Mohon tunggu...
Putu Djuanta
Putu Djuanta Mohon Tunggu... karyawan swasta -

Keen on capital market issues, public relations, football and automotive | Putu Arya Djuanta | LinkedIn | Yatedo | Twitter @putudjuanta | https://tensairu.wordpress.com/ | https://www.carthrottle.com/user/putudjuanta/

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Artikel Utama

Karena Kompasiana, Saya Dikira Jurnalis

15 September 2015   17:05 Diperbarui: 16 September 2015   08:23 776
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption caption="Love A Journalist, Dok. Pribadi"][/caption]Seperti Kompasianer lainnya, saya termasuk salah satu orang yang beruntung karena bisa menjadi bagian dari jurnalisme warga ini. Berawal dari silent reader, saya mulai coba-coba untuk menayangkan sebuah artikel. Pelan tapi pasti, saya ikut bertualang dan berguru dengan penulis hebat di Kompasiana. Saat Pilpres tahun lalu, saya menyumbang beberapa artikel yang mendapat hits jumlah pembaca dan rating lumayan untuk kategori pemula. Tapi saya selalu sadar diri, belum punya jam terbang tinggi untuk melahirkan artikel yang bisa dibaca secara luas. Istilah kasarnya, menulis bukanlah bakat saya.

Bicara soal tulis-menulis, kadang saya teringat pada almarhum ayah saya. Waktu masih kecil dulu, saya sering menemani ayah ke kantor pos untuk mengirim naskah tulisan. Beberapa kali tulisan beliau dimuat di surat kabar dan majalah, tapi ada juga yang ‘dikembalikan’ ke si penulis. Biasanya, ia memasukkan 2 atau 3 buah perangko ekstra ke dalam amplop (antisipasi jika tulisan ditolak). Bisa dinilai sendiri betapa repotnya era dulu, dimana internet belum populer seperti saat ini. Hadirnya Kompasiana patut disyukuri sebagai lahirnya jendela informasi yang senantiasa aktual, inspiratif, menarik dan bermanfaat.

Tiga bulan setelah terverifikasi, artikel Jose Mujica yang saya tayangkan ternyata dipilih admin ke jajaran Headline. Itulah salah satu pengalaman yang menyenangkan dan sekaligus bikin deg-degan. Komentar dari pembaca dan jumlah vote ternyata bisa menambah semangat untuk mengenal Kompasiana. Kebetulan juga, saya sempat terpilih dan mencicipi serunya acara nangkring Kompasiana bersama pabrikan otomotif terkenal. Ketika reportase wajib di-share ke Facebook dan Twitter, saya pernah dikira jurnalis oleh bos saya sewaktu masih berkutat dengan Praktik Kerja Lapangan (PKL).

[caption caption="Screenshot WhatsApp, Dok. Pribadi"]

[/caption]

Soal produktivitas, saya bukan termasuk Kompasianer yang produktif. Dilihat dari statistiknya, tulisan saya tidak sebanyak rekan-rekan Kompasianer yang lebih rajin mengikuti topik pilihan dan isu yang sedang berkembang. Tema penulisan saya masih sebatas pengalaman pribadi dan hobi yang saya minati. Baru beberapa bulan terakhir saya mulai menulis lagi tentang sepakbola dan pasar modal, industri dimana saya mencari nafkah. Setahun lebih ber-Kompasiana, terdapat beberapa pengalaman dan manfaat positif yang saya dapatkan. Berikut rangkumannya:

Artikel dikomentari oleh Pemimpin Redaksi Kompas.com

Pada tanggal 20 Juni 2014, saya menayangkan artikel tentang kehati-hatian dalam bersosial media yang terinspirasi dari Gallery of Rogues. Artikel tersebut tidak diberi label HL atau Hlt oleh admin, namun mendapat vote dari salah satu Kompasianer yang saya kagumi dan sama-sama berawalan huruf “P”, alias Pebrianov. Apakah berhenti sampai disitu? Tidak, belum. Ternyata artikel saya sempat dibaca dan mendapat komentar dari Taufik H. Mihardja, Pemimpin Redaksi Kompas.com. Tahun lalu, beliau berpulang ke pangkuan Yang Maha Kuasa. Meski belum mengenal beliau, saya turut merasa kehilangan.

[caption caption="Screenshot artikel penulis di Kompasiana"]

[/caption]

Artikel dimuat di Harian Umum Radar Riau

Bekerja sebagai pelaksana fungsi kepatuhan dan anti money laundering, saya biasa dituntut untuk mengikuti tren dan modus pencucian uang. Ketika ada wacana tentang revisi UU KPK, saya tergerak untuk membuat sebuah artikel yang merujuk pada laporan APG Yearly Typologies Report 2014. Pada artikel tersebut, saya membuat analisis mengenai urgensi penyadapan untuk mengungkap kasus korupsi. Tanpa disangka-sangka, artikel tersebut dan foto saya di Kompasiana bisa tiba-tiba masuk ke rubrik opini di Radar Riau -- padahal saya belum pernah sekalipun mengunjungi Riau.

[caption caption="Screenshot Radar Riau di Issuu.com"]

[/caption]

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun