III.1. Kesimpulan......................................................................... 10
Â
        Daftar Pustaka ............................................................................. 11
BAB Â 1 Â Â PENDAHULUAN
- LATAR BELAKANGÂ
- Perkembangan kehidupan menjadi lebih dinamis diikuti perubahan hukum yang lebih kompleks   sejalan dengan bertambahnya masyarakat dan perilaku yang beraneka. Hukum dituntut hadir memenuhi kebutuhan masyarakat dan juga dijadikan sebagai dasar untuk mengatur dan menertibkan masyarakat. System hukum di Indonesia banyak sekali yang mengadopsi dari system hukum Belanda, dikarenakan hasil dari pendudukan Belanda di Indonesia yang lama sehingga mempengaruhi tatanan kehidupan masyarakat sejak dahulu. System hukum Belanda yang mengakar di Indonesia dijadikan sebagai tumpuan atau dasar pelaksanaan hukum di Indonesia sampai sekarang. Kebanyakan system hukum Indonesia merupakan warisan dari Belanda sejak dahulu, dan hal tersebut tentunya tidak sesuai dengan perkembangan saat ini. Lalu, kaitannya sistem hukum Indonesia yang masih menggunakan system hukum yang diterapkan Belanda dahulu tanpa merubahnