Kedua, nilai. Nilai atau value yang dihadapi oleh seseorang akan mempengaruhi pikiran orang tersebut. Misalnya, saat berhubungan dengan dunia kerja, nilai atau besaran hal yang dihadapi oleh seseorang memiliki tekanan yang lebih besar daripada kehidupan sehari-hari. Oleh karena itu, seseorang rentang berpikiran negatif saat berurusan dengan dunia kerja.
Ketiga, ketakutan. Ketakutan akan suatu hal memberikan efek yang besar pada catastrophizing. Apalagi jika didasari adanya trauma atau pengalaman buruk.Â
Misalnya, ada orang yang sangat takut dengan rumah sakit karena pernah ada anggota keluarga yang meninggal disana. Pada suatu saat, ia mendengar orang lain sakit dan masuk rumah sakit itu, ia akan berpikiran buruk bahwa orang lain itu akan meninggal seperti anggota keluarganya.
Beck (1976) menyebutkan bahwa catastrophizing sering terjadi pada orang dengan depresi atau gangguan kecemasan.Â
Namun, tidak menutup kemungkinan bahwa semua orang bisa mengalami pemikiran ini. Bahkan, saat ini makin banyak orang catastrophizing dengan menggunakan istilah yang sederhana yaitu overthingking.
Catastrophizing juga memiliki efek negatif yang tidak main-main. Kebiasaan catastrophizing ini dapat meningkatkan rasa cemas, sedih, tak berdaya, hingga stress dan depresi.Â
Nah, yang paling berbahaya, seseorang mungkin tidak dapat mengambil keputusan penting saat dibutuhkan, apalagi dalam kondisi sulit. Oleh karena itu, catastrophizing bukanlah cara berpikir yang bagus dan harus segera disingkirkan.
Tips Mengatasi Catastrophic Thinking
Dilansir dari Medical News Today, ada beberapa tips yang bisa dilakukan untuk kalian yang sering mengalami Catastrophizing.
- Menerima bahwa hidup tidak selamanya menyenangkan.
Pertama, menjadi realistis. Menyadari bahwa hidup tidak selamanya tentang segala sesuatu yang menyenangkan. Pasti ada hari dan saat-saat buruk.Â
Hidup itu penuh dengan tantangan dan pasti ada hari baik dan buruk. Oleh karena itu, tidak semua hari buruk akan selalu buruk. Pasti akan ada hari baik di kemudian hari.