Mohon tunggu...
Putu Shinta Aiswarya
Putu Shinta Aiswarya Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Ilmu Komunikasi

Hanya seorang anak yang gemar menulis

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Fenomena Japanese Wave di Indonesia dalam Perspektif Teori Komunikasi

1 November 2021   06:35 Diperbarui: 1 November 2021   06:37 1339
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Kadar dependensi khalayak terkait media sebagai penyalur atau perantara dalam menggali segala hal tentang Jepang sangatlah besar dan menguntungkan. Selain nama media yang semakin besar, pundi-pundi uang mengalir dengan cepat dan singkat. 

Hal ini akan memicu perkembangan yang bisa dibilang positif karena dari pandangan Teori Difusi Inovasi, media massa yang sering atau mengikuti selera pasarnya, akan cenderung dipandang positif dan menguntungkan bagi masyarakat. Contohnya seperti stasiun TV yang menyiarkan tentang Jepang, maka ia akan di cap positif dan dianggap bermanfaat bagi masyarakat pecinta budaya Jepang karena mengekspose segala hal terkait Jepang.

Karena Jepang sangat terkenal hingga ke mancanegara, banyak perusahaan media yang berlomba-lomba menggait pasar untuk mendapatkan keuntungannya. Dapat dilihat dari Teori Determinasi Teknologi yang menitik beratkan perkembangan teknologi yang memaksa mereka untuk terus menambah kualitas teknologinya. Seperti munculnya aplikasi untuk menonton anime Jepang yang kini tersedia di berbagai platform, ada pula aplikasi grab atauu gojek yang juga memudahkan para pecinta Jepang memesan makanan Jepang, dsb.

Menilik pada Teori Spiral Keheningan yang mengupas tentang sebagaimana masyarakat cenderung diam karena mereka menjadi mayoritas. Hal ini menjadi kewaspadaan tersendiri, karena pecinta Jepang condong" melakukan" rasisme dan "di"rasisme. 

Dua kejadian tersebut bisa terjadi kapanpun. Misalkan, pecinta Jepang mudah melakukan rasisme terhadap saudara sebangsanya sendiri karena dianggap kuno, dekil, dan tidak sesuai dengan standar kebersihan Jepang. Tetapi banyak pula yang melakukan tindakan rasisme terhadap pecinta Jepang. Mereka sering dipanggil "wibu" yang berujung ke pembullyan, hingga membuat mereka takut atau berujung ke anti sosial.

Dibalik itu semua, terdapat dampak positif pula pada masyarakat pecinta Jepang, yakni mereka menjadi paham dan dapat beradaptasi dengan kebudayaan baru, dapat mempelajari segala hal tentang Negara lain sesuai konsep diplomasi atau hubungan internasional, dapat membantu keuangan Indonesia, dapat menjadikan Indonesia sebagai Negara maju dengan motivasi Jepang, dsb. Sudah sepantasnya kita dapat menyaring hal-hal yang baik ataupun buruk karena apapun yang terjadi apalagi berlebihan hasilnya tidak akan baik. Jadilah penikmat sesuatu dengan sewajarnya, jangan sampai identitas Negara kita atau budaya kita tergerus.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun