Mohon tunggu...
Putry Rizqia Wiapta
Putry Rizqia Wiapta Mohon Tunggu... Dosen - Pelajar sepanjang hayat

Mamak anak satu dan pecinta kopi sachet dua ribuan, tapi ga nolak juga kalo dijajanin kopi mahal hehe

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Acara "The Return of Superman" yang Sarat Ilmu Parenting

17 Maret 2016   09:30 Diperbarui: 17 Maret 2016   09:59 277
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption caption="en.wikipedia.org"][/caption]Bagi pecinta serial-serial Korea pasti tidak asing dengan salah satu Reality Show yang disiarkan oleh KBS setiap hari Senin melalui channel Youtube KBS World TV. The Return of Superman (ROS) yang mulai on air pada bulan September 2013 adalah sebuah reality show yang memiliki konsep seorang ayah yang mengasuh putra dan atau putrinya "sendirian" (tanpa ibu) dalam waktu 48 jam. Keluarga yang mengikuti acara ROS ini kebanyakan berprofesi sebagai public figure di Korea Selatan, mulai dari aktor, rapper, penyanyi, news anchor, hingga pemain sepakbola.

Selama kurang lebih 3 tahun mengudara setiap Senin, hingga saat ini ROS sudah memiliki 120 episode. Keluarga yang mengikuti acara ini pun juga sudah datang dan pergi silih berganti. Alasan kepergian keluarga dari peserta ROS ini antara lain kesibukan orang tua yang juga tetap harus bekerja atau si anak yang sudah harus mengikuti pendidikan formal karena usia yang menginjak 6 atau 7 tahun. Usia anak yang mengikuti acara ini berkisar dari 8 bulan hingga 7 tahun, latar belakangnya pun berbeda-beda, mulai dari anak tunggal dari pasangan muda, kembar dua, kembar tiga, dua bersaudara, hingga kembar dua berturut-turut dalam satu keluarga. Jadi kesulitan "appa" atau ayah yang mengikuti ROS ini akan berbeda-beda tergantung jumlah anaknya, ada yang hanya mengurus satu anak, dua anak, tiga anak, atau bahkan lima anak.

Mengasuh anak sendirian bagi seorang Ayah menjadi sebuah tantangan tersendiri, apalagi jika sebelum mengikuti acara tersebut si Ayah tidak terbiasa mengasuh anaknya sendirian dan seketika harus mengasuh serta menghabiskan waktu selama kurang lebih 48 jam bersama anak pasti akan mengalami kesulitan. Mulai dari mengerti apa yang diinginkan oleh anak, hingga meredam amarah jika anak membantah atau membuat masalah bagi si Ayah.

Dari 120 episode yang sebagian besar sudah saya tonton, saya menggarisbawahi bagaimana adat parenting Korea Selatan yang sebaiknya dicontoh oleh masyarakat Indonesia, antara lain sebagai berikut :

  • Dapat dilihat dari banyak episode dan banyak keluarga yang mengikuti acara ini selalu membiasakan anak makan pada waktu dan tempatnya. Sekalipun anak masih berusia 8 bulan, anak tersebut tetap duduk di high chair bersama ayah atau ibu (saat ibu masih ada) di meja makan. Berbeda sekali dengan budaya kita yang kerapkali agar anak mau makan, ayah, ibu atau anggota keluarga lain mengajaknya berjalan-jalan keliling komplek. Bukan tidak suka terhadap cara ini, tapi menurut saya cara makan dan duduk di ruang makan bersama merupakan salah satu pendisiplinan anak. Jika anak terbiasa makan dengan cara keliling komplek, dan pada suatu waktu orangtua tidak bisa berkeliling maka apa yang terjadi jika anak tidak mau makan? Selain itu pembiasaan makan pada waktu dan tempat juga sebagai cara untuk anak agar mengenali jam makannya, kebanyakan anak yang mengikuti acara ROS ini selera makannya sangat tinggi lho, coba cek saja salah satu episodenya, yang ada penontonnya ikut lapar melihat mereka makan.
  • Selanjutnya adalah variasi makanan yang diberikan orang tua kepada anaknya. Budaya Korea sepertinya memang sangat mengutamakan keseimbangan dalam setiap kali memakan makanan, ada daging, pasti akan ada sayurnya. Baik dalam bentuk lalapan atau sup, pasti akan tersaji di meja makan. Beras yang mereka makan pun bervariasi, tidak selalu beras putih, namun juga beras merah. Melihat episode "makan" di acara ROS ini akan memberikan variasi bagaimana penyajian makanan seimbang bagi anak, karena kerap kali banyak anak di Indonesia yang tidak suka sayur, berbagai faktor penyebabnya, antara lain karena tidak dibiasakan.
  • Proses pemberian punishment juga terdapat banyak contoh di beberapa episode ROS ini. Punishment kepada anak bukan dengan cara verbal (berkata kasar, bullying) atau fisik (dipukul, disakiti bagian fisiknya) yang kerapkali ditemukan di Indonesia. Salah satu keluarga ROS menerapkan konsep thinking chair bagi anaknya yang saat itu berusia 3 tahun, keluarga yang menerapkan konsep ini terdiri dari tiga anak kembar berjenis kelamin laki-laki. Suatu hari ketika sang Ayah sedang menyiapkan makanan di dapur, anak tertua (kelahiran pertama dari kembar tiga) berteriak kepada ayahnya meminta untuk boleh masuk dapur (antara ruang tengah dengan dapur dibatasi dengan pagar khusus anak), dan anak kedua membanting mainannya dari sofa ke lantai. Sang Ayah yang mengetahui kejadian tersebut segera keluar dari dapur, menyuruh anak pertama dan kedua untuk mengambil kursinya (masing-masing anak memiliki kursinya sendiri), lalu membawanya ke kamar. Dua anak tersebut duduk di kursinya menghadap ke tembok, dan sang ayah memberikan waktu selama lima menit untuk dua anak tersebut mengetahui apa kesalahan yang ia perbuat. Pertamanya memang kedua anak tersebut menangis begitu mereka tahu bahwa mereka dihukum (walau dengan cara seperti itu), tapi lama-lama mereka terdiam. Saya sempat ragu melihat episode ini, apakah bisa anak 3 tahun merenungi kesalahan yang mereka perbuat. Dan hasilnya? Setelah lima menit, sang Ayah masuk ke kamar dan bertanya mengenai apa sebab mereka dihukum dan hal apa yang seharusnya tidak mereka lakukan. Anak pertama menjawab "aku tidak boleh meminta sesuatu dengan berteriak" dan anak kedua menjawab "aku tidak boleh membanting mainanku". Sang ayah memaafkan mereka dengan mencium kemudian mengajak mereka berdua makan. 
  • Kejadian ini dapat dilihat di episode 60 Return of Superman. Suatu konsep punishment yang baru untuk masyarakat Indonesia bukan? Kerapkali kita langsung memukul atau mengatai anak jika ia membuat kesalahan, kita tidak menunjukkan rasa kasih sayang, tidak menunjukkan "pemaafan" ketika anak sudah menyadari kesalahannya. Kebetulan ibu saya penganut konsep parenting kebanyakan masyarakat Indonesia, jadi dulu saya sangat paham bagaimana kesakitan yang timbul jika saya melakukan kesalahan. Semoga banyak cara lain lagi yang tidak menyakiti namun pesan punishment dapat tersampaikan dengan baik kepada anak. Konsep punishment lain juga dapat ditemukan di berbagai episode ROS lainnya.
  • Memperlakukan anak selayaknya orang dewasa. Di Indonesia kita kerap menemui bagaimana cara orang tua berkomunikasi dengan anak menggunakan bahasa yang dibuat-buat seperti anak-anak, saya sendiri sebenarnya merasa risih dengan hal yang demikian. Acara ROS ini memperlihatkan bagaimana "dewasanya" seorang anak diperlakukan, mereka bisa menyampaikan pendapat, mengajukan protes, menunjukkan kasih sayang dan perhatian, dengan cara yang dewasa di usia balita sekalipun.
  • Berbagai saran kegiatan yang dapat dilakukan dengan anak. Acara ROS ini tidak melulu meliput bagaimana kegiatan ayah dan anak di rumah, namun kerap juga menampilkan berbagai acara yang bisa dilakukan dengan anak seperti berolahraga dengan anak, pergi ke pedesaan, bermain lumpur, pergi ke peternakan, dan lain sebagainya.
  • Mengumbar kemesraan dengan anak. Di berbagai episode ROS ini akan banyak sekali ditemukan bagaimana "mesra"nya hubungan ayah dan anak yang sangat jarang ditemui di kebanyakan masyarakat Indonesia. Dengan alasan "malu" untuk mengekspresikan kasih sayang, maka hubungan orang tua dan anak kerap menjadi dingin dan terjadi salah paham yang akhirnya menjauhkan orang tua dengan anak, anak lebih dekat dengan orang lain, anak tidak mendengar apa yang diinginkan orang tua, dan lain-lainnya.
  • Memberi kebebasan anak untuk berekspresi. Ini yang baru saja terjadi di salah satu episode ROS, dimana terdapat keluarga yang memiliki anak kembar laki-laki berusia tiga tahun yang kebetulan merupakan fans berat Elsa dari film Frozen. Film ini kebanyakan digandrungi oleh anak-anak perempuan karena tokoh utamanya adalah seorang putri cantik. Aneh bukan anak laki-laki tapi sangat mengidolakan Elsa? Wajarnya di Indonesia, hal ini pasti dilarang oleh orang tua, karena takut anak laki-lakinya menjadi feminim, kemudian memaksa untuk menyukai karakter lain yang lebih "laki-laki". Namun sang Ayah memberikan kebebasan kepada anaknya, dia membolehkan anaknya memakai gaun Elsa, memiliki boneka Elsa, sampai menyuruh temannya agar datang ke rumah dan berperan sebagai Elsa lengkap dengan make up dan gaunnya, serta yang terbaru adalah kue ulang tahun dua bocah kembar yang berbentuk Elsa dan Anna. Sang Ayah tetap memberikan kebebasan untuk menunjukkan apa yang mereka sukai namun tetap "raise them" dengan cara yang sangat laki-laki seperti dengan aktifitas kelaki-lakian seperti main bola, atletik, dan lain sebagainya.

Itu sekelumit pesan parenting yang saya tangkap dari acara ROS ini, setiap orang akan membentuk persepsinya masing-masing begitu melihat acara ini. Bisa langsung dilihat di Youtube acara ROS yang menurut saya sangat sarat akan berbagai cara baru dalam menangani dan mendisiplinkan anak bukan dengan cara kekerasan.[caption caption="dari kiri : Lee Hwijae dengan anak kembarnya : Lee Seoeon dan Lee Seojun; Song Il Kook dengan tripletsnya : Song Daehan, Song Minguk, dan Song Manse; Choo Sung Hoon dengan puterinya : Choo Sarang, dan Uhm Tae Wong dengan puterinya : Uhm Jion. 

Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun