Pada tanggal 17 November 2024 silam diperingati sebagai Hari Paru Obstruktif Kronis sedunia mengacu pada artikel Kementerian Kesehatan. Tahun ini mengusung tema nasional “Tiada yang Lebih Penting dari Paru Sehat untuk Indonesia Hebat” dan tema internasional “Healthy Lungs: Never More Important”.
Hari PPOK Sedunia pertama kali diselenggarakan oleh Global Initiative for Chronic Obstructive Lung Disease (GOLD) pada tahun 2002. Peringatan ini dilakukan setiap setahun sekali dengan tujuan untuk meningkatkan kesadaran masyarakat di seluruh dunia, mulai dari apa itu PPOK, gejala, faktor risiko, pencegahan, hingga pengobatannya. Sehingga mengurangi kasus PPOK di seluruh dunia.
Penyakit paru obstruksi kronik (PPOK) dapat menyebabkan kesakitan kronik dan kematian individu di seluruh dunia setiap 10 detik. Diperkirakan pada tahun 2030 PPOK menjadi penyebab kematian ke-3 di seluruh dunia setelah penyakit jantung dan stroke (Salawati, 2016). Untuk itu penting bagi kita untuk mempelajari apa sih PPOK itu?
Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) adalah penyakit paru yang dapat dicegah dan diobati, ditandai dengan adanya keterbatasan aliran udara yang persisten dan umumnya bersifat progresif, berhubungan dengan respons inflamasi kronik yang berlebihan pada saluran napas dan parenkim paru akibat gas atau partikel berbahaya.
Faktor risiko terjadinya PPOK melibatkan faktor pejamu dan paparan lingkungan, dan penyakit ini terjadi biasanya karena interaksi antara kedua faktor tersebut. Faktor pejamu adalah adanya defisiensi dari alpha 1 antitrypsin (a1-AT) sebagai inhibitor dari protease serin, dan sifat resesif ini jarang ditemukan. Asap rokok merupakan faktor lingkungan yang paling sering menyebabkan terjadinya PPOK, akan tetapi ada beberapa faktor risiko yang lain seperti polusi udara, paparan zat ditempat kerja, pria, usia tua, infeksi berulang, status sosial ekonomi, asma, bronkitis kronik, dan riwayat keluarga PPOK. Sisa pembakaran kendaraan bermotor juga berperan penting terutama pada bukan perokok dan wanita.
Gejala yang paling sering terjadi pada pasien PPOK adalah sesak napas. Pasien biasanya mendefinisikan sesak napas sebagai peningkatan usaha untuk bernapas, rasa berat saat bernapas, gasping, dan air hunger. Batuk bisa muncul secara hilang timbul, tapi biasanya batuk kronis adalah gejala awal perkembangan PPOK. Batuk kronis pada PPOK bisa juga muncul tanpa adanya dahak.
Salah satu langkah pertama dalam pengelolaan PPOK adalah berhenti merokok dan menghindari paparan asap rokok. Memberikan edukasi bahaya rokok bagi kesehatan, khususnya kesehatan paru-paru agar seseorang dapat berhenti merokok juga disarankan. Penggunaan obat-obatan juga menjadi elemen kunci dalam pengelolaan. Ini mencakup bronkodilator, yang membantu melebarkan saluran udara dan memfasilitasi pernapasan, serta glukokortikoid inhalasi yang mengurangi peradangan di paru-paru. Pendekatan holistik juga mencakup aspek gaya hidup. Mengadopsi pola makan sehat, rutin berolahraga, dan menjaga lingkungan yang bersih dan bebas polusi udara dapat membantu meningkatkan kondisi fisik dan kesejahteraan secara keseluruhan. Program rehabilitasi paru, yang mencakup latihan fisik dan pernapasan yang terkontrol, dapat membantu pasien memperbaiki kondisi kardiorespiratori mereka. Pengelolaan PPOK juga memperhatikan kesejahteraan mental pasien. Dukungan psikologis atau kelompok dukungan dapat membantu individu menghadapi tantangan dan stres yang terkait dengan penyakit kronis ini. Memiliki rencana tindakan saat terjadi eksaserbasi (puncak gejala yang lebih parah) juga penting untuk mengatasi situasi darurat. Dengan menggabungkan pendekatan medis, perubahan gaya hidup, rehabilitasi fisik, dan dukungan mental, individu yang terkena PPOK dapat menjalani hidup yang lebih baik meskipun memiliki penyakit kronis.
DAFTAR PUSTAKA
(Sobat Sehat, Tanggal 17 November Ini
Diperingati Sebagai Hari Paru Obstruksi Kronik (PPOK) Sedunia. Dengan Tema Nasional “Tiada Yang Lebih Penting Dari Paru Sehat Untuk Indonesia Hebat” Dan Tema Internasional “Healthy Lungs: Never More Important”. - Penyakit Tidak Menular Indonesia, n.d.-b)
Salawati, L., 2016. Hubungan merokok
dengan derajat penyakit paru obstruksi kronik. Jurnal Kedokteran Syiah Kuala, 16(3), pp.165-169.
Suryadinata, R.V., 2018. Pengaruh radikal
bebas terhadap proses inflamasi pada penyakit paru obstruktif kronis (PPOK). Amerta Nutrition, 2(4), pp.317-423.
Soeroto, A.Y. and Suryadinata, H., 2014.
Penyakit paru obstruktif kronik. Ina J Chest Crit and Emerg Med, 1(2), pp.83-8.
Najihah, N., Paridah, P., Aldianto, D. and
Asmhyaty, A., 2023. Edukasi Bahaya Merokok sebagai Upaya Pencegahan Penyakit Paru Obstruksi Kronik (PPOK). Jurnal Mandala Pengabdian Masyarakat, 4(1), pp.91-95.
Muliase, I.N., 2024. Analisis Patogenesis,
Faktor Risiko, dan Pengelolaan Penyakit Paru Obstruktif Kronik: Studi Literatur. Jurnal Sehat Indonesia (JUSINDO), 6(01), pp.249-255.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H