Wabah covid tidak dipungkiri lagi mendatangkan kelesuan dalam ekonomi. Banyak perusahaan yang mengalami penurunan pendapatan karena menurunnya permintaan akan barang atau jasa yang mereka hasilkan. Khususnya kondisi ini terjadi pada perusahaan-perusahaan jasa atau barang yang bukan kebutuhan-kebutuhan pokok untuk pandemi saat ini. Perusahaan produsen atau distributor barang seperti sembako, pangan serta kesehatan umumnya cenderung lebih aman dan yang dikhawatirkan adalah stock langka yang kemudian dapat menyebabkan harga menjadi naik sementara barang-barang ini dinilai sebagai kebutuhan yang lebih diutamakan untuk saat ini.
Banyaknya karyawan yang harus dirumahkan, PHK sementara atau bahkan tetap serta tenaga kerja informal yang mengalami penurunan pendapatan seperti supir transportasi online kemudian supir becak lantas membuat pendapatan mereka menurun. Bahkan pegawai-pegawai yang formal sekalipun ada yang terpaksa bekerja beberapa hari dalam satu bulan dan gaji yang diberikan lebih sedikit sesuai dengan pemotongan jam kerja yang dilakukan karena memang perusahaan harus menekan pengeluaran ditengah penerimaan yang kian menurun.
Menurunya pendapatan masyarakat lantas membuat mereka lebih mengutamakan pemenuhan kebutuhan pokok termasuk kesehatan dan sebisa mungkin tanggungan-tanggungan seperti cicilan (jika memang memiliki). Kebanyakan mereka lebih mengutamakan memenuhi hal tersebut daripada berjalan-jalan/liburan (selain karena memang tidak perlu dilakukan saat pandemi tetapi juga karena pendapatan yang menurun dan kurang pasti) dan membeli barang atau jasa yang tidaklah terlalu penting untuk saat ini seperti mungkin pakaian-pakaian modis, tas, kendaraan dan semacamnya selain kebutuhan genting saat pendemi ini.
Menurunnya aktivitas belanja barang atau jasa masyarakat tersebut tentu menjadi faktor menurunya pendapatan suatu perusahaan khususnya perusahaan penyedia barang atau jasa yang dinilai tidak terlalu dibutuhkan masyarakat pada kondisi saat ini. Menurunya pemasukan, tetapi harus tetap ada pengeluaran untuk gaji karyawan, perawatan dan sebagainya tentu membuat perusahaan beresiko bangkrut jika tidak bisa mengelola keuangan mereka. Sehingga perlu dilakukan skala prioritas manakah pengeluaran yang tetap harus dilakukan dan untuk hal-hal apa saja.
Beberapa perusahaan ada yang jika ditutup mereka akan lebih rugi karena adanya biaya perawatan yang harus tetap dikeluarkan seperti tempat penginapan dan lapangan golf yang berada di kawasan alam. Sehingga mereka tetap buka walaupun penerimaan menurun karena kondisi perusahaan masih lebih terjamin jika tetap buka di samping pengeluran yang tetap harus dilakukan. Namun juga ada yang memang menilai harus menutup bisnisnya.
Salah satu persoalan yang dapat terjadi dalam situasi pandemi ini yaitu perusahaan terpaksa mem-PHK sebagian karyawannya karena ketidakmampuan membayar gaji mereka dan ini merupakan penghematan anggaran yang harus mereka pilih. Hal ini belum tentu hanya merugikan pekerja tetapi juga perusahaan.
Jumlah karyawan yang kita pekerjakan tentu memang karena kita butuh mempekerjakan sejumlah tersebut dalam kondisi normal. Kita mempekerjakan mereka karena kita butuh mereka untuk melakukan pekerjaan-pekerjaan di perusahaan. Jika kemudian terjadi kondisi seperti ini, yaitu pandemi dimana sumber penerimaan semakin menurun karena penyebaran virus yang semakin besar, resiko PHK bisa terjadi dan tentu kebutuhan kita akan karyawan juga ikut berubah. Jika pada kondisi normal kita memerlukan karyawan dengan jumlah tertentu, bisa saja saat pandemi karena sepinya aktivitas permintaan barang atau jasa, kita hanya membutuhkan lebih sedikit karyawan untuk operasional perusahaan. Jika PHK bisa hanya sebatas pada bidang-bidang yang dinilai tidak terlalu dibutuhkan pada kondisi ini, mungkin tidak akan berdampak pada perusahaan. Namun jika perusahaan harus mem-PHK dimana kemudian membuat aktivitas pekerjaan yang masih harus dilakukan menjadi tidak maksimal karena kekurangan tenaga dan hal ini terpaksa harus dilakukan karena memang harus menekan pembiayaan yang dikeluarkan tentu akan memberi persoalan lain yaitu terganggunya aktivitas operasional di perusahaan. Lantas bagaimana jika hal ini terjadi?
