Mohon tunggu...
Putry Rizqia Wiapta
Putry Rizqia Wiapta Mohon Tunggu... Dosen - Pelajar sepanjang hayat

Mamak anak satu dan pecinta kopi sachet dua ribuan, tapi ga nolak juga kalo dijajanin kopi mahal hehe

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Antara Tanggal 1 dan 2 Mei: Buruh dan Guru, Ceritamu Kini ...

1 Mei 2016   22:13 Diperbarui: 3 Juni 2016   13:54 43
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Tepat tanggal 1 Mei 2016 hari ini

Seperti tahun-tahun sebelumnya, setiap tanggal 1 Mei akan diperingati sebagai May Day atau Hari Buruh Internasional. Hari dimana sebagian besar buruh terutama di Indonesia akan melakukan unjuk rasa untuk menyampaikan aspirasi mereka. Sebagai buktinya, sebagian banyak berita baik di Televisi maupun Sosial Media akan membahas mengenai May Day. Mari kita bahas dari awal mengenai apakah sebenarnya May Day itu?

Dilansir dari Wikipedia mengenai sejarah Hari Buruh atau May Day bermula dari berbagai rentetan perjuangan kelas pekerja untuk meraih kendali ekonomi-politis hak-hak industrial. Perkembangan kapitalisme industri di awal abad 19 menandakan perubahan drastis ekonomi-politik, terutama di negara-negara kapitalis di Eropa Barat dan Amerika Serikat. Pengetatan disiplin dan pengintensifan jam kerja, minimnya upah, dan buruknya kondisi kerja di tingkatan pabrik, melahirkan perlawanan dari kalangan kelas pekerja.

Pemogokan pertama kelas pekerja Amerika Serikat terjadi pada tahun 1806 oleh pekerja Cordwainers. Pemogokan ini membawa para pengorganisirnya ke meja pengadilan dan juga mengangkat fakta bahwa kelas pekerja di era tersebut bekerja dari 19 sampai 20 jam seharinya. Sejak saat itu, perjuangan untuk menuntut direduksinya jam kerja menjadi agenda bersama kelas pekerja di Amerika Serikat.

Ada dua orang yang dianggap telah menyumbangkan gagasan untuk menghormati para pekerja, Peter McGuire dan Matthew Maguire, seorang pekerja mesin dari Paterson,New Jersey. Pada tahun 1872, McGuire dan 100.000 pekerja melakukan aksi mogok untuk menuntut mengurangan jam kerja. McGuire lalu melanjutkan dengan berbicara dengan para pekerja and para pengangguran, melobi pemerintah kota untuk menyediakan pekerjaan dan uang lembur. McGuire menjadi terkenal dengan sebutan "pengganggu ketenangan masyarakat".

Pada tahun 1881, McGuire pindah ke St. Louis, Missouri dan memulai untuk mengorganisasi para tukang kayu. Akhirnya didirikanlah sebuah persatuan yang terdiri atas tukang kayu di Chicago, dengan McGuire sebagai Sekretaris Umum dari "United Brotherhood of Carpenters and Joiners of America". Ide untuk mengorganisasikan pekerja menurut bidang keahlian mereka kemudian merebak ke seluruh negara. McGuire dan para pekerja di kota-kota lain merencanakan hari libur untuk Para pekerja di setiap Senin Pertama Bulan September di antara Hari Kemerdekaan dan hari Pengucapan Syukur.

Pada tanggal 5 September 1882, parade Hari Buruh pertama diadakan di kota New York dengan peserta 20.000 orang yang membawa spanduk bertulisan 8 jam kerja, 8 jam istirahat, 8 jam rekreasi. Maguire dan McGuire memainkan peran penting dalam menyelenggarakan parade ini. Dalam tahun-tahun berikutnya, gagasan ini menyebar dan semua negara bagian merayakannya.

Satu Mei ditetapkan sebagai hari perjuangan kelas pekerja dunia pada Konggres 1886 oleh Federation of Organized Trades and Labor Unions untuk, selain memberikan momen tuntutan delapan jam sehari, memberikan semangat baru perjuangan kelas pekerja yang mencapai titik masif di era tersebut. Tanggal 1 Mei dipilih karena pada 1884 Federation of Organized Trades and Labor Unions, yang terinspirasi oleh kesuksesan aksi buruh di Kanada 1872, menuntut delapan jam kerja di Amerika Serikat dan diberlakukan mulai 1 Mei 1886.

Lalu bagaimana perayaan May Day hari ini di Indonesia?

Dilihat dari hasil pencarian Google News malam ini, sebagian mengabarkan mengenai "pendudukan" Gelora Bung Karno di Jakarta oleh Buruh yang menyuarakan aspirasi mereka, walaupun aksi seperti itu tidak hanya terjadi di Jakarta saja, namun terjadi di beberapa daerah lain di Indonesia. Lalu apa sajakah yang mereka tuntut?

Poin utama yang tersuarakan antara lain untuk menyelamatkan aset Nasional, yang dimaksud disini adalah beberapa perusahaan yang seharusnya bisa "dinasionalisasikan" namun belum bisa diupayakan hingga sekarang. Selain itu tuntutan lainnya yang tidak kalah santer adalah mengenai penghapusan sistem outsourcing yang sejak tahun lalu telah dijanjikan dihapuskan oleh pihak berwenang, namun hingga tahun ini sistem tersebut masih berjalan. Tuntutan familiar lainnya adalah mengenai kenaikan upah, penyelenggaraan jaminan kesehatan, dan lain sebagainya. Tuntutan yang menurut saya pribadi cukup pantas diperjuangkan bagi buruh yang telah berusaha dan bekerja sepanjang hari demi menghasilkan produk-produk yang berkualitas.

Namun, ada satu pikiran yang menggelitik bagi saya, seorang sarjana kependidikan yang sampai sekarang belum berani alih profesi menjadi guru honorer. Guru honorer memang tidak terjerat sistem outsourcing, namun menurut saya, pekerjaannya lebih banyak dibandingkan dengan yang terkena sistem tersebut. Upahnya? Tiap sekolah menerapkan peraturan yang berbeda. Seperti yang saya tulis di artikel saya sebelumnya, di sebuah sekolah di daerah saya menetapkan pengupahan guru honorer berdasarkan "keikhlasan" guru-guru lainnya yang berstatus pegawai negeri sipil (PNS) setiap bulannya. 

Jadi setiap bulan, guru-guru PNS tersebut menyumbangkan sedikit gaji yang mereka peroleh, tidak ada minimum jumlahnya, tergantung keikhlasan masing-masing individunya, lalu jumlah yang terkumpul akan dibagikan kepada sejumlah guru honorer yang ada di sekolah tersebut. Fluktuatif memang, tidak akan selalu sama pendapatan yang guru honorer peroleh setiap bulannya. Tiap sekolah memiliki kebijakan yang berbeda, bisa lebih baik di sekolah lain dan bisa lebih buruk di sekolah yang lainnya. Semuanya serba tidak pasti.

Saya tidak bermaksud menjatuhkan atau menjelekkan buruh dalam hal ini, buruh sudah melakukan banyak hal bagi negara ini, membuat banyak-banyak benda yang kita butuhkan, bekerja siang dan malam demi memenuhi kebutuhan pasar. Namun sepertinya ada juga yang membutuhkan perhatian di sela-sela hiruk pikuk perayaan May Day hari ini. Lagipula, besok tepat tanggal 2 Mei yang diperingati sebagai Hari Pendidikan Nasional, boleh lah malam ini saya menguak sedikit kepiluan yang dialami oleh sekian banyak guru honorer yang ada.

Buruh dan Guru Honorer memiliki banyak kesamaan, sama-sama bekerja keras, sama-sama berusaha demi manfaat yang akan kita nikmati bersama, sama-sama berjuang demi kemajuan Negara ini. Memang tidak naif dalam hal pekerjaan yang menghasilkan rupiah, Buruh dan Guru Honorer pun begitu. 

Jika Buruh menuntut kenaikan upah minimum, lalu bukankah Guru Honorer juga berhak menyuarakan kebaikan bagi kehidupan mereka? Bukan hanya selalu bersembunyi dalam kamuflase bahwa mengajar adalah ibadah, panggilan sosial yang tidak harus mendapatkan upah. Lalu bagaimana nasib keluarga Guru Honorer yang menggantungkan hidup padanya? Haruskah keluarga mereka juga ikut bersembunyi dalam kamuflase tersebut?

Tujuan akhirnya memanglah kesejahteraan bersama, baik buruh maupun guru honorer. Semua ingin sejahtera, tercukupi, bekerja dan mengabdi dengan tenang. Semoga akan semakin banyak pihak yang sama-sama berjuang, demi kesejahteraan bersama.

Selamat Hari Buruh dan Selamat Hari Pendidikan Nasional

Nasib Buruh dan Guru di Indonesia harus lebih sejahtera.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun