Mohon tunggu...
Putri Wulandari
Putri Wulandari Mohon Tunggu... Lainnya - English Tutor | Freelance Content Writer

Random Thought About Lifestyle, Movies, K-drama, Beauty, Health, Education and Social Phenomena | Best Student Nominee Kompasiana Awards 2022

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud Artikel Utama

Problematika Guru Kelas 1 SD: Mengajarkan Calistung atau Materi?

26 November 2022   19:59 Diperbarui: 30 November 2022   14:00 2660
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Beberapa hari yang lalu, saya bertemu dengan salah satu teman yang saat ini bekerja sebagai guru kelas 1 di salah satu sekolah dasar negeri di Ponorogo. 

Kami bertemu di salah satu cafe di sore hari selepas sholat 'ashar. Sebut saja dengan N. Dia datang dengan muka yang agak ditekuk dan masih mengenakan baju seragam guru. Belum 1 menit duduk, dia mengeluh.

"Aku mau resign deh kayanya"

Setengah terkejut, saya dengan spontan bertanya "Lagi ada masalah pas mengajar ya?"

Si N kemudian bercerita tentang keluh kesahnya menjadi guru kelas 1 SD. Segala perkataan dari N ini bikin saya mikir berhari-hari.

N menjadi guru pengganti di salah satu SD karena guru kelas 1 yang bertugas sedang PPG. Buat yang belum tahu, 

Program PPG Dalam Jabatan adalah suatu program pendidikan yang diselenggarakan untuk mempersiapkan lulusan S-1 Kependidikan dan S-1/D-IV Non Kependidikan yang memiliki bakat dan minat menjadi guru agar menguasai kompetensi guru secara utuh sesuai dengan Standar Pendidikan Guru (Kemendikbud). 

Nah, teman saya menjadi guru pengganti karena guru kelas harus pergi pendidikan selama beberapa bulan.

Saat menjadi guru pengganti ini, N mengatakan bahwa dia merasa sangat kesulitan dan frustrasi saat mengajar. Ia merasa bahwa kurikulum yang diajarkan kepada siswa tidak sesuai dengan keadaan real di lapangan.

N tahu bahwa membaca, menulis, dan berhitung (calistung) bukan merupakan hal utama yang dipelajari saat Taman Kanak-Kanak (TK) atau Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD). 

Namun, materi dan pembelajaran keals 1 SD sangat membutuhkan kemampuan calistung yang lumayan matang. 

Dilansir dari laman Kemendikbud, penguasaan membaca, menulis dan berhitung (Calistung) bukan merupakan kemampuan wajib yang harus dimiliki oleh para peserta didik Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD). 

Ditambahkan dari laman The Asian Parent, calistung bukannya dilarang untuk diajarkan, tetapi pendekatan yang digunakan untuk anak TK adalah pendekatan pra-literasi dan pra-membaca. 

Siswa memang diajarkan calistung tetapi dengan cara yang berbeda yang meliputi beberapa komponen seperti pemahaman bahasa lisan (berbicara dan mendengarkan), pemahaman/pengenalan buku, pemahaman kata dan bunyi, pengenalan/pemahaman huruf atau alpabet, dan pemahaman/pengenalan tulisan. 

Ingat lagi, pengenalan.

Anak TK tidak boleh hanya fokus pada kecerdasan linguistik dan logika matematika melalui calistung. Apalagi, ada 9 jenis kecerdasan menurut Howard Gardner, yaitu kecerdasan musikal, naturalis, linguistik, interpersonal, intrapersonal, visual spasial, logika matematika, kinestetik, dan moral. 

Nah, sembilan jenis kecerdasan inilah yang seharusnya menjadi fokus pembelajaran. Orang tua bisa fokus mencari kecenderungan jenis kecerdasan yang anak miliki dengan aktivitas-aktivitas sederhana di TK atau PAUD. 

Selanjutnya, kecerdasan ini bisa dikembangkan dengan lebih optimal. 

ilustrasi belajar calistung (sumber: CNN Indonesia)
ilustrasi belajar calistung (sumber: CNN Indonesia)

Sayangnya, tetek bengek soal tidak memfokuskan anak pada calistung saat TK atau PAUD ini berimbas besar saat anak mulai masuk kelas 1 SD. Kata N, sebagian besar siswanya belum bisa calistung dengan lancar dan menghambat pembelajaran.

Pertama, mengajarkan anak calistung itu membutuhkan waktu yang tidak sebentar. Tidak cukup satu dua bulan saja. Anak bisa dengan lancar calistung paling tidak dalam kurun waktu 1 tahun. 

Kedua, materi untuk siswa kelas 1 SD rasanya seperti 'berlari'. Disaat anak belum bisa calistung, ada pula materi lain di berbagai mata pelajaran yang harus diajarkan. Dan materi tersebut tidaklah sedikit.

Ketiga, pengkondisian siswa yang sangat amat sulit. N juga bercerita bahwa ia kesulitan dalam mengkondisikan siswa. Sejumlah 25 siswa dalam 1 kelas dirasa terlalu banyak dan membuat dia tidak bisa dengan leluasa mengajar. 

Saat siswa yang sudah bisa calistung sedang menulis, sebagian besar siswa yang tidak bisa menulis akan ramai sendiri dan mengganggu konsentrasi siswa yang lain.

Bagaimana cara guru bisa mengajar dengan lebih leluasa jika siswa tidak begitu lancar calistung? Ya, pembelajaran menjadi terhambat.

Nah, kalau begini, siapa yang salah?

Orang tua yang tidak mengajarkan calistung di rumah? Guru yang tidak begitu mengajarkan calistung di TK? Guru yang mengajar di kelas 1 Sekolah Dasar? Atau... pemerintah yang merancang kurikulum?

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun