Mohon tunggu...
Putri Samfiatunsalsabilla
Putri Samfiatunsalsabilla Mohon Tunggu... Mahasiswa - S1

Traveling

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Teori empati dari Martin Hoffman

18 Januari 2025   16:04 Diperbarui: 18 Januari 2025   16:04 38
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Teori Empati  menurut Martin Hoffman 

Empati adalah kemampuan untuk memahami dan merasakan emosi orang lain, serta meresponsnya dengan cara yang sesuai. Martin Hoffman, seorang psikolog perkembangan terkemuka, mengembangkan teori empati yang menjelaskan bagaimana kemampuan ini berkembang sejak masa kanak-kanak hingga dewasa. Hoffman percaya bahwa empati memainkan peran penting dalam pembentukan moralitas, hubungan sosial, dan perilaku prososial. Artikel ini akan membahas teori empati Martin Hoffman secara mendalam, termasuk tahapan perkembangan empati dan faktor-faktor yang memengaruhinya.

1. Pengertian Empati Menurut Hoffman

Menurut Martin Hoffman, empati adalah respons afektif yang muncul ketika seseorang merasakan emosi yang sesuai dengan situasi emosional orang lain. Empati tidak hanya melibatkan kemampuan untuk memahami emosi orang lain, tetapi juga perasaan tergerak untuk membantu atau merespons dengan cara yang mendukung.

Hoffman menekankan bahwa empati bukan hanya reaksi emosional spontan, tetapi juga proses yang berkembang seiring dengan pertumbuhan kognitif dan pengalaman sosial individu. Ia percaya bahwa empati adalah dasar dari moralitas manusia, karena kemampuan untuk merasakan penderitaan orang lain mendorong perilaku prososial, seperti membantu, berbagi, dan peduli.

Tahap perkembangan  Empati 

Hoffman menjelaskan bahwa empati berkembang dalam empat tahap utama seiring pertumbuhan individu:

1. Empati Global (0-1 tahun)

Aktif Pada tahap ini, anak-anak bereaksi terhadap emosi orang lain secara refleks, tanpa memahami bahwa emosi tersebut berasal dari orang lain. Ketika anak-anak melihat orang lain menangis, mereka cenderung ikut menangis, bukan karena mereka memahami emosi tersebut, tetapi karena mereka merasakannya sebagai bagian dari diri mereka sendiri. Contohnya, Jika seorang anak melihat anak lain menangis, ia mungkin juga menangis karena ia merasa "terinfeksi" oleh emosi ini, meskipun ia belum dapat memahami sumber emosi ini.

2. Empati egosentris (1 hingga 2 tahun)

Pada tahap ini, anak-anak mulai memahami bahwa orang lain memiliki emosi yang berbeda dari emosi mereka sendiri. Namun, respons mereka terhadap emosi orang lain tetap egois, artinya mereka berusaha menenangkan orang lain dengan cara yang mereka yakini akan menenangkan mereka sendiri. Contohnya, Seorang anak yang melihat temannya menangis mungkin akan memberikan mainannya untuk menghibur temannya, meskipun mainan tersebut tidak ada hubungannya dengan apa yang membuatnya menangis. Temannya sedih.

3. Empati terhadap perasaan orang lain (2 hingga 3 tahun)

Pada tahap ini, anak-anak mulai memahami bahwa emosi orang lain mungkin berbeda dari emosi mereka sendiri dan dapat merespons kebutuhan emosional orang lain dengan lebih tepat. Contohnya, Seorang anak yang melihat orang tuanya bersedih mungkin akan menawarkan pelukan atau kata-kata penghiburan, karena mengetahui bahwa orang tuanya membutuhkan dukungan emosional.


4. Empati terhadap kondisi kehidupan orang lain (usia sekolah ke atas)

Pada tahap ini, anak-anak dan remaja mulai memahami bahwa emosi orang lain tidak hanya disebabkan oleh situasi saat ini, tetapi juga oleh kondisi kehidupan yang lebih luas. Mereka dapat menunjukkan kepekaan terhadap isu-isu yang kompleks, seperti ketidakadilan sosial atau kesulitan ekonomi. Contohnya,  Seorang remaja mungkin merasa sedih dan termotivasi untuk membantu ketika mengetahui bahwa seseorang kehilangan rumahnya karena bencana alam.

Mekanisme pengembangan Empati

Hoffman mengidentifikasi beberapa mekanisme yang mendukung respons empati seseorang, yaitu:

1. Empathy Arousal (Kebangkitan Empati)

 Respons emosional yang langsung muncul ketika seseorang menyaksikan atau mendengar tentang penderitaan orang lain. Misalnya, merasa tergerak saat melihat seseorang terluka.

2. Perspektif Kognitif

Kemampuan untuk menempatkan diri dalam posisi orang lain, sehingga dapat memahami apa yang mereka rasakan secara lebih mendalam.

3. Pengaturan Emosi 

Seseorang yang mampu mengelola emosinya akan lebih mudah menyalurkan empati secara efektif tanpa merasa kewalahan oleh penderitaan orang lain.

Peran empati dalam perkembangan moral 

Hoffman percaya bahwa empati merupakan bagian penting dari perkembangan moral. Dikatakan bahwa empati memotivasi seseorang untuk mengambil tindakan yang mendukung kesejahteraan orang lain, bahkan jika itu memerlukan pengorbanan.Hoffman mengidentifikasi tiga cara di mana empati mendukung perilaku. moral:


1. Empati menumbuhkan perilaku prososial

Empati membuat seseorang lebih peka terhadap penderitaan orang lain, membuat mereka lebih cenderung untuk membantu.


2. Empati menumbuhkan kecerdasan moral

Dengan memahami emosi orang lain, seseorang dapat mempelajari pentingnya keadilan dan tanggung jawab sosial.


3. Empati membentuk motivasi moral

Respons emosional terhadap penderitaan orang lain memotivasi seseorang untuk bertindak sesuai dengan nilai-nilai moral.

Menerapkan teori Hoffman dalam kehidupan 

 1. Pendidikan anak

Orang tua dan guru dapat mendukung pengembangan empati pada anak dengan mencontohkan perilaku empati dan mengajari mereka pentingnya memahami perasaan orang lain. Contohnya, Guru mengajarkan pentingnya berbagi dan menolong teman yang kesusahan.


2. Psikologi sosial

Teori Hoffman membantu menjelaskan bagaimana empati dapat digunakan untuk mengurangi konflik, meningkatkan solidaritas dan mendorong perilaku altruistik dalam masyarakat. Contohnya, Kampanye sosial yang membahas penderitaan kelompok tertentu sering kali dirancang untuk meningkatkan kesadaran publik terhadap kelompok tersebut.


3. Psikoterapi

Dalam terapi, empati memainkan peran penting dalam membangun hubungan antara terapis dan klien, membantu klien merasa didukung dan dipahami.

Kesimpulan

Teori empati Martin Hoffman menawarkan pemahaman mendalam tentang bagaimana empati berkembang dan berperan dalam kehidupan manusia. Empati bukan sekadar respons emosional, tetapi juga melibatkan proses kognitif dan moral yang kompleks. Dengan memahami teori ini, kita dapat lebih efektif mendukung pengembangan empati pada anak-anak, menciptakan hubungan sosial yang lebih baik, dan membangun masyarakat yang lebih memperhatikan dan responsif terhadap kebutuhan orang lain.
























.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun