Bukan Piring terbang UFO atau pesawat ruang angkasa lainnya, Tradisi Piring Terbang adalah bentuk penghormatan terhadap tamu pesta dalam bentuk sistem penyajian hidangan.
Bagi masyarakat suku Jawa, mungkin sudah tidak asing dengan istilah Piring Terbang. Secara sederhana, piring terbang adalah tradisi menghidangkan jamuan untuk tamu dengan cara diberikan langsung kepada tamu. Tamu disilahkan untuk duduk manis dan hidangan akan menghampiri meja mereka. Tradisi ini biasanya digunakan dalam berbagai pesta seperti pernikahan.Â
Sejarah Tradisi Piring Terbang
Tradisi piring terbang dapat dengan mudah ditemukan di acara pernikahan di Solo Raya dan sekitarnya. Dilansir dari situs resmi Pemerintah Kota Surakarta, tradisi ini sudah ada sejam zaman Kerajaan Mataram. Piring terbang muncul dari kawasan pinggiran mataram karena banyak tamu yang berdiri saat menyantap makanan saat pesta. Oleh karena itu, piring terbang dimaksudkan untuk menghormati para tamu.
Dilansir dari Kompas.com, tradisi ini juga mulai menjamur dan meluas saat mulai banyaknya jasa boga atau catering sejak tahun 1980-an di Solo.
Urutan Penyajian
Walaupun terlihat sederhana, pring terbang termasuk memiliki aturan yang ketat soal penyajian. Seluruh penyajian makanan disusun dengan berurutan. Makanan juga tidak disajikan sekaligus agar tamu bisa menikmati sajian dengan leluasa.
Dalam prakteknya, Piring Terbang menggunakan panduan USDEK (Unjukan Sup Dhaharan Es Kondur)
U untuk ‘unjukan’. Unjukan dalam bahasa Indonesia berarti minuman. Dalam pesta, secara umum minuman disajikan terlebih dahulu. Biasanya disajikan dalam gelas berupa teh hangat, atau bersamaan dengan snack.
S untuk Sup. Setelah minuman, sup disajikan dalam mangkok kecil. Sup dengan kaldu ayam bening berisi sayuran dan beberapa potong daging ayam. Sup berfungsi sebagai appetizer atau makanan pembuka.