran kepada anak mereka yang pulang belajar di waktu yang larut. 

Biaya yang makin tinggi

Well, jumlah anak sekolah yang mengikuti bimbel di Korea Selatan sangatlah banyak. 

Menurut Biro Statistik Korea Selatan, hampir tiga perempat anak sekolah mengambil kelas di tempat les privat swasta pada tahun 2019. 

Biaya yang orang tua keluarkan untuk bimbel juga tidak main, main. Menurut data dari Kementerian Pendidikan Korea Selatan di tahun 2016, sekitar 14,4% keluarga menghabiskan 500.000 Won (sekitar Rp 6 juta) untuk hagwon per bulan. 

Hal ini didukung dengan keterangan dari OECD (Organisasi Kerjasama dan Pembangunan Ekonomi), pengeluaran rata-rata untuk pendidikan swasta alias les privat ini per anaknya di Korea Selatan, jauh lebih tinggi dibanding dengan di negara Asia lainnya.

Karena biaya ini pula, muncul kesenjangan antar siswa. Siswa kaya akan dengan mudah masuk ke hagwon yang favorit, sedangkan siswa biasa yang tidak mampu untuk membiayai hagwon harus belajar mati-matian sendiri.

Persaingan dengan lembaga formal

Percaya tidak percaya, hagwon bersaing ketat dengan lembaga formal di Korea Selatan. Mungkin banyak yang melihat berbagai iklan bimbel 'Jaminan Masuk Perguruan Tinggi .........' atau 'Bisa Bahasa Inggris dalam 1 Bulan Bersama Bimbel .......'. Hagwon adalah versi yang lebih ekstra. Banyak hagwon yang menawarkan berbagai layanan dan jaminan agar anak bisa masuk ke perguruan tinggi yang bergengsi disana. 

Selain memberikan berbagai jaminan, berbagai hagwon juga memberikan pelajaran yang juga ekstra. dengan RPP dan materi yang disusun sendiri, mereka bisa memberikan pembelajaran yang lebih dari jenjang sekolah yang mereka ajar. Bahkan, untuk beberapa bimbel kelas privat juga memberikan layanan konsultasi dengan psikiater, ahli gizi, dan berbagai tutor untuk satu anak. Semua dilakukan agar anak bisa belajar dengan lebih efektif. Tentunya dengan biaya yang tidak sedikit. 

Karena berbagai layanan dan jaminan ini, hagwon dianggap memiliki kemampuan untuk membawa para siswa ke perguruan tinggi yang bergengsi. Pamor hagwon pun naik dan mengalahkan pendidikan formal.

Bagaimana menurut kalian? Gimana jadinya kalau bimbel menjadi overpowering pendidikan formal?

Sumber: 1 2 3

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ruang Kelas Selengkapnya
Lihat Ruang Kelas Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun