Sejauh yang saya amati, perusahaan mobil terkemuka biasanya dipelopori oleh seorang tokoh yang punya passion otomotif. Di Jepang, Soichiro Honda menjadi salah satu tokoh yang dihormati. Kehancuran bisnis akibat Perang Dunia, membuat Honda menjadi sosok yang pantang menyerah dan inovatif. Dari biografinya, Honda sukses mendengungkan slogan "the power of dream". Kiprahnya sampai saat ini, Honda masih produktif dan produknya diminati oleh masyarakat di Indonesia.
Beralih ke Amerika, usaha Henry Ford di tahun 1903 telah mewariskan konsep mobil yang mendunia untuk segala segmen. Di Perancis, Peugeot begitu mudah ditemui sehari-hari. Hal tersebut terlihat jelas pada film layar lebar yang berjudul Taxi 2 dan Taxi 3 pada awal tahun 2000-an. Jerih payah Armand Peugeot di tahun 1896 berhasil menorehkan sejarah impresif World Rally Championship. Dari Italia, Ferrari sudah pasti terdengar familiar. Rintisan Enzo Ferrari ini seperti menjadi must-have cars untuk miliarder, termasuk pesepakbola di Eropa.
Secara logis, ke-4 pabrikan di atas memang sudah mengatasi masa sulit. Bagaimana dengan industri mobil di Indonesia? Sebagian orang mungkin akan mengingat Tommy dan Bambang sebagai "pembuka jalan" bagi mobil nasional. Namun sayang, produksi Timor dan Bimantara sempat terguncang krisis ekonomi. Keberlangsungan dua merek lokal ini seakan terhenti dalam fase yang belum sempat mendunia. Pasca krisis, kedua merek tersebut tidak mengimbangi langkah produsen otomotif dari luar negeri.
Bicara mobil khususnya kategori sport, sebagian dari kita tentu mengenal Ferrari, Lamborghini, Mercedes Benz, Jaguar, Porsche dan BMW. Namun demikian, ada satu merek yang tidak bisa diremehkan yaitu Koenigsegg dari Swedia. Berdasarkan hasil penelusuran internet, mobil ini memang layak diganjar sebagai One of the 10 Most Beautiful Cars oleh Forbes Magazine. Dalam salah satu episode Top Gear, varian Koenigsegg CCX berhasil mencapai waktu lap tercepat dengan raihan 1:17.6 di tahun 2007.
Berbeda dengan pabrikan eropa yang sudah disebutkan di atas, Christian von Koenigsegg ‘baru’ mendirikan Koenigsegg Automotive di tahun 1994 saat usianya 22 tahun. Dalam waktu yang relatif singkat, debut Koenigsegg di Geneva Motor Show tahun 2006 berhasil menarik perhatian pengagum mobil sport. [caption id="attachment_396699" align="aligncenter" width="560" caption="sumber : http://www.koenigsegg.com/models/trevita/"][/caption] Berkat spesifikasi di atas rata-rata, Koenigsegg CCXR Trevita memperoleh “world's most expensive streetlegal supercars” dengan harga US $4,850,000. Dari situlah terlihat, realisasi cita-cita Koenigsegg sejak kecil sudah membuktikan bahwa man behind the gun adalah hal penting.
Sebagaimana diberitakan oleh media, perusahaan Indonesia PT Adiperkasa Citra Lestari (Adiperkasa) telah melibatkan Proton Malaysia untuk mobil nasional. Menurut saya, hal tersebut tidak perlu dipermasalahkan. Dalam suatu industri, survival of the fittest pasti terjadi. Sepuluh tahun lalu, mungkin tidak ada yang memprediksi bahwa penjualan Nokia bisa terpuruk disalip merek lain yang mengusung Android. Begitu pula dengan industri mobil. Jika mobil nasional tidak memenuhi ekspektasi calon pembeli, pemain lama tetap akan berkibar di pangsa pasar otomotif yang sudah sesak. Semua tergantung the Man behind the Gun.
Salam Kompasiana.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H