Mohon tunggu...
Putri Silaban
Putri Silaban Mohon Tunggu... -

merayu dalam menulis, berfikir kritis tapi tetap berimajinatif.

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Pilihan

Miris! Pendidikan Anak Bangsa Beralih Pada Warnet

4 Juni 2014   05:19 Diperbarui: 23 Juni 2015   21:44 10
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pagi ini saya sengaja agak lama beranjak dari rumah dari hari-hari saya yang biasanya. Menuju kampus untuk melakukan aktivitas seperti biasa saya yakni sebagai mahasiswi di salah satu universitas negeri di kota Medan. Ada yang rancu pada perjalanan saya kali ini. Ketika saya ingin menikmati perjalanan saya dengan berjalan kaki sampai ke persimpangan rumah saya, tidak sengaja saya melihat ada beberapa anak kecil yang sedang berlari berbondong-bondong menuju salah satu ruko tepat di sepanjang jalan yang saya jejaki. Bahkan ketika saya berjalan tepat melewati ruko itu saya melihat seragam-seragam yang dikenakan oleh anak-anak itu belum terlepas dari tubuh mereka. Saya masih ingat, pagi tadi saya berangkat dari rumah pukul 09:00, terbilang lama dibanding hari biasanya saya lebih cepat bergerak pukul 07:00. Lantas, bukankah sekarang seharusnya anak-anak tersebut sudah berada di sekolah mereka masing-masing dan sedang mengikuti mata pelajaran?

***

Terlintas dipikiran saya sewaktu melihat anak-anak tersebut adalah orang tua yang telah menyekolahkan mereka dengan susah payah. Coba kita merenung sejenak, Ibu mana yang suka melihat anak-anaknya bersuka ria meninggalkan pendidikan yang sudah terbayar mahal tapi dibuang begitu saja dengan lari (cabut) pada saat jam pelajaran hanya untuk bermain game di warnet (warung internet). Menghabiskan uang jajan yang diberikan orang tua lagi-lagi pergi untuk membayar waktu saat bermain di warnet bersama teman-teman. Bagaimana kita meratapi anak-anak bangsa dengan gaya yang seperti ini? Miris! Pola berpikir yang telah dicuci oleh game-game internet dijaman yang paling edan ini.

***

Sempat saya menyisakan waktu saya agar melihat isi warnet yang tak sengaja saya lewati pagi tadi. Menyedihkan! Hampir semua bangku terisi penuh dengan anak-anak berseragam putih abu-abu, putih biru, bahkan anak yang masih berseragam putih merah. Kelihaian yang mereka pertunjukkan pada teman-teman mereka dalam bermain game seolah mereka sudah menjadi orang-orang yang hebat dibanding anak-anak yang masih fasih cara bermainnya. Begitu juga dengan kepuasan yang mereka dapat pada saat mereka menang dalam sebuah pertandingan game online tersebut. Belum lagi ujaran-ujaran yang diperdengarkan pada orang-orang yang mendengarnya sungguh tak pantas sebagai seorang pelajar, nada yang paling tinggi sekalipun dilantunkan dengan keras sembari melawan pertandingan game online yang ada di depan mata. Hal yang makin menjamur dikalangan anak-anak ini sudah sepatutnya diperhatikan oleh para orangtua dijaman sekarang. Dimana jaman semakin berkembang dan kebutuhan juga ikut melanda hidup yang begitu erat sekali dengan modernisasi. Belum lagi akses-akses internet yang begitu gampang dibuka oleh siapa saja, apalagi situs-situs jejaring sosial yang buruk/negatif saat dilihat dikalangan anak-anak yang masih pelajar. Kita sebagai pemakai internet memang tidak berhak untuk men-DEMO atau mendeskriminasi pengakses situs-situs tersebut. Apalagi ingin mencoba memberantas para usaha warnet yang ada di negeri ini. Sama seperti kita, usaha warnet itulah yang nantinya membuat mereka para pengusaha untuk mencari uang dan dapat melanjutkan kehidupan mereka dengan cara yang halal.

***

Maka kita sebagai masyarakat yang peduli akan kemajuan anak-anak bangsa, sudah keharusan bagi kita untuk membantu dan menopang pendidikan anak-anak di lingkungan sekitar kita ataupun ketika pada saat kita tidak sengaja melihat anak-anak tersebut. Tak perlu kita menunggu orang-orang hebat, orang-orang yang mempunyai pendidikan tinggi atau orang yang memiliki kekayaan besar agar bisa membantu anak-anak tersebut. Tetapi dari hal yang paling kecil meliputi orang-orang yang rela membantu dengan keikhlasan dalam diri saja juga sudah bisa menyejahterakan anak-anak bangsa dengan cara sendiri. Salah satu peluang untuk menyukseskan anak bangsa adalah dimulai dari hal-hal yang terkecil. Misalnya dengan mengajak mereka banyak membaca yakni dengan cara membuka perpustakaan-perpustakaan kecil, peduli akan lingkungan sekitar yakni dengan cara mengadakan gotong royong kecil-kecilan di daerah tempat dimana mereka tinggal, ataupun memantapkan hobby terhadap anak-anak dengan cara memoles apa kelebihan yang terdapat pada anak tersebut.

Dengan begitu anak-anak sudah pasti terbuka/mengubah cara berpikir mereka dengan memikirkan masa depan mereka. Senang akan hasil yang mereka dapati dengan tidak membuang-buang uang orangtua untuk bermain game online. Lambat laun mereka pasti akan meninggalkan/melewatkan dunia game yang dulunya mereka biasakan dalam hidup mereka.

Salam Kompasiana

Medan, 02 June 2014

Putri Silaban.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun