Mohon tunggu...
Putri Reni
Putri Reni Mohon Tunggu... Pelajar Sekolah - mahasiswa

berpikir kritis untuk kehidupan Oposisi dan non-diskriminasi

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Ketakutan, sang Penegak Pancasila

22 Oktober 2024   11:37 Diperbarui: 25 Oktober 2024   15:37 26
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Penegakan. pancasila tak sekedar kata yang mendidik namun menuntut! Negara terus merayu untuk diikuti, namun Rakyat terlalu lelah disibukkan dengan bea cukai dan tuntutan “uang memang tidak dibawa mati, namun segalanya butuh uang!”.

Rencana? Sadar saja tidak, bagaimana mau menuntut. Pancasila, frasa dalam kata yang tinggi dalam “aturan”. Negara.

Kalau mau meninggi harus nya sadar dulu, Indonesia mayoritas pijakannya tanah. Bukan aspal jalan yang panas dan “keroak” tengah nya. Kalau mau moderasi dijalankan dalam Pancasila tak seharusnya para petinggi merasa sukses sendiri hingga lupa banyak yang tertinggal.

Ingin sukses, katanya sukses tapi kenapa banyak diskriminasi? Di setiap sisi bumi Nusantara. Katanya ilmu padi? Padi itu kalau sudah siap masak ”panen” dijual dihargai rendah oleh Negara nya sendiri.

Pancasila, harapan Negara besar namun harganya mahal. Ditempuh dengan semangat dan darah. Ingin jadi orang yang penting harus jadi boneka? Jaman milenial atau jaman Gen-z? Kata yang mengecoh untuk dipahami sukses.

Jika masih berharap anak jaman sekarang ingin berpikir kritis, harus nya tatanan dalam lingkungan tak serumit ini. Negara seolah takut tumbang kalau-kalau ada yang berani bersuara. Suara satu dianggap “pemberontak” suara dua “komunis” suara tiga “orang sesat” suara tanpa henti dibilang “gila!”.

Aku jadi tau kenapa banyak yang ketakutan, mereka benar hanya mempercayai diri mereka! Kalau ada yang berani memberontak mereka hanya akan ber anspirasi seolah dikendalikan. Padahal aku hanya penikmat Oposisi sejak kecil, negara benar selalu memeluk ketakutan bersama orang yang mereka percaya saja. Dan itu alasan kenapa orang sukses yang menjadi petinggi takut turun kebawah.

Beringas, psikopat, dan pembunuhan mungkin akan terus menghantui sang pemilik harapan. Harapan juga yang membuat orang yang maju menjadi sangat iniberharap, harapan yang besar benar menghantui.

Hantu yang seolah membisikan kebenaran, namun salah kaprah. Dihadapan tong sampah malah membuang harapan hidup. “Banyak pikiran”, decah nya. Kalau mau memimpin negara dengan Pancasila anak muda jaman sekarang harus nya membuang pikiran sampah nya. Dan mulai memupuk kepercayaan diri, dan mengembangkan ide dan inovasi baru.

Inovasi ada namun bimbang jalannya. Tanya kanan dikasih jalan kiri, tanya cinta malah dijawab logika, tanya sukses malah ditanya balik. Diawal saja sangat membingungkan, apalagi yang hidup ditengah kebingungan.

Sebagai manusia yang hidup bersosial, seharusnya setiap kebahagiaan perlu dibagikan. Setiap ada kesedihan perlu peduli. Jikalau terus sibuk sendiri, harapan negara hanya Wacana saja untuk rakyat kecil yang tak mungkin didengar. Diskriminasi di Indonesia benar seperti wabah.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun