Mohon tunggu...
Putri Wulandari
Putri Wulandari Mohon Tunggu... Lainnya - English Tutor | Freelance Content Writer

Random Thought About Lifestyle, Movies, K-drama, Beauty, Health, Education and Social Phenomena | Best Student Nominee Kompasiana Awards 2022 | putriwulandari22022000@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Financial Pilihan

Impulsive Buying yang Bikin Pusing Tujuh Keliling

15 Januari 2023   18:00 Diperbarui: 15 Januari 2023   18:03 528
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi impulsive buying (sumber: Kompas.com)

Siapa yang seringkali kalap karena ada diskon?

Siapa yang sering belanja dengan banyak berkedok self-reward?

Atau sering berbelanja banyak di hari-hari tertentu karena ada gratis ongkos kirim?

Atau secara random membeli barang tidak berguna hanya karena orang lain mempunyainya?

Well, selamat! Kalian secara tidak langsung melakukan impulsive buying.

Apa itu Impulsive Buying?

Secara sederhana Impulsive Buying bisa diartikan dengan berbelanja secara impulsif, secara tiba-tiba, dan tanpa pertimbangan. Impulsive buying adalah perilaku membeli suatu tanpa perencanaan matang dan tanpa menyadari konsekuensi yang diapat setelah membeli. Misalnya membeli sesuatu yang tidak perlu, membeli saat uang pas-pasan, atau membeli barang lain saat ada yang lebih penting. 

Fenomena ini makin parah terjadi karena banyaknya kemudahan yang diberikan untuk pelanggan, seperti diskon di tanggal cantik, promo di hari-hari spesial, event tahunan, serta kemudahan dan kelengkapan marketplace.

Tentunya, impulsive buying memberikan efek negatif. Karena tidak didasarkan pada kebutuhan, dilakukan secara tiba-tiba, serta tanpa pertimbangan, hal ini termasuk dalam pemborosan dan berisiko tinggi pada kesehatan keuangan. 

Penyebab Impulsive Buying

ilustrasi impulsive buying (sumber: Kompas.com)
ilustrasi impulsive buying (sumber: Kompas.com)
  • Butuh pengakuan sosial

Ya, membeli suatu barang untuk pengakuan sosial. Misalnya nih, ada seseorang yang membeli edisi terbaru Smartphone karena FOMO (fear of missing out) atau hanya ikut-ikutan yang lain. Padahal, biasanya orang membeli smartphone untuk kebutuhan bekerja, sekolah, atau karena sudah rusak. 

Dengan membeli suatu barang ini, seseorang bisa mendapatkan pengakuan dari masyarakat. Pengakuan ini lah yang membuat orang mendapatkan pride/harga diri yang tinggi. 

Atau misalnya lagi, ada suatu tempat makan gaul kekinian yang populer saat ini. Seseorang bisa saja datang ke tempat makan tersebut hanya untuk mengunggah sesuatu ke sosial media mereka. Ya, dapat dikatakan bahwa mereka mengincar 'pengakuan' telah datang ke tempat tersebut.

  • Sulit mengontrol emosi dan kecemasan

Karena FOMO ini, biasanya seseorang kesulitan untuk mengontrol emosi dan tingkat kecemasan. Jika mereka tidak melakukan hal yang kebanyakan orang lain lakukan, mereka akan merasa tertinggal, tidak update, dan merasa bersalah karena tidak sama dengan orang-orang lain. Apalagi jika ditambah dengan tekanan dari kanan kiri. Emosi dan tingkat kecemasan makin tidak karuan. 

Makanya, seringkali uang dibelanjakan untuk hal yang tidak penting tanpa sadar. 

  • Keinginan agar lebih bahagia setelah membeli sesuatu

Ada banyak orang yang membeli suatu barang dengan harapan agar lebih bahagia. Dilansir dari Kompas, Studi tahun 2014 dari Journal of Consumer Psychology menunjukkan bahwa berbelanja bisa membuat seseorang menjadi lebih bahagian. Bahkan, otak melepaskan dopamin (zat kimia di dalam otak yang bisa meningkat kadarnya saat seseorang mengalami sensasi yang menyenangkan) sebelum melakukan pembelian. 

Namun, buat apa bahagia kalau ujungnya tetap stress memikirkan uang yang keluar tidak pada tempatnya?

Apa yang harus dilakukan?

  • Membedakan antara kebutuhan dan keinginan

Hal penting pertama yang harus dilakukan adalah membedakan antara kebutuhan dan keinginan. Tentunya kita memiliki berbagai kebutuhan pokok dalam hidup. Prinsipnya, dahulukan kebutuhan. Barang-barang tidak penting dan tidak diperlukan masih bisa ditunda sebelum kebutuhan terpenuhi dahulu. 

Selanjutnya, kita bisa membuat plot-plot anggaran keuangan, mulai dari kebutuhan (listrik, air, makan, bensin, sedekah, internet, dan lain-lain), keinginan (menonton film, membeli buku, liburan, dan lain-lain), hingga dana darurat dan tabungan. 

  • Kontrol diri

Kita harus bisa meningkatkan kontrol diri. Kontrol diri yang rendah membuat kita tidak bisa menahan diri untuk membeli barang-barang yang sebenarnya tidak kita butuhkan. Saat merasa ingin membeli sesuatu, selalu memposisikan barang tersebut ke dalam kebutuhan atau keinginan. Jika barang tersebut masuk ke dalam keinginan, keinginan untuk membeli bisa ditunda.

Coba tanyakan pada diri sendiri.

Apakah barang ini saya butuhkan sekarang?

Apa barang ini harus dibeli sekarang?

Apa barang ini harus segera saya gunakan sekarang?

Selalu pikiran dengan matang sebelum membeli suatu barang, apalagi jika barang tersebut memiliki harga yang lumayan mahal atau melebihi alokasi total pengeluaran untuk keinginan dalam satu bulan.

  • Boleh sesekali, tapi dibatasi.

Boleh sesekali membeli barang yang ada diluar anggaran, tetapi harus dibatasi. Pertama, batasi waktunya. Keinginan bisa dipenuhi tapi tidak untuk setiap bulannya. Pastikan untuk memikirkan dengan matang apa yang akan kita beli. Apabila akan memberikan self-reward untuk diri sendiri, rencanakan. Buat perkiraan tentang waktu yang tepat untuk alokasi itu. Apalagi self-reward tidak harus dituruti tiap bulan dan tidak harus mahal. 

Kedua, batasi jumlahnya. Pastikan untuk tidak mengeluarkan uang lebih dari jumlah alokasi uang untuk total keinginan. Apalagi jika jumlah keseluruhan uang impulsive buying lebih dari total uang untuk kebutuhan, haduuuh.. Sudah pasti dibikin boncos dan pusing untuk ngatur keuangan plot lainnya.

  • Minta tolong orang terdekat untuk mengingatkan

Saat kita sudah mulai kewalahan untuk menahan diri, mintalah bantuan orang lain. Kita pasti punya anggota keluarga atau teman yang bisa membantu mengingatkan kita apabila sudah ada tanda-tanda impulsive buying. Terkadang, teguran dari orang lain yang terpercaya benar-benar bisa menjadi alarm agar kita tidak kebablasan dalam membelanjakan uang.

  • Tidak memasang banyak aplikasi marketplace

Salam satu hal yang saya pribadi lakukan sampai saat ini adalah tidak memiliki banyak marketplace. Bahkan terkadang saya mencopot pemasangan semua aplikasi marketplace. Aplikasi-aplikasi tersebut biasanya saya pasang saat akan membeli suatu barang yang tidak ada di kota saya, atau yang memang sudah saya incar sejak lama, tentunya dengan pertimbangan matang.

Secara tidak langsung, diri sendiri menjadi enggan untuk berbelanja secara impulsif saat tidak memiliki aplikasi yang bisa mempermudah pembelian. 

Bagaimana menurut kalian?

Ada tambahan?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Financial Selengkapnya
Lihat Financial Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun