Mohon tunggu...
Putri Nabila
Putri Nabila Mohon Tunggu... Foto/Videografer - nama saya Putri Nabila, saya berusia 21 tahun saat ini saya sedang menempuh pendidikan di IISIP Jakarta

terus berkembang melawan keterbatasan

Selanjutnya

Tutup

Travel Story

Jakarta Biennale, Rumah bagi Seniman

23 Desember 2021   18:07 Diperbarui: 29 Desember 2021   16:13 311
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gambar: Logo Jakarta Biennale/Document: Jakarta Biennale

Kota metropolitan terbesar di Indonesia ini adalah tempat dimana banyak orang dapat menyalurkan karya yang ingin diperlihatkan, Jakarta adalah rumah bagi para seniman yang ingin mengepakkan sayapnya untuk memajukan dan mempertontonkan karya karya luar biasa mereka. Desember lalu saat saya diberitahukan bahwa pameran seni Jakarta Biennale kembali menggarap sebuah acara yang bertemakan "Esok" membuat rasa bahagia saya kembali tumbuh, setelah pandemi yang mematahkan banyak harapan, kita diajak kembali untuk bangkit dan berkembang, Jakarta Biennale ini sudah tertunda hampir empat tahun. 

Dengan melewati berbagi macam persoalaan kini kita diberi ruang lagi untuk melihat dan mengekspresikan karya karya seniman dari berbagai penjuru hingga manca negara.

Untuk dapat berkunjung mengikuti berbagai macam acara, saya dan para pengunjung dianjurkan untuk melakukan reservasi di website resmi Jakarta Biennale yaitu jakartabiennale.id, karen acara ini menggunakan sistem kuota untuk para pengunjung. 

Setelah mendapat email konfirmasi resmi barulah saya dapat ketempat acara berlangsung, yang diselenggarakan didua tempat berbeda yaitu Museum Nasional dan Museum Kebangkitan Nasional (STOVIA), saya yang sudah berpakaian rapih beranjak dari kediaman saya, tak sabar untuk mengikuti jalannya pameran, tanpa berlama lama saya langsung menuju ke Museum Nasional. 

Dalam proses reservasi ini saya dan pengunjung tidak perlu mengeluarkan uang lebih karena pameran Jakarta Biennale ini tidak memungut biaya. Jakarta Biennale memberi dua sesi untuk pengunjung dapat menikmati berbagai macam karya seni dengan kuota per sesi sebanyak 50 orang, di mulai pada pukul 10:00 -- 12:00 WIB pada sesi pertama, dan disambung dengan sesi kedua pada pukul 13:00 -- 15:00 WIB.

Saya yang sangat menantikan acara ini memilih untuk mengikuti sesi pertama bersama dengan rombongan pengunjung lainnya. Dengan tetap mematuhi protokol kesehatan, tidak mengurangi sedikitpun antusias para pengunjung yang datang. Memasuki ruangan demi ruangan, saya pribadi dibuat terpesona dengan keindahan setiap karya terapan yang dipamerkan oleh para seniman. 

Banyak isu yang diangat dan ingin disampaikan didalam pameran seni ini, yang menjelaskan terkait pandemi yang kita hadapi beberapa waktu silam, perubahan iklim yang sama sama kita rasakan dan tidak dapat kita pungkiri keberadaannya. Dan masih banyak aspek kehidupan yang diangkat di dalam pameran ini.

Beberapa saat saya mendapat kabar bahwa Jakarat Biennale, menyediakn ruang publik untuk memperilhatkan sebuah karya, yang bertepatan di Taman Ismail Marzuki. Kembali saya dibuat terkesima dengan karya  seniman milik Yori Antar, ia membuat instalasi struktur besi berwarna merah yang diberi judul "Jakarta Zona Merah", karya ini seperti memperingatkan dan memperlihatkan kondisi Ibu Kota yang kian hari kian menghawatirkan, mulai dari kemacetan, banjir, dan lonjakan pasien Covid yang membuat banyak orang ketakutan. 

Yang saya lihat karya seniman Yori Antar ini merepersentasikan Jakarta dari sudut pandang yang berbeda, untuk mengkritisi masyarakat dan pemerintahan. 

Beberapa karya seni memang harus diletakkan di ruang publik agar dapat dinikmati oleh masyarakat luas, dan karya tersebut dapat berinteraksi dengan lingkungan sekitar untuk mempengaruhi perubahan.

Melihat berbagai macam karya seni di Jakarta Biennale membuat banyak pikiran baru saya terbuaka, prihal keresahan para seniman yang ingin disampaikan hingga sudut pandang saya terhadap kota metropolitan yang sangat istimewa ini. Jakarta Biennale seakan mengajak saya untuk mengenang dan mencintai kota ini jauh lebih luas, dengan berbagai macam problematikanya.  

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun