Selain keteladanan sosial, kekecewaan pada kualitas penyelenggaraan pemerintah dan ketimpangan sosial ekonomi dapat juga menjadi katalisator tumbuhnya bibit-bibit radikalisme. Mereka yang kecewa pada pemerintah karena merasa aspirasi sosial-politik atau sosial ekonominya tak diakomodir secara psikologis akan lebih terbuka pada tawaran-tawaran alternatif lain. Mereka tergoda untuk membayangkan bentuk negara ideal lainnya yang dalam hal ini dipenuhi oleh imajinasi tentang negara berbasis agama yang ditawarkan oleh idiologi transnasional. Kecemburuan karena tingginya ketimpangan ekonomi dapat memperkuat imajinasi seperti itu.
Dalam Psikologi telah sering dibuktikan bahwa orang-orang yang memendam kekecewaan akan cenderung mencari alternatif untuk mengobati rasa kecewanya. Orang yang berada dalam kondisi seperti itu juga lebih mudah untuk dipengaruhi atau lebih rentan terhadap tawaran alternatif-alternatif baru. Dengan menggunakan kerangka pemikiran yang sama, saya meyakini kurangnya keteladanan sosial, ketimpangan ekonomi dan rendahnya kualitas penyelenggaraan pemerintahan menyerap aspirasi warga, merupakan pra-kondisi  bagi perkembangan idiologi transnasional di Indonesia.
Dengan kerangka pemikiran di atas kita dapat memahami mengapa konten-konten yang memuat ajaran radikal di media sosial selalu medapatkan jumlah viewer yang tinggi dan pengajian-pengajian yang sering disinyalir memuat konten radikal selalu berhasil menarik banyak peserta. Mereka yang memendam kekecewaan akibat kondisi yang digambarkan di atas difasilitasi mengembangkan imajinasi tentang negara ideal melalui konten-konten di media sosial dan ceramah-ceramah di pengajian-pengajian tertentu.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H