Jumlah masyarakat yang mulai mengurangi konsumsi beras semakin meningkat dari waktu ke waktu karena kampanye kesehatan (antara lain untuk mengurangi konsentrasi gula dalam tubuh). Sayangnya, pengurangan konsumsi beras tersebut tidak disubstitusi dengan konsumsi makanan berbahan asli Indonesia yang seperti ubi.Â
Pamor bahan makanan berbahan dasar impor telah mengalahkan pamor makanan lokal sehingga mereka yang memutuskan pengurangan konsumsi beras lebih memilih roti rendah gula berbahan gandum, kentang impor dan aneka pangangan berbahan impor lainnya.
Melihat proses panjang dan keterlibatan berbagai unsur dalam kesuksesan penetrasi bahan-bahan makanan luar ke Indonesia, kita layak menyebut proses itu sebagai westernization of diet. Istilah ini mengindikasikan bahwa ketergantungan masyarakat yang semakin tinggi terhadap gandum dan bahan-bahan makanan impor lain tidak sepenuhnya terjadi secara organik.Â
Logisnya, kampanye pelaku industri yang ditumpangi oleh politik pangan negara-negara produsen memainkan peran penting dalam proses tersebut.
Dalam kontestasi politik pangan global, Indonesia semakin tersandera karena semakin sulit lepas dari dampak perubahan-perubahan harga gandum dan bahan-bahan makan impor lainnya. Sebagai gambaran, menurut data BPS konsumsi gandum Indonesia di atas 10 juta ton per tahun.Â
Semua itu harus diimpor karena gandum tidak termasuk bagian dari budidaya sektor pertanian Indonesia. 84 % dari total kebutuhan itu didatangkan Indonesia dari tiga negara yakni Australia, Ukraina dan Kanada.
Dari data tersebut kita bisa melihat betapa rentannya Indonesia terhadap gejolak sosial politik dan ekonomi di tiga negara tersebut hanya dari sisi harga gandum saja. Dalam kaitan dengan perang Rusia dan Ukraina yang masih berlangsung sekarang, Indonesia tentu tidak bebas menentukan sikap karena tersandera oleh kebutuhan akan gandum dari Ukraina dan Kebutuhan akan bahan impor lain dari Rusia.
Dalam artikel kedua saya mendiskusikan konsekuensi lebih luas (dalam geopolitik global) dari minimnya visi jangka panjang Indonesia dalam kebijakan-kebijakan di sektor pangan sehingga semakin tergantung dan tersandera oleh produk-produk impor.
***
Selanjutnya baca: Populisme Politik Pangan Indonesia