Perkembangan teknologi dan informasi membawa kita pada masa di mana informasi memegang kendali. Arus informasi yang kita terima setiap harinya tidak lagi terbendung. Salah satu filteryang kita miliki hanya mengandalkan bagaimana kita menyaring informasi yang dibutuhkan dan tidak, bagaimana kita memilih media yang kita konsumsi.Â
Arus informasi ini mengalir tidak hanya dari media konvensional, sebagaimana dulu mungkin orang tua kita hanya bergantung pada koran, radio atau televisi untuk mendapatkan informasi terkini. Namun, pada titik ini, kita bisa mengakses informasi dari sosial media.Â
Seperti dikutip dari idntimes.com, sosial media pada dasarnya hadir untuk meretas jarak yang tercipta antara seseorang dengan kerabat maupun temannya.
Seiring berjalannya waktu, peran sosial media semakin bergeser. Ia tidak lagi hanya menjadi perpanjangan tangan silaturahmi yang terjalin antara seseorang dengan orang lainnya. Sosial media juga telah berubah fungsi menjadi sarana membangun citra dan melakukan promosi yang berdampak besar. Tentu kita tidak lagi asing dengan istilah influencer.Â
Influenceradalah seseorang yang merupakan pengguna sosial media yang dapat memberikan pengaruh terhadap keputusan pengguna lainnya di dalam suatu medium sosial media (Sukandar, 2018). Daya tarik sosial media terutama Instagram, Facebook dan YouTube juga mendukung semakin maraknya kehadiran influencerdi sosial media.Â
Seperti dikutip dari Katadata.co.id, GetCraft melakukan survei yang menunjukan 90% dari 30 influenceryang berpartisipasi dalam survei tersebut optimis pendapatannya meningkat dua kali lipat di 2018.
Hal ini mendorong generasi muda Indonesia berbondong-bondong menjadi seorang influencerdi sosial media. Pengguna sosial media berupaya menjaga laman profil sosial medianya semenarik mungkin demi menarik perhatian pengguna sosial media lainnya dan menambah jumlah follower-nya.Â
Wajar hal tersebut dilakukan, sebab diakui salah satu tantangan terbesar menjadi seorang influenceradalah menjaga kualitas konten yang ditampilkan di sosial media (Hal yang paling terlihat dari aktivitas tersebut adalah tonekonten di sosial media yang senada, penggunaan framefoto yang bertema atau bahkan menjaga konten dengan topik tertentu setiap waktunya adalah beberapa cara yang biasa dilakuka pengguna sosial media untuk mendulang follower.Â
Setelah followerterhitung banyak atau biasanya di atas 100.000 pengguna. Maka seorang pengguna sosial media sudah diperhitungkan sebagai seorang influencer. Ia dianggap sudah dapat mempengaruhi suara dan pendapat dari pengguna sosial lainnya dalam jumlah yang tidak sedikit. Ini yang kemudian membuat seorang influencerdilirik oleh perusahaan untuk mendongkrak popularitas produk atau brand-nya.Â
Tingginya kesempatan untuk mendapatkan keuntungan dan menambah penghasilan dari aktivitas ini mendukung bertambah tingginya arus kegiatan di sosial media. Pernah kah kita menyadari bahwa hampir setiap waktu yang kita miliki, kita manfaatkan untuk menggunakan sosial media? Mayoritas orang akan mengecek sosial medianya saat ia baru bangun tidur, lalu ketika hendak di perjalanan ke kampus, sekolah atau kantor dan macet melanda, sosial media kembali menjadi alternative menghabiskan waktu.
Tidak berakhir di sana, saat jam makan siang pun sosial media kembali diburu. Sebelum tidur, sesudah makan malam, hingga disela waktu santai. Nyaris setiap waktu lenggang yang kita miliki dihabiskan dengan mengecek sosial media. Seolah kita enggan tertinggal dari apa yang ditawarkan oleh pengguna lainnya di sosial media.Â
Informasi yang mengalir deras di sosial media terutama dari sesama pengguna dan influenceryang kita ikuti aktivitasnya menjadi candu yang kita cari setiap harinya. Bahkan tanpa kita sadari sulit bagi kita untuk berhenti dan membatasi diri.Â
Karena nyaris semua informasi yang ditawarkan di media massa bisa melintas dari aktivitas di sosial media misal melalui updateseorang teman atau sajian yang ditawarkan kantor berita terkini. Pasalnya, masyarakat yang tadinya berinteraksi secara langsung kini sudah berimigrasi ke dunia digital dan sosial media menjadi "rumah" utama.Â
Ketika masyarakat pindah "rumah" segala aspek sosial termasuk media massa pun ikut relokasi. Termasuk di dalamnya para perusahaan. Masyarakat yang tadinya bekerja ke kantor, kini bisa juga mendapatkan pendapatan dengan aktivitasnya di dunia digital. Maka, nyaris apa yang kita dapat lakukan di dunia nyata dapat bertransformasi ke dalam bentuk digital.Â
Hal ini pula lah yang mendorong ketergantungan kita terhadap dunia digital terutama sosial media kian meningkat. Belum lagi, interaksi yang berlangsung di sosial media kian dipermudah. Berbondong-bondong providertelekomunikasi memberikan harga miring untuk akses data dalam jumlah besar.Â
Smartphonebergelimang di pasar mulai dari rilisan terkini nan mutakhir dengan harga selangit hingga yang sederhana namun juga tetap memberikan keleluasan dalam mengakses sosial media. Kita dimanjakan dengan kemungkinan yang disajikan di depan matanya.
Keterikatan dengan aktivitas sosial media ini terutama dialami oleh generasi muda atau yang kini dikenal dengan generasi Z. Intensitas mereka atau mungkin bisa disebut sebagai kita, dalam beraktivitas di sosial media cukup tinggi.Â
Dari data yang dirilis oleh socialmediaweek.org, generasi Z (milenial) setidaknya menghabiskan rata-rata enam sampai tujuh jam per hari untuk berinteraksi di sosial media.
Jadi, setuju kah jika kini peran sosial media sudah bergeser dari peran awalnya? Pertanyaan yang hanya kita sendiri bisa menjawabnya. Tentunya berdasarkan pilihan yang sudah kita buat hari ini.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H