"Devin, itu lihat. Bagus sekali mejanya, semoga nanti ada rejeki untuk beli itu supaya gaperlu di bawah lagi makannya," ibu tersenyum sambil terus memandang meja itu penuh harap.
Padahal kala itu aku berjanji pada diriku sendiri untuk mewujudkan impian ibu dan ayah yang terhalang olehku. Namun, dengan mudahnya aku kesal hanya karena ibu ingin membeli meja itu. Meja itu memang kuno, karena ibu menginginkan itu dulu namun tak sanggup membeli dan baru diberi rejeki sekarang. Sekarang meja itu memang tak lagi sesuai zaman.
Sedih, sekeras itu mereka berjuang. Bahkan untuk baju baru tak mampu mereka beli. Tapi, bajuku selalu baru. Selalu dengan bahan terbaik, selalu cantik. Malam di saat aku mengingat semua ini, aku menangis sejadi-jadinya, merasa bersalah sekaligus bersyukur. Mereka utuh bahkan ketika angin kencang sekali, bahkan ketika banyak jalan berbatu, bahkan ketika dunia tak lagi memihak pada peruntungan kita. Mungkin meja itu selamanya akan menjadi simbolik terima kasih, untuk ayah dan ibuku.