Beberapa pekerjaan terkadang merupakan skill umum yang bisa dikerjakan oleh orang lain selain tenaga kerja khusus di bidang tersebut. Sehingga kita bisa memerintahkan karyawan kita untuk juga melakukan pekerjaan lain atau dengan kata lain merangkap tugas mereka dengan tetap mengedepankan aturan jam kerja karyawan. Jangan sampai mengeksploitasi. Seperti contoh kasusnya dalam sebuah perusahaan penyedia jasa penginapan. Dalam kondisi seperti ini kunjungan tentu menurun sehingga aktivitas memasak makanan atau hidangan menjadi menurun. Jika biasanya pekerjaan untuk mencuci piring di dapur memiliki karyawan khusus sendiri berbeda dengan yang memasak, dalam kondisi saat ini juru masak mungkin bisa sekaligus mencuci piring karena tugas mereka memasak juga menurun karena kunjungan yang menurun dan kita bisa melakukan pergeseran tenaga kerja bagian cuci piring untuk melakukan tugas di bidang lain yang diperlukan. Ini merupakan salah satu upaya yang bisa dilakukan ketika harus mengurangi jumlah karyawan tetapi sebisa mungkin operasional tidak terganggu.
Rangkap tugas disini bermakna untuk mengisi jam kerja karyawan agar terpakai dengan maksimal dan gaji yang diberikan tidak ada yang seperti gaji buta. Jika pada bidang khususnya mereka hanya melakukan sedikit pekerjaan saat pandemi, maka bisa sekaligus melakukan tugas yang lain yang masih dalam satu kemampuan agar jam kerja tidak sia-sia serta menyia-nyiakan anggaran yang menurun di tengah pandemi. Dalam hal ini bukan lah rangkap kerja untuk menambah pendapatan gaji karena dalam hal ini mereka ibaratnya mendapat tugas untuk mengisi jam “nganggur” mereka pada jam kerja mereka karena pekerjaan mereka pada bidangnya berkurang sehingga gaji yang mereka terima tetap sesuai jam kerja yang memang seharusnya mereka lakukan.
Pergeseran tugas tenaga kerja dan penambahan tugas bisa menjadi salah satu cara untuk mengatasi persoalan terabaikannya bidang tertentu dalam perusahaan jika kondisi menghendaki harus mengurangi sejumlah karyawan karena anggaran yang menipis dan tentu hal ini juga untuk meminimalisir terhambatnya aktivitas perusahaan dan semakin banyaknya PHK karyawan. Karena dalam kondisi anggaran perusahaan yang menipis, perusahaan dituntut untuk menekan atau menghemat pengeluarannya untuk sebisa mungkin tetap mempertahankan perusahaan dengan sumber pendapatan yang menurun. Jika mereka tidak melakukan hal tersebut, pengeluaran bisa saja tidak dapat ditekan sementara pendapatan atau pemasukan sendiri kian menurun dan hal ini bisa menyebabkan krisis pada anggaran. Resikonya bisa bangkrut dan PHK total seluruh karyawan.
Rangkap tugas pada karyawan tentu hanya dapat dilakukan pada skill yang bisa dibilang berkaitan atau dalam kemampuan sama. Untuk pekerjaan yang khusus dilakukan dengan skill tertentu dan pengalaman khusus tentu akan sulit. Sehingga ketika perusahaan terdesak harus melakukan PHK, sebisa mungkin harus membuat skala prioritas mana yang harus dikorbankan dengan resiko yang bisa diatasi.