Mohon tunggu...
Putri Safitri
Putri Safitri Mohon Tunggu... -

keep calm and just remember to smile :)

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Fiksi, Mungkin Selamanya...

26 November 2011   14:04 Diperbarui: 25 Juni 2015   23:10 96
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Fiksi, ya kita memang terlalu fiksi. Dalam fiksi ini, tokohnya hanya Aku, dan bagaimana Aku bisa menjadi kita, tanpa adanya dirimu? Bodoh! Haruskah Aku selalu bermonolog sendiri?

Otakku telah berfikir keras, mengubah ide cerita, membongkar rangkaian kalimat, namun tak kunjung Aku dapat menghadirkanmu masuk ke dalam fiksi-ku. Apa ceritaku ini terlalu fiksi? Atau memang Kau yang tak berkenan menjadi bagian dalam fiksi-ku ini? Ah, Kau begitu sulit kutebak, dan begitu Aku mencoba menebak, terkadang itu sedikit menggerus hati.

Kecewa, marah, sedih, cemburu… Apa aku harus kecewa pada cerita-ceritaku yang tak kunjung usai ini? Bukankah cerita ini aku yang menulis? Dan harus menyalahkan diri sendiri? Marah? Pada siapa? Entahlah. Sedih? Ah, biar hatiku saja yang merasakan, yang lainnya tak perlu tahu. Cemburu? Padamu yang (Aku pikir) tak pernah tahu aku merindukanmu? Ahh, cemburu pun aku tak berhak. Aku bukan siapa-siapa. Tentu Kau akan menganggapku bodoh, bila aku marah padamu karena aku cemburu.

Mungkin kau jenuh, ahh entahlah, dalam dirimu begitu banyak tanda tanya, dan kau jugalah yang menyimpan kunci jawabannya. Apakah dirimu itu terlalu fiksi? Hingga aku sendiri sulit mengajakmu masuk ke dalam fiksiku. Ini hanyalah fiksi.

Terkadang aku sangat tertarik untuk menyapamu, aku selalu ingin berdialog kecil denganmu, seperti dulu. Namun seperti dulu juga, kau selalu menggantungkanku saat aku mulai berani menyapamu. Sikap dinginmu membuatku beku, seolah menantangmu bahwa aku juga bisa tegar terhadap sikap dinginmu, dan saat menatap mata dan senyum hangatmu, dinding es yang susah payah aku bangun itu mecair seketika, membuatku harus bersikap lemah.

Ini hanya fiksi. Betapa aku ingin tokoh dalam fiksiku ini adalah kita, tanpamu aku hanya bisa bermonolog. Apa ini terlalu fiksi untuk sekedar menghadirkanmu disini?

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun