Mohon tunggu...
Putu Suasta
Putu Suasta Mohon Tunggu... Wiraswasta - Alumnus UGM dan Cornell University

Alumnus UGM dan Cornell University

Selanjutnya

Tutup

Money

Bansos Salah Sasaran dan Fondasi Pembangunan yang Keropos

26 November 2021   12:20 Diperbarui: 26 November 2021   12:28 233
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

China berhasil mengangkat 800 juta penduduknya dari garis kemiskinan hanya dalam kurun waktu sekitar 3 dekade. Jumlah tersebut kira-kira setara dengan 3 kali jumlah penduduk Indonesia. Selain China, belum ada contoh negara yang berhasil mengentaskan kemiskinan dalam skal eksponensial seperti itu. Karena itulah model pembangunan China kemudian menjadi sorotan hampir di seluruh dunia termasuk di Indonesia.

 The New York Times menurunkan liputan khusus secara berseri pada tahun 2018 tentang capaian menakjubkan China, dengan judul salah satu artikelnya "The Land that Failed to Fail" (nytimes.com, 18/11/18). Sebagaimana dikilas balik The New York Times, hingga awal tahun 1980-an China lebih menunjukkan ciri-ciri calon negara gagal dengan penduduk terbanyak di dunia di mana lebih dari 50 % hidup di bawah garis kemiskinan. 

Setelah Revolusi Kebudayaan, sekitar 1984 mereka merumuskan pembangunan seperti apa yang akan dijalankan. Mereka terlebih dahulu memutakhirkan pendataan dan membuat pemetaan demografi sebagai dasar mendesain pembangunan yang benar-benar sesuai kebutuhan masyarakat. Mereka membuka diri pada pasar dan kemajuan teknologi Barat, tetapi tidak tunduk pada kapitalisme global dan tidak mau didikte oleh para teknokrat Barat. 

Dengan model pembangunan yang tepat, China justru berhasil membuat negara-negara Barat jadi pelayan kepentingan mereka, bukan menjadi tuan yang mendikte. Karena itulah mereka tidak hanya gagal menjadi negara gagal (meminjam bahasa The New York Times), tetapi lebih dari itu menjadi negara paling berpeluang melampaui capaian ekonomi dan pembangunan Amerika Serikat.

Iklusi Keuangan

Cara China membuat dasar yang kokoh pada pembangunan semestinya terlebih dahulu ditiru para teknokrat dan para politisi kita sebelum terobsesi meniru agresivitas pembangunan negeri tirai bambu tersebut. Untuk membuat perbandingan lebih konkrit, mari kita kembali pada persoalan bansos yang diangkat Risma.

Sebagian besar penyimpangan dana basos ke penerima yang tidak layak terjadi karena masih banyaknya masyarakat Indonesia yang tak memiliki akses ke fasilitas keuangan non-tunai. Pandemi Covid-19 membuat permasalahan  ini lebih kentara. 

Penyaluran berbagai bentuk bantuan sosial melalui Bank di selama masa pandemi memberi celah bagi oknum-oknum tak bertanggungjawab (termasuk ASN yang dituding Risma) untuk memamfaatkan kelemahan masyarakat miskin dalam akses keuangan. Karena calon penerima tidak memiliki rekening Bank, para oknum memasukkan data-data diri, keluarga atau kerabat mereka sebagai pengganti.

Dalam artikel lain saya pernah mengulas bagaimana China menyukseskan iklusi keuangan hingga ke lapisan terbawah: para pedagang kaki lima, petani di pelosok, para buruh, hingga nelayan di pesisir terpencil. Tanpa iklusi keuangan, masyarakat miskin akan lebih sering menjadi komoditi politik daripada menjadi target pembangunan.

Dalam beberapa tahun terakhir, capaian-capaian dalam program iklusi keuangan kerap dipertontonkan. Sekali lagi, temuan Risma menyadarkan kita bahwa pekerjaan di bidang iklusi keuangan masih jauh dari kategori berhasil di negeri ini. Dalam hal ini lemahnya data kependudukan juga merupakan biang kerok. 

Tanpa data-data yang sahih, akan sulit menjalankan program iklusi keuagan yang benar-benar menjangkau masyarakat pada lapisan terbawah. Dalam perspektif inilah kita dapat melihat betapa keroposnya fondasi pembangunan yang kita gembor-gemborkan dalam beberapa tahun terakhir.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun