Mohon tunggu...
putri wahyuningsih hapsari
putri wahyuningsih hapsari Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

UIN Raden Mas Said Surakarta

Selanjutnya

Tutup

Ruang Kelas

Implementasi Konsep Kelsen dalam Hukum Indonesia dan Kritik Filsafat Hukum Positivisme

26 September 2024   01:42 Diperbarui: 26 September 2024   06:37 43
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 50/PUU-XVII/2019 tentang Pengujian Uji Materiil Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2013 tentang Organisasi Kemasyarakatan.

Dalam putusan tersebut, Mahkamah Konstitusi menolak pengujian uji materiil Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2013 tentang Organisasi Kemasyarakatan. Putusan ini menunjukkan bahwa Mahkamah Konstitusi mengacu pada konsep hierarki hukum yang dikemukakan oleh Hans Kelsen, yaitu bahwa hukum yang lebih tinggi memiliki kekuatan yang lebih besar daripada hukum yang lebih rendah. Dalam hal ini, Undang-Undang Dasar 1945 sebagai hukum yang lebih tinggi memiliki kekuatan yang lebih besar daripada Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2013 tentang Organisasi Kemasyarakatan.

Dari perspektif filsafat hukum positivisme, hukum adalah sebuah fakta sosial dan keberadaannya bergantung pada penerimaan oleh mayoritas, termasuk masyarakat dan otoritas hukum. Dalam kasus ini, mayoritas otoritas hukum di Indonesia menerima konsep hierarki hukum, sehingga putusan Mahkamah Konstitusi dianggap sebagai hukum yang sah.

Mazhab hukum positivisme yang terkait dengan kasus ini adalah mazhab hukum positivisme normatif, yang dikemukakan oleh Hans Kelsen. Mazhab ini berfokus pada analisis struktur hukum dan mengabaikan aspek nilai dan moral dalam hukum.

Meskipun mazhab hukum positivisme memiliki kelebihan dalam memberikan kepastian dan kejelasan hukum, namun mazhab ini juga memiliki kelemahan. Salah satu kelemahan adalah bahwa mazhab ini terlalu formalistik dan tidak memperhatikan konteks sosial dan budaya masyarakat. Dalam kasus ini, putusan Mahkamah Konstitusi hanya memperhatikan aspek formal hukum dan tidak memperhatikan dampak sosial dari putusan tersebut.

Namun, saya berargumentasi bahwa mazhab hukum positivisme tidak sepenuhnya salah. Mazhab ini dapat digunakan sebagai alat analisis untuk memahami struktur hukum dan mengidentifikasi konflik hukum. Selain itu, mazhab ini juga dapat digunakan untuk memastikan kepastian dan kejelasan hukum, sehingga dapat membantu meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap hukum.

Dalam kesimpulan, putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 50/PUU-XVII/2019 tentang Pengujian Uji Materiil Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2013 tentang Organisasi Kemasyarakatan menunjukkan implementasi konsep Kelsen dalam hukum Indonesia. Namun, mazhab hukum positivisme juga memiliki kelemahan dan harus diimbangi dengan pendekatan lain yang memperhatikan konteks sosial dan budaya masyarakat.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ruang Kelas Selengkapnya
Lihat Ruang Kelas Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun