Mohon tunggu...
Putri Utami
Putri Utami Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa S2 UNTAG SURABAYA

saya memilik hobby membaca novel, menonton film dengan tema yang saya sukai antara lain mental health, hukum, triller.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Analisa Pemberlakuan Asas Retroaktif Dapat Diterapkan dalam Argumentasi Hukum

13 September 2023   16:49 Diperbarui: 13 September 2023   16:54 235
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Pemberlakuan asas retroaktif dalam argumentasi hukum menurut saya tidak dapat diterapkan pada argumentasi hukum, karena Argumentasi hukum merupakan kegiatan untuk mencari dasar hukum yang terdapat di dalam suatu peristiwa hukum, menerapkan dalam peraturan hukum yang ada, dan pengertian dari argumentasi hukum itu sendiri dapat diklasifikasikan menjadi 3, yaitu:

  1. Mencari substansi hukum untuk diterapkan dalam masalah yang sedang terjadi.
  2. Argumentasi dari substansi hukum yang ada untuk diterapkan terhadap putusan yang harus diambil, atas perkara yang terjadi.
  3. Argumentasi mengenai putusan yang harus diambil oleh hakim dalam suatu perkara dengan mempertimbangkan semua aspek.

Terdapat 2 (dua) macam model argumentasi hukum antara lain:

  1. Systemic legal reasoning, yakni kegiatan yang bercorak normatif, yang dibangun di atas sistem penalaran hukum, dan mengandung unsur rasionalisme, positivisme hukum apriori, analisa, deduksi, koherensi, penelitian hukum normatif, dan berpikir sistemik.
  2. Critical legal reasoning, yakni kegiatan yang unsurnya terdiri dari empirisme, historikal, yurisprudensi, aposteriori, sintesa, induksi, korespondensi, penelitian hukum sosiologis dan berpikir kritis.
  • Sedangkan Asas Retroaktif dapat diartikan pemberlakuan peraturan perundang-undangan lebih awal daripada saat pengundangannya. Pemberlakuan peraturan perundang-undangan pada hakekatnya berlaku pada saat pengundangan, dalam artian setiap norma yang terkandung dalam peraturan baik itu memerintahkan maupun melarang atau jenis lainnya sudah berlaku mulai dari saat peraturan tersebut diundangkan. Apabila asas Retroaktif ini diberlakukan dalam suatu suatu peraturan maka harus ada alasan yang kuat kenapa harus diberlakukan sebelum tanggal pengundangannya, tanpa alasan yang kuat tentu berlaku surut tersebut justru dapat menimbulkan ketidakpastian hukum dan menjadi alat kesewenang-wenangan. Akan tetapi pemberlakuan surut bisa diterapkan dalam peraturan kecuali ketentuan pidana dan pembebanan konkret kepada masyarakat, namun untuk peraturan yang berlaku surut harus memuat status dari tindakan hukum yang terjadi atau hubungan hukum yang ada dalam tenggang waktu antara tanggal berlaku surut dan tanggal berlakunya peraturan tersebut.

Sebaliknya argumentasi hukum dapat menerapkan asas Non Retroaktif karena Asas non-retroaktif adalah asas yang mengandung arti suatu peraturan perundang-undangan tidak dapat diberlakukan surut. Sebab, ada hal yang tidak boleh disimpangi dalam keadaan apa pun. Antara lain hak untuk tidak dituntut oleh aturan yang berlaku belakangan. Karena setiap produk perundang-undangan, berlaku sejak diundangkan.

Artinya, larangan pemberlakuan peraturan perundang-undangan yang berlaku surut merupakan wujud sebuah perlindungan terhadap Hak Asasi Manusia yang tidak dapat dikurangi dalam keadaan apa pun juga dan oleh siapa pun juga. Termasuk lembaga eksekutif, yudikatif, maupun legislatif.

Hak-hak berupa hak untuk hidup, hak untuk tidak disiksa, hak kemerdekaan pikiran dan hati nurani, hak beragama, hak untuk tidak diperbudak, hak diakui sebagai pribadi di hadapan hukum, tidak boleh dikurangi dalam keadaan apa pun.

pemberlakuan terhadap asas non-retroaktif ini tergambar dalam ketentuan Pasal 1 ayat (2) KUHP, yang berbunyi:

"Bilamana ada perubahan dalam perundang-undangan sesudah perbuatan dilakukan, maka terhadap terdakwa diterapkan ketentuan yang paling menguntungkannya."

Demikian juga dalam terdapat pengecualian sebagaimana disebutkan dalam Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia (UU HAM). Penjelasan ketentuan Pasal 4 UU HAM menyebutkan:

"Hak untuk tidak dituntut atas dasar hukum yang berlaku surut dapat dikecualikan dalam hal pelanggaran berat terhadap hak asasi manusia yang digolongkan ke dalam kejahatan terhadap kemanusiaan."

Dengan demikian, setiap produk perundang-undangan yang dibuat dan diundangkan, tidak boleh belaku surut. Namun, ada pengecualian-pengecualian, yang juga harus tertuang dalam ketentuan dimaksud. Sehingga hak-hak untuk tidak dituntut dengan peraturan yang berlaku surut dapat terjamin.

Pengecualian sebagaimana dimaksud di atas, yang juga dituangkan dalam ketentuan misalnya ketentuan Pasal 1 ayat (2) KUHP dan pasal 43 ayat (1) UU Pengadilan HAM.

Dalam Administrasi Pemerintahan, setiap keputusan tidak dapat berlaku surut. Namun demikian, terdapat pengecualian antara lain:

Ditentukan lain dalam keputusan

Ada ketentuan peraturan perundang-undangan yang menjadi dasar keputusan;

Untuk menghindari kerugian yang lebih besar

Untuk menghindari terabaikannya hak warga masyarakat

Pengecualian sebagaimana di atas bersifat alternatif. Artinya, untuk menentukan apakah suatu keputusan dapat berlaku surut, tidak perlu semua hal-hal tersebut terpenuhi namun cukup satu hal saja yang terpenuhi maka suatu keputusan dapat berlaku surut.

Argumentasi hukum dan asas non retroaktif ini menurut saya memiliki prinsip hampir sama yaitu : memberikan Kepastian Hukum. Dengan secara detail kepastian hukum dapat diartikan dalam bahasa Inggris: Legal certainly adalah asas bahwa hukum harus jelas bagi mereka yang tunduk pada hukum, sehingga mereka dapat menyesuaikan perbuatannya dengan peraturan yang ada dan negara tidak menjalankan kekuasaannya secara sewenang-wenang.

Kepastian hukum juga berarti:

- Hukum dan putusan pengadilan harus tersedia untuk umum

- Hukum dan putusan pengadilan harus jelas dan tidak ambigu

- Putusan pengadilan harus dianggap mengikat

- hukum dan penilaian yang berlaku secara retrospektif harus dibatasi

- Kepentingan dan harapan yang sah harus dilindungi

- Kepastian hukum merupakan asas yang terdapat baik dalam sistem hukum perdata maupun sistem hukum umum.

Asas kepastian hukum kini dianggap sebagai salah satu unsur utama dari konsep negara hukum atau rule of law.

  • Kepastian hukum secara normatif dapat diartikan sebagai tatanan hukum yang dibuat dan diterbitkan secara pasti. Karena kepastian hukum dapat mengatur secara jelas dan logis, sehingga tidak ada keraguan jika terjadi multitafsir. Sehingga tidak ada konflik atau kontradiksi dalam norma-norma masyarakat.
  • Sementara itu, menurut Utrecht, kepastian hukum memiliki dua pengertian: Pertama, adanya aturan-aturan yang bersifat umum yang dimaksudkan untuk memberitahukan kepada individu perbuatan-perbuatan yang boleh dan tidak boleh dilakukan. Arti lainnya adalah perlindungan hukum individu terhadap kesewenang-wenangan negara, karena dengan adanya ketentuan-ketentuan umum tersebut individu dapat mengetahui apa yang dapat diperintahkan oleh negara dan apa yang harus dilakukan terhadap individu tersebut.
  • Kepastian hukum juga dapat diturunkan sebagai kepastian hukum (rule of law security) dan bukan sebagai kepastian hukum (not rule of law security).

Kepastian hukum secara normatif dapat diartikan sebagai tatanan hukum yang dibuat dan diterbitkan secara pasti. Karena kepastian hukum dapat mengatur secara jelas dan logis, sehingga tidak ada keraguan jika terjadi multitafsir. Sehingga tidak ada konflik atau kontradiksi dalam norma-norma masyarakat.

Sementara itu, menurut Utrecht, kepastian hukum memiliki dua pengertian: Pertama, adanya aturan-aturan yang bersifat umum yang dimaksudkan untuk memberitahukan kepada individu perbuatan-perbuatan yang boleh dan tidak boleh dilakukan. Arti lainnya adalah perlindungan hukum individu terhadap kesewenang-wenangan negara, karena dengan adanya ketentuan-ketentuan umum tersebut individu dapat mengetahui apa yang dapat diperintahkan oleh negara dan apa yang harus dilakukan terhadap individu tersebut. 

Kepastian hukum juga dapat diturunkan sebagai kepastian hukum (rule of law security) dan bukan sebagai kepastian hukum (not rule of law security).

Maka menurut saya seseorang apabila akan bergumentasi hukum maka seseorang tersebut harus dapat memahami hukum dari segi proposisi, premis, argument, validitas, induktif-deduktif; berpikir objektif, dan beragumen dari dua sisi pihak yang berbeda. dari perspektif semacam ini maka seseorang dalam berargumentasi hukum dapat berusaha menemukan, mengungkap, menguji akurasi, dan menjustifikasi asumsi-asumsi atau makna-makna yang tersembunyi dalam peraturan atau ketentun hukum yang ada berdasarkan kemampuan rasio (akal budi) manusia, karena argumentasi hukum akan berguna bagi pihak yang mendengarkan argumentasi sebagai cara untuk mencari kepastian peraturan yang berlaku dasar bagi suatu peristiwa atau perbuatan hukum dengan tujuan untuk menghindari terjadinya pelanggaran hukum di kemudian hari dan untuk menjadi bahan argumentasi apabila terjadi sengketa mengenai peristiwa ataupun perbuatan hukum tersebut.

 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun