Mohon tunggu...
Putri Prastiwi
Putri Prastiwi Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Mahasiswa Program Studi (S1) Ilmu Hukum

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Perdagangan Manusia dengan Motif Prostitusi di Mata Hukum

30 Desember 2021   09:50 Diperbarui: 30 Desember 2021   10:05 636
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dari hal tersebut, pemerintah dituntut hadir dengan penangan yang juga semakin canggih agar penangkapan, pencegahan, dan pemutusan rantai perdagangan manusia dapat diputus. Perdagangan orang juga termasuk kejahatan terhadap kemanusiaan, perdagangan manusia sering dialami oleh perempuan. Perdagangan orang diatur dalam pasal 297 KUHP yang berbunyi “ perdagangan wanita dan anak laki-laki yang belum dewasa diancam dengan pidana penjara paling lama enam tahun” dari bunyi pasal tersebut terdapat beberapa hal yang sifatnya kurang menyeluruh, dari kalimat “ perdagangan wanita dan anak laki-laki yang belum dewasa” dari potongan kalimat pada pasal 297 KUHP, menyatakan secara eksplisit, bahwa perdagangan wanita dan anak laki-laki belum dewasa saja yang dapat dijerat pidana oleh pasal 297 KUHP. Tetapi, kenyataannya dalam masyarakat perdagangan laki-laki dewasa juga terjadi. Berdasarkan data korban IOM Indonesia (2005-2015),

 terlihat bahwa perdagangan manusia untuk laki-laki sebanyak 30% dan jika menurut usia dewasa sebanyak 87% baik laki-laki maupun perempuan. Walau angka perdagangan laki-laki dewasa tidak sebesar wanita, akan tetapi hal tersebut juga termasuk ke dalam tindak pidana perdagangan manusia yang harus segera diberantas, salah satunya dengan perlindungan dan kepastian hukum oleh KUHP.

KUHP yang merupakan hukum adopsi dari Belanda dirasa kurang memberi perhatian, perlindungan, dan kepastian hukum kepada masyarakat. Maka, langkah bijak pemerintah yakni dengan menciptakan Undang-Undang khusus yang mengatur tindak pidana perdagangan orang yaitu UU No. 21 tahun 2007, dengan adanya undang undang khusus ini maka secara langsung TPPO menjadi pidana khusus (Pid.Sus) dan diharapakan penjaringan, penangkapan,rantai perdagangan manusia dapat segera diberantas hingga keakarnya, serta adanya UU ini dapat menambah perlindungan dan kepastian hukum bagi masyarakat Indonesia.

Lalu, bagaimanakah pandangan TPPO ini menurut UU No. 21 Tahun 2007. Definisi perdagangan manusia terdapat pada pasal 1 ayai (1) yang berbunyi “ Perdagangan Orang adalah tindakan perekrutan, pengangkutan, penampungan, pengiriman, pemindahan, atau penerimaan seseorang dengan ancaman kekerasan, penggunaan kekerasan, penculikan, penyekapan, pemalsuan, penipuan, penyalahgunaan kekuasaan atau posisi rentan, penjeratan utang atau memberi bayaran atau manfaat, sehingga memperoleh persetujuan dari orang yang memegang kendali atas orang lain tersebut, baik yang dilakukan di dalam negara maupun antar negara, untuk tujuan eksploitasi atau mengakibatkan orang tereksploitasi. Serta dijelaskan pada UU ini unsur-unsur perdagangan manusia yang akan mempermudah mengklasifikasikan tindak pidana ini. 

Dewasa ini tindak pidana semakin berkembang seiring majunya TI, tidak dapat dipungkiri perdagangan manusia juga menunjukkan semakin kompleks. Modus operandi pidana ini ialah terdapat beberapa laporan kasus prostitusi tetapi disinyalir merupakan TPPO. Pengertian prostitusi menurut pasal 506 KUHP berbunyi “ Pertukaran hubungan seksual dengan uang atau hadiah sebagai suatu transaksi perdagangan dan pelacuran”. Dari pengertian prostitusi pada pasal tersebut jika dikaitkan dengan maraknya perdagangan manusia tetapi dengan modus prostitusi dinyatakan sebagai berikut : 

1. berdasarkan niat dari penjaja seks, jika seorang penjaja seks komersial (PSK) melakukan kegiata prostitusi tanpa ada ancaman, paksaan, atau kekerasan, dan dengan kemauannya sendiri, maka hal ini tidak termasuk ke dalam perdagangan manusia.

 2. tetapi akan dikualifikasikan sebagai perdagangan manusia jika prostitusi ini dilakukan dengan menggunakan ancaman, kekerasan, paksaan, penculikan, dan segala unsur perdagangan manusia yang sudah dijelaskan dalam pasal 2 ayat (1) UU No. 21 tahun 2021.

 3. Selanjutnya pada perdagangan manusia pelaku diberi julukan human trafficker, sedangkan dalam prostitusi pelaku diberi nama perantara/broker atau yang sering kita dengar adalah mucikari. 

Lalu, hukum atau sanksi tindak pidana perdagangan manusia bermotif prostitusi bagi pelaku diatur dalam pasal 296 KUHP yang berbunyi “Barang siapa dengan sengaja menyebabkan atau memudahkan perbuatan cabul oleh orang lain dengan orang lain, dan menjadikannya sebagai pencarian atau kebiasaan, diancam dengan pidana penjara paling lama satu tahun empat bulan atau pidana denda paling banyak lima belas ribu rupiah” yang dimaksud lima belas ribu rupiah ialah lima belas juta rupiah. Tidak hanya pada pasal ini saja hukuman bagi pelaku perdagangan manusia motif prostitusi, seperti yang diatur pada pasal 506 KUHP yang berbunyi “ Barang siapa menarik keuntungan dari perbuatan cabul seorang wanita dan menjadikannya sebagai pencarian, diancam dengan pidana kurungan paling lama satu tahun. Sedangkan bagi perdagangan manusia diatur pada pasal 297 KUHP yang berbunyi “ Perdagangan wanita dan perdagangan anak laki-laki yang belum dewasa, diancam dengan pidana penjara paling lama enam tahun. “ dan juga pada pasal 298 ayat (2) yakni jika melakukan kejahatan berdasarkan pasal 292-297 dapat dillakukan pencabutan pekerjaan atau pencaharian. 

B. pasal 2 ayat (1), Pasal 11, dan pasal 12 Undang-Undang No. 21 tahun 2007 tentang pemberantasan tindak pidana perdagangan orang bermotif prostitusi apakah dapat menjamin perlindungan dan kepastian hukum bagi masyarakat Indonesia.

 Berkembangnya prostitusi santer terdengar di telinga publik ketika subyek yang melakukannya ialah seorang selebritas, tak dapat dipungkiri saat ini menawarkan diri untuk melakukan hal “begitu” mulai dianggap wajar oleh masyarakat karena himpitan ekonomi yang semakin melonjak, dan angka pengangguran serta SDM yang kurang memadai, memicu berbagai polemik di dalam masyarakat. Masyarakat dituntut untuk berdampingan dengan hal-hal seperti itu, bukan bermaksud untuk melegalkan kegiatan tersebut, akan tetapi tekanan dan beban kehidupan serta ekonomi berbeda antara orang satu dengan yang lainnya. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun