1. Diversi
Sistem peradilan pidana yang di dalamnya terdiri atas proses penyidikan, proses penuntutan, proses pengadilan, dan proses pemasyarakatan merupakan bentuk formal dalam penyelesaian terhadap tindak pidana. Namun demikian tidaklah seluruh tindak pidana tersebut harus diselesaikan melalui bentuk formal.Â
Dalam hal tertentu, suatu tindak pidana sangat memungkinkan untuk diselesaikan melalui alternative lain. Lahirnya Undang Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak, telah menentukan dan mengatur alternative penyelesaian perkara Anak berupa penyelesaian perkara di luar proses peradilan.Â
Hal tersebut dikenal dengan sebutan diversi. Berdasarkan pasal 1 angka 7 (tujuh) Undang Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak disebutkan bahwa "diversi adalah pengalihan penyelesaian perkara Anak dari proses peradilan pidana ke proses di luar peradilan pidana".
2. Keadilan restoratif
Tindak pidana yang dinilai juga sebagai suatu aksi kejahatan merupakan salah satu fenomena sosial yang sering kali muncul dalam kehidupan masyarakat.Â
Ketika fenomena itu muncul, tidak dapat dihindari timbulnya kerugian yang diderita korban maupun masyarakat secara luas. Timbulnya kerugian inilah yang mendorong munculnya respon / reaksi dari masyarakat ataupun negara untuk mengatasi kejahatan tersebut. Namun pada kenyataannya, ketika tindak pidana tersebut diselesaikan melalui proses peradilan, negaralah yang lebih banyak berperan. Sementara itu, pihak korban dan masyarakat yang terkena dampak dari tindak pidana teresebut tidak banyak dilibatkan dalam penyelesaiannya.Â
Dari sinilah awal munculnya rasa ketidakadilan dalam penyelesaian suatu tindak pidana, baik yang dirasakan oleh korban, masyarakat, bahkan oleh pelaku sendiri. Dengan demikian perlu adanya suatu pendekatan dalam penyelesaian masalah tindak pidana yang melibatkan banyak pihak, baik korban, pelaku, maupun masyarakat.Â
Adanya rasanya keadilan yang dirasakan oleh korban, pelaku, maupun masyarakat dan pelibatan merekan dalam penyelesaian masalah tindak pidana dapat dikatakan sebagai keadilan restorative.Â
Bila mengacu kepada Undang Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak, dalam pasal 1 (satu) angka 6 (enam) disebutkan bahwa " keadilan restoratif adalah penyelesaian perkara tindak pidana dengan melibatkan pelaku, korban, keluarga pelaku/korban, dan pihak lain yang terkait untuk bersama-sama mencari penyelesaian yang adil dengan menekankan pemulihan kembali pada keadan semula, dan bukan pembalasan".
Diversi yang dilakukan dalam penyelesaian perkara Anak harus dilakukan dengan pendekatan keadilan restorative. Hal tersebut terkait dengan isi pasal 7 ayat (1) yang menyebutkan bahwa " Pada tingkat penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan perkara Anak di pengadilan negeri wajib diupayakan diversi " dan isi pasal 5 ayat (1) yang menyebutkan bahwa "Sistem Peradilan Pidana Anak wajib mengutamakan pendekatan keadilan restorative". diversi sebagai alternative penyelesaian perkara Anak memiliki beberapa tujuan. Berdasarkan pasal 6 Undang Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak, tujuan diversi adalah :
1. Mencapai perdamaian antara korban dan Anak
Keputusan yang diambil dalam diversi merupakan keputusan bersama berbagai pihak, khususnya Anak dan korban. Keputusan bersama ini cenderung lebih bisa memuaskan dan memenuhi rasa keadilan semua pihak. Oleh karena itu perdamaian antara Anak dan korban dapat diwujudkan.
2. Menyelesaikan perkara Anak di luar proses peradilan
Sesuai dengan definisinya, pelaksanan diversi dalam menyelesaikan perkara Anak akan mengesampingkan proses peradilan.
3. Menghindarkan Anak dari perampasan kemerdekaan
Penyelesaian perkara Anak di luar proses peradilan menutup peluang terjadinya penahanan maupun pemenjaraan terhadap Anak. Berdasarkan Undang Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak ditegaskan bahwa kesepakatan dalam diversi tidak menyebutkan adanya hal yang bersifat perampasan kemerdekaan.
4. Â Mendorong masyarakat untuk berpartisipasi
Masyarakat merupakan salah satu pihak yang harus dilibatkan dalam proses diversi. Sekalipun kesepakatan diversi tersebut merupakan hasil kesepakatan bersama antara Anak dan korban, namun pada dasarnya kesepakatan tersebut diambil setelah mendapatkan saran ataupun pendapat masyarakat.
5. Menanamkan rasa tanggung jawab kepada Anak
Diversi tidaklah berarti Anak dibebaskan dari tanggung jawab atas perbuatannya. Oleh karena itu , dengan adanya diversi ini setiap perkara Anak tidak begitu saja dialihkan keluar proses peradilan. Melalui diversi ini, Anak tetap harus mempertanggungjawabkan perbuatannya. Bentuk peratnggungjawaban tersebut adalah berupa pengakuan atas perbuatannya, kesediaam mengganti kerugian, maupun hal-hal lain yang disepakati.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H