Mohon tunggu...
Puwan Muda Muawanah 121211059
Puwan Muda Muawanah 121211059 Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa S1 Dian Nusantara

Mahasiswa Universitas Dian Nusantara Dosen Pengampu Prof. Dr, Apollo, M.Si.Ak Jurusan Sarjana Akuntansi Mata Kuliah Akuntansi Forensik

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Pendekatan 5W dan 1H untuk Memory-Enhancing Techniques for Investigative Interviewing: The Cognitive Interview Fishe, Geiselman 1992

1 Juli 2024   08:00 Diperbarui: 1 Juli 2024   08:00 166
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Investigative Interviewing/dokpri

"Memory-Enhancing Techniques for Investigative Interviewing: The Cognitive Interview" oleh Fisher dan Geiselman (1992) membahas berbagai teknik yang digunakan untuk meningkatkan jumlah dan kualitas informasi yang diperoleh dari saksi selama wawancara investigatif.

Prinsip-prinsip Dasar Cognitive Interview

  • Memori dan Pemulihan Memori: Fisher dan Geiselman menekankan pentingnya pemahaman tentang bagaimana memori bekerja, termasuk konsep encoding, storage, dan retrieval. Mereka menjelaskan bahwa memori tidak berfungsi seperti rekaman video, tetapi lebih seperti konstruksi aktif yang dapat dipengaruhi oleh berbagai faktor.
  • Konteks Peristiwa: Menggunakan strategi yang menghubungkan kembali saksi dengan konteks peristiwa asli (misalnya, lingkungan fisik, keadaan emosional) dapat meningkatkan kemampuan saksi untuk mengingat detail yang lebih lengkap dan akurat. Hal ini didasarkan pada prinsip "encoding specificity," di mana memori lebih mudah diakses jika konteks pemanggilan mirip dengan konteks saat encoding.

Teknik Dasar dalam Cognitive Interview

  • Rekonstruksi Lingkungan dan Keadaan Emosional: Pewawancara memandu saksi untuk membayangkan kembali tempat kejadian dan perasaan mereka saat peristiwa terjadi, membantu mengaktifkan konteks yang relevan dalam memori mereka.
  • Laporan Bebas: Pewawancara memberi saksi kesempatan untuk menceritakan apa yang mereka ingat tanpa interupsi. Teknik ini mendorong recall yang lebih spontan dan alami, mengurangi risiko informasi terdistorsi oleh intervensi pewawancara.
  • Pengurutan Ulang Cerita: Pewawancara meminta saksi untuk menceritakan kembali peristiwa dalam urutan yang berbeda, seperti mundur dari akhir ke awal. Teknik ini dapat mengungkap detail tambahan yang mungkin terlewatkan dalam narasi awal.

Keuntungan dan Tantangan Cognitive Interview

  • Efektivitas dalam Berbagai Situasi: Buku ini menyajikan bukti empiris dari berbagai penelitian yang menunjukkan bahwa wawancara kognitif lebih efektif daripada metode tradisional dalam mengumpulkan informasi yang akurat dan lengkap. Contoh kasus dari berbagai jenis kejahatan juga disertakan untuk menggambarkan aplikasi praktisnya.
  • Tantangan dan Batasan: Fisher dan Geiselman tidak mengabaikan tantangan dalam penerapan wawancara kognitif, seperti resistensi dari penyidik yang terbiasa dengan metode tradisional, kebutuhan akan waktu dan sumber daya yang lebih banyak, dan kesulitan dalam melatih pewawancara dengan benar.

Strategi Spesifik untuk Penggalian Informasi

  • Menggali Ingatan Detail: Pertanyaan spesifik (misalnya, 5W dan 1H) digunakan untuk mengarahkan saksi pada aspek tertentu dari peristiwa, membantu mereka mengingat detail yang mungkin tidak muncul dalam narasi umum.
  • Teknik Imajinasi: Pewawancara menggunakan teknik imajinasi untuk membantu saksi membayangkan kembali peristiwa secara detail, menciptakan kembali pengalaman mereka dengan lebih hidup dan akurat.

Strategi yang mendasari wawancara kognitif memiliki beberapa landasan teori. Pertama, dihipotesiskan bahwa informasi yang diingat (disebut sebagai informasi yang dikodekan) disimpan dalam "catatan" atau unit diskrit yang berisi data yang relevan dengan peristiwa. 

Catatan ini diindeks berdasarkan judul dan dapat dicari menggunakan deskripsi hingga catatan yang cocok ditemukan. Informasi tentang konteks, lingkungan di mana peristiwa itu direkam, diyakini merupakan bagian dari informasi deskriptif ini. Oleh karena itu, pemulihan konteks, atau penciptaan kembali lingkungan, membantu individu dalam mengakses informasi deskriptif dan catatan.

Kedua, ada teori alternatif bahwa, bukannya unit-unit terpisah, ingatan kita terdiri dari jaringan asosiasi. Hasilnya, kenangan dari beberapa tempat berbeda dapat diakses. Misalnya, kita bisa memicu ingatan akan suatu peristiwa dengan menggeser perspektif temporal, seperti memulai di tengah atau akhir peristiwa dan melakukan kemunduran.


Model terakhir yang dimasukkan ke dalam proses wawancara kognitif dikenal sebagai teori skema. Teori ini menyatakan bahwa peristiwa-peristiwa yang kita kenal mempunyai naskah yang memandu bagaimana peristiwa-peristiwa itu dikodekan dalam otak kita. Jika kita mengamati peristiwa yang familiar, peristiwa tersebut disusun dalam hierarki slot menurut skrip ini. 

Peristiwa baru disimpan dalam slot berdasarkan slot familiar yang sudah ditulis oleh otak. Hal ini memungkinkan otak untuk menyandikan informasi berdasarkan ekspektasi sebelumnya dan mengisi slot dengan informasi default.

Pendekatan 5W dan 1H (Who, What, Where, When, Why, How) dalam konteks teknik wawancara investigatif yang ditingkatkan memori (Memory-Enhancing Techniques for Investigative Interviewing) dalam "The Cognitive Interview" oleh Fisher dan Geiselman (1992) adalah metode yang digunakan untuk membantu saksi atau korban mengingat lebih banyak detail tentang peristiwa yang mereka alami. Teknik ini adalah bagian dari pendekatan kognitif yang dirancang untuk memaksimalkan pemulihan ingatan dengan cara yang alami dan tidak memimpin. Berikut adalah penjelasan detail mengenai pendekatan ini dalam konteks wawancara kognitif:

Pendekatan 5W dan 1H dalam Cognitive Interview

1. What (Apa)

  • Mengidentifikasi peristiwa atau tindakan spesifik yang terjadi. Pertanyaan ini membantu menggali detail tentang apa yang sebenarnya dilihat atau dialami oleh saksi.
  • Contoh Pertanyaan:
    • "Apa yang Anda lihat saat kejadian itu terjadi?"
    • "Apa yang dilakukan oleh pelaku?"
    • "Apa yang pertama kali menarik perhatian Anda?"

Investigative Interviewing/dokpri
Investigative Interviewing/dokpri

2. Who (Siapa)

  • Mengidentifikasi orang-orang yang terlibat atau hadir pada saat peristiwa terjadi. Pertanyaan ini membantu menentukan saksi lain atau pelaku yang mungkin terlibat.
  • Contoh Pertanyaan:
    • "Siapa saja yang ada di tempat kejadian?"
    • "Siapa yang pertama kali Anda lihat di sana?"
    • "Siapa yang terlibat dalam peristiwa tersebut?"

Investigative Interviewing/dokpri
Investigative Interviewing/dokpri

3. Where (Di mana)

  • Mengidentifikasi lokasi atau tempat terjadinya peristiwa. Pertanyaan ini membantu memperjelas konteks ruang di mana peristiwa terjadi.
  • Contoh Pertanyaan:
    • "Di mana tepatnya peristiwa itu terjadi?"
    • "Anda berada di mana saat itu?"
    • "Di bagian mana dari ruangan Anda melihat kejadian itu?"

Investigative Interviewing/dokpri
Investigative Interviewing/dokpri

4. When (Kapan)

  • Mengidentifikasi waktu atau periode spesifik terjadinya peristiwa. Pertanyaan ini membantu menyusun urutan kronologis kejadian.
  • Contoh Pertanyaan:
    • "Kapan peristiwa itu terjadi?"
    • "Jam berapa kira-kira Anda melihat kejadian itu?"
    • "Berapa lama setelah Anda tiba peristiwa itu terjadi?"

Investigative Interviewing/dokpri
Investigative Interviewing/dokpri

5. Why (Mengapa)

  • Memahami alasan atau motivasi di balik tindakan atau peristiwa. Meskipun sering kali lebih spekulatif, pertanyaan ini dapat memberikan wawasan tambahan tentang konteks dan kemungkinan alasan di balik tindakan tertentu.
  • Contoh Pertanyaan:
    • "Mengapa menurut Anda peristiwa itu terjadi?"
    • "Apa alasan orang tersebut melakukan tindakan tersebut?"
    • "Apakah ada sesuatu yang terjadi sebelumnya yang mungkin menyebabkan peristiwa ini?"

Investigative Interviewing/dokpri
Investigative Interviewing/dokpri

6. How (Bagaimana)

  • Memahami proses atau cara bagaimana peristiwa atau tindakan terjadi. Pertanyaan ini membantu memperjelas urutan dan mekanisme peristiwa.
  • Contoh Pertanyaan:
    • "Bagaimana peristiwa itu terjadi?"
    • "Bagaimana orang tersebut melakukannya?"
    • "Bagaimana Anda bereaksi ketika melihat kejadian tersebut?"

Mengapa Pendekatan Ini Efektif dalam Cognitive Interview

  1. Memfasilitasi Ingatan Mendalam: Pendekatan ini memandu saksi untuk memikirkan berbagai aspek peristiwa, yang dapat membantu mereka mengingat lebih banyak detail yang mungkin terlupakan jika hanya ditanya secara umum.
  2. Mengurangi Risiko Bias Memori: Dengan memberikan struktur yang jelas, pendekatan ini membantu mengurangi kemungkinan saksi membuat asumsi atau mengisi kekosongan dalam ingatan mereka dengan informasi yang salah.
  3. Meningkatkan Kelengkapan Data: Pertanyaan yang berfokus pada 5W dan 1H memastikan bahwa wawancara mencakup semua aspek penting dari peristiwa, sehingga memberikan gambaran yang lebih lengkap dan akurat kepada penyidik.
  4. Mengurangi Tekanan pada Saksi: Pendekatan yang terstruktur membantu saksi merasa lebih terarah dan kurang tertekan, yang dapat meningkatkan kualitas informasi yang diberikan.

Implementasi dalam Praktik Wawancara

  • Tahap Awal Wawancara: Pewawancara memulai dengan pertanyaan terbuka untuk memungkinkan saksi menceritakan kisah mereka tanpa interupsi.
  • Penggunaan 5W dan 1H: Setelah cerita awal, pewawancara menggunakan pendekatan 5W dan 1H untuk mengajukan pertanyaan yang lebih spesifik dan mendetail.
  • Pemfokusan Ulang: Pewawancara mungkin kembali ke elemen-elemen tertentu dari cerita saksi, mengajukan pertanyaan 5W dan 1H tambahan untuk memperjelas dan mendapatkan lebih banyak detail.

Hukum yang berlaku dalam wawancara investigatif, termasuk wawancara kognitif, biasanya berkaitan dengan hak-hak saksi dan tersangka, serta kewajiban penyelidik untuk menjalankan proses yang adil dan sesuai dengan peraturan yang berlaku. Berikut adalah beberapa prinsip hukum yang perlu diperhatikan dalam wawancara investigatif:

  1. Hak untuk Didampingi Penasihat Hukum:

    • Dalam banyak yurisdiksi, tersangka memiliki hak untuk didampingi oleh penasihat hukum selama wawancara atau interogasi. Hal ini untuk memastikan bahwa hak-hak mereka dilindungi dan mereka tidak dipaksa untuk memberikan pernyataan yang memberatkan diri sendiri.
  2. Hak untuk Diam:

    • Tersangka biasanya memiliki hak untuk tidak menjawab pertanyaan tertentu atau untuk tidak memberikan pernyataan yang dapat digunakan untuk memberatkan mereka. Hal ini dikenal sebagai hak untuk diam atau hak untuk tidak menjawab pertanyaan tanpa kehadiran penasihat hukum.
  3. Prinsip Non-Diskriminasi:

    • Wawancara harus dilakukan tanpa diskriminasi berdasarkan ras, jenis kelamin, agama, atau latar belakang lainnya. Penyelidik harus memperlakukan semua individu dengan adil dan hormat.
  4. Pemberitahuan Hak-Hak (Miranda Rights di AS):

    • Di beberapa negara, seperti Amerika Serikat, tersangka harus diberitahu tentang hak-hak mereka sebelum interogasi dimulai. Ini termasuk hak untuk diam dan hak untuk didampingi oleh penasihat hukum. Pemberitahuan ini dikenal sebagai peringatan Miranda.
  5. Rekaman Wawancara:

    • Banyak yurisdiksi mewajibkan wawancara investigatif untuk direkam secara audio atau video. Ini bertujuan untuk menjaga transparansi dan memastikan bahwa tidak ada paksaan atau manipulasi yang terjadi selama wawancara.
  6. Persetujuan dan Koersif:

    • Wawancara harus dilakukan secara sukarela dan tanpa paksaan. Penggunaan teknik wawancara yang memaksa atau manipulatif dapat melanggar hak-hak individu dan membuat pernyataan yang diberikan tidak dapat diterima di pengadilan.
  7. Penanganan Saksi Rentan:

    • Saksi yang rentan, seperti anak-anak atau individu dengan disabilitas, memerlukan perlakuan khusus selama wawancara. Penyelidik harus memastikan bahwa metode yang digunakan sesuai dengan kemampuan mereka untuk memahami dan menjawab pertanyaan.
  8. Kerahasiaan dan Privasi:

    • Informasi yang diperoleh selama wawancara harus dijaga kerahasiaannya dan hanya digunakan untuk tujuan penyelidikan. Pelanggaran privasi saksi atau tersangka dapat memiliki implikasi hukum.

Aplikasi dalam Wawancara Kognitif:

  • Kesesuaian dengan Hukum: Wawancara kognitif harus dilakukan dengan mempertimbangkan hak-hak hukum individu. Misalnya, teknik context reinstatement atau reverse order harus diterapkan tanpa paksaan dan dengan menghormati hak saksi atau tersangka.
  • Pemberitahuan Hak: Sebelum wawancara kognitif dimulai, penyelidik harus memberitahu saksi atau tersangka tentang hak-hak mereka, seperti hak untuk didampingi penasihat hukum dan hak untuk diam.
  • Rekaman dan Transparansi: Wawancara kognitif sering kali direkam untuk memastikan transparansi dan untuk memberikan bukti bahwa teknik yang digunakan tidak melanggar hak-hak individu.

Contoh Kasus: Penipuan Investasi

Seorang investor, Budi, melaporkan kepada pihak berwenang bahwa dia telah menjadi korban penipuan investasi. Budi diiming-imingi oleh seorang pria bernama Andi untuk menginvestasikan sejumlah uang dalam proyek properti yang ternyata tidak pernah ada. Andi menjanjikan keuntungan besar dalam waktu singkat, tetapi setelah Budi mentransfer dana, Andi menghilang dan proyek tersebut tidak pernah terealisasi.

Detail yang Diperoleh:

  • What (Apa):

    • Budi menjelaskan bahwa dia diundang oleh Andi untuk berinvestasi dalam proyek properti yang diklaim akan memberikan keuntungan besar. Andi menunjukkan dokumen-dokumen yang tampak sah, termasuk gambar proyek dan proposal investasi.
  • Who (Siapa):

    • Budi memberikan deskripsi fisik Andi dan informasi kontak yang digunakan Andi selama komunikasi. Budi juga menyebutkan nama-nama beberapa orang yang diperkenalkan oleh Andi sebagai rekan bisnis.
  • When (Kapan):

    • Budi mengingat tanggal dan waktu pertemuan serta kapan dia melakukan transfer dana. Dia juga mengingat percakapan telepon dan email yang terjadi selama proses investasi.
  • Where (Di mana):

    • Budi menjelaskan lokasi pertemuan, termasuk kantor yang diklaim sebagai tempat kerja Andi dan restoran di mana mereka bertemu untuk membahas investasi.
  • Why (Mengapa):

    • Budi menjelaskan motivasinya untuk berinvestasi, termasuk janji keuntungan besar yang diutarakan oleh Andi dan keyakinannya terhadap dokumen yang ditunjukkan oleh Andi.
  • How (Bagaimana):

    • Budi menceritakan bagaimana Andi meyakinkannya untuk melakukan transfer dana, termasuk teknik persuasif yang digunakan dan langkah-langkah yang diambil Andi untuk membuat penipuan tersebut tampak sah.

Penerapan Prinsip Hukum:

  • Hak untuk Didampingi Penasihat Hukum:

    • Budi diberi kesempatan untuk didampingi oleh penasihat hukum selama wawancara, meski dia memilih untuk tidak menggunakan hak ini.
  • Hak untuk Diam:

    • Budi diberitahu bahwa dia bisa berhenti menjawab pertanyaan kapan saja jika merasa tidak nyaman.
  • Non-Diskriminasi:

    • Penyelidik memperlakukan Budi dengan hormat dan tidak membuat asumsi berdasarkan latar belakangnya.
  • Rekaman Wawancara:

    • Seluruh wawancara direkam untuk memastikan transparansi dan sebagai bukti bahwa tidak ada paksaan yang digunakan.

Dengan menggunakan teknik wawancara kognitif dan memperhatikan prinsip-prinsip hukum yang berlaku, penyelidik berhasil mendapatkan informasi yang lebih rinci dan akurat dari Budi. Informasi ini kemudian membantu penyelidik dalam mengidentifikasi pola penipuan yang digunakan oleh Andi dan mengumpulkan bukti tambahan yang relevan untuk mengusut kasus tersebut.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun