Di sebuah kota kecil, tinggalah Hans bersama neneknya. Hans adalah seorang anak yang rajin dan cekatan. Setiap hari, Hans  membantu nenek berjualan kue pai. Mereka memiliki sebuah toko kecil di tengah kota. Kue pai buatan nenek sebenarnya sangat enak dan terkenal di kota itu.
Tapi entah mengapa sudah sebulan ini, toko mereka sepi dari pengunjung. Hans dan nenek berusaha memvariasi menu di toko. Jika tadinya kue pai hanya ada satu rasa, sekarang nenek menambah beberapa rasa. Nenek membuat kue pai rasa bluberry, strawberry, dan keju. Pengunjung sempat bertambah. Tapi lama-lama pengunjung kembali sedikit. Hans merasa kasihan pada nenek. Nenek jadi sering termenung.
Pada suatu hari, datanglah seorang kakek ke toko mereka. "Selamat datang Kek. Kakek hendak memesan apa?" tanya Hans ramah.
Kakek itu tidak langsung memesan. Dia melihat ke sekeliling toko kecil mereka. Dilihatnya tumpukan piring di sudut toko. Lalu ada sedikit sarang laba-laba dekat pintu masuk. Bunga-bunga kecil tampak menghiasi bagian atas etalase. Deretan kue pai di etalase tampak menggugah selera.
"Aku mau pesan sepotong pai labu dan secangkir coklat panas," jawab sang kakek sambil duduk menghadap jendela. Barang bawaannya ditaruh dekat kakinya. Hans sempat melirik. Kakek membawa sebuah ketel berwarna putih keperakan.
"Baiklah. Tunggu sebentar ya, Kek," jawab Hans sambil bergegas menyiapkan pesanan kakek tersebut. Tak lama kemudian, pesanan kakek sudah terhidang di meja. Hans pun menyilahkan kakek menikmatinya.
"Mmmm, enak sekali kuenya," ujar kakek sambil terus menikmati kue pai tersebut.
"Nenek yang membuatnya. Sudah lama kami membuat dan berjualan kue pai," jelas Hans sambil duduk di hadapan kakek, "Tetapi akhir-akhir ini, kue pai buatan nenek kurang laku."
"Mengapa?" tanya kakek penasaran.
"Entahlah. Padahal kami sudah menambah variasi rasa kue pai. Tetap saja kurang laku. Padahal kue pai buatan nenek sangat enak," keluh Hans sambil menunduk.
Tak lama kakek pun menyelesaikan makannya. Dia berdiri sambil mengangkat ketelnya, "Nak, ketel ini bisa membantumu supaya kue pai buatan nenekmu laris kembali," kata kakek  sambil menyerahkan ketel itu.
Hans terdiam mendengar perkataan kakek. Dia bingung. Benarkah ketel ini bisa membantunya.
"Tapi ada syaratnya," jelas kakek.
"Apa, kek?"
"Ketel ini hanya suka di tempat yang bersih. Oh ya, berapa semua," tanya kakek hendak membayar.
"Tidak usah Kek. Ketel ini saja cukup," jawab Hans seraya menerima ketel itu dengan senang.
Sepeninggal kakek, Hans bingung. Tapi tidak ada salahnya kan mencoba. Akhirnya, hari itu Hans meminta nenek tutup lebih awal. Kue yang belum habis dibagikan pada beberapa tunawisma. Keesokan harinya, Hans segera membersihkan ruangan toko tersebut. Piring-piring yang tadi dilihat di sudut oleh kakek dicuci dan ditaruh dalam lemari. Piring-piring untuk memajang kue disusun dalam etalase dengan cantik. Langit-langit toko dibersihkan dari sarang laba-laba. Lantai disapu dan dipel dengan bersih. Bagian dapur tempat memasak pun tak luput dibersihkan. Etalase dilap hingga kacanya bening. Begitu pun dengan kaca jendela. Semua dilap hingga bening. Semua perabot seperti kursi, meja dilap hingga bersih. Dia pun bergegas membeli beberapa pot bunga lily lalu disusunnya di depan toko kecil mereka. Ketel sang kakek ditaruhnya di sudut etalase. Hans masih berpikir ketel itu akan membantunya. Setelah selesai, Hans tampak puas melihat toko kecilnya yang sudah berubah menjadi lebih menarik.
Beberapa hari kemudian, Hans dan nenek membuka toko seperti biasa. Nenek membuat beberapa pai yang lezat. Pelanggan akhirnya datang. Mereka terpukau melihat perubahan toko Hans. Hans pun menyilahkan mereka untuk masuk dan membeli kue pai. Benar saja. Hari itu, toko kue pai Hans sangat laris. Pembeli tidak berhenti datang untuk membeli. Hans sangat senang. Berkali-kali ia melihat ketel pemberian sang kakek. Sejak hari itu, toko kue Hans dan nenek semakin ramai dan terkenal. Banyak pengunjung dari kota lain mampir membeli kue pai.
Sebulan kemudian, sang kakek datang lagi ke toko Hans. Hans segera menyambutnya dan bercerita panjang lebar.
"Kek, terima kasih ketelnya. Sejak kakek memberi ketelo itu, toko kami langsung ramai. Sampai hari ini, pengunjung selalu membeli kue pai buatan nenek," kata Hans dengan mata berbinar- binar dan menyerahkan ketel itu ke kakek.
Kakek hanya tersenyum mendengar cerita Hans. Diambilnya ketel itu dari tangan Hans.
"Tidak ada yang ajaib dengan ketel itu," jelas kakek.
"Tidak ada yang ajaib?" tanya Hans keheranan.
"Tidak ada. Ini hanya ketel biasa saja. Semua orang pernah memakainya. Semua berubah karena dirimu sendiri. Apa yang kau lakukan ketika menerima ketel ini?"
"Aku langsung membersihkan toko dan membuatnya lebih rapi. Sejak saat itu, pembeli pun berdatangan."jawab Hans bersemangat.
"Bukan karena ketel. Mereka datang karena tokomu rapi, bersih, dan kau sangat ramah," jelas kakek sambul tersenyum.
Hans paham dengan penjelasan kakek. Dulu memang tokonya kurang rapi walaupun kue buatan nenek enak. Sekarang dia tahu betapa pentingnya toko yang bersih untuk menarik pengunjung.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H