Mohon tunggu...
Putri Ramasari
Putri Ramasari Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Saya adalah seseorang yang sangat hobi bekerja

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Pulang Tanpa Pamit

29 Mei 2024   20:17 Diperbarui: 29 Mei 2024   20:22 95
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kutatap wajahnya lekat-lekat, berusaha mengukir setiap detail di ingatanku. Caranya tersenyum, bagaimana matanya berbinar, dan nada suaranya yang selalu membuatku merasa tenang. Semua itu akan segera menjadi kenangan belaka, dan hatiku terasa remuk karenanya. Dia akan pergi, meninggalkanku sendirian dalam kegelapan. Selama ini, dia adalah cahaya dalam hidupku, membimbingku melewati setiap rintangan dan kesulitan. Tapi kini, aku harus belajar berjalan sendiri, tanpa pegangan tangannya yang hangat.

Kutingat saat-saat bahagia yang kami lalui bersama, bagaimana kami menertawakan hal-hal kecil dan berbagi impian yang harus aku kejar. Aku  merasa seperti sesorang yang tak terkalahkan, karna keberadaan yang selalu di dekatnya, dunia adalah milik ku. Namun, realita selalu menampar keras. Keputusannya untuk pergi sudah bulat, dan aku tidak bisa mencegahnya. Alasan-alasannya masuk akal, tapi hatiku menjerit menolak. Bagaimana aku bisa membiarkannya pergi begitu saja, meninggalkanku dalam kekosongan yang mencekam?

Aku mencoba membayangkan hari-hari tanpa kehadirannya, bagaimana rasanya bangun di pagi hari tanpa senyum lebarnya yang menyambutku. Bagaimana rasanya pulang ke rumah yang sunyi, tanpa suara tawanya yang memenuhi setiap sudut. Dinding-dinding ini seolah bisa bercerita tentang kisah keluarga kami, tentang suka dan duka yang kami lewati bersama. Namun, semuanya akan terasa hampa tanpa dia di sisiku, mengingatkanku akan kebahagiaan yang pernah kami miliki.

Aku teringat saat-saat sulit yang pernah kami hadapi, saat dunia seakan runtuh di sekitar kami. Namun, kami selalu menghadapinya bersama, bahu-membahu, tak pernah melepaskan genggaman tangan satu sama lain. Kini, aku harus melakukannya sendirian, tanpa pembimbingku yang setia. Setiap detik yang berlalu terasa berharga, setiap momen bersamanya menjadi kenangan yang harus kujaga baik-baik. Aku ingin mengabadikan semuanya, menyimpan setiap detail dalam kotak memori terdalam, agar tidak pernah terlupakan.
Hari kepergiannya semakin dekat, dan aku merasa seperti sedang menghitung mundur menuju akhir dari sebuah era. Sebuah era kebahagiaan, cinta, dan kebersamaan yang tak ternilai harganya. Bagaimana aku bisa melanjutkan hidup tanpa semua itu?

Pada akhirnya, aku harus melepaskannya pergi, membiarkan sayapnya mengembang dan terbang menuju cakrawala baru. Meskipun hatiku remuk, aku tahu cinta keluarga kamitidak akan pernah pudar. Dia akan selalu ada di sini, di setiap sudut rumah ini, di setiap detak jantungku yang berdenyut untuknya. Meski terpisah jarak, ikatan kami akan abadi.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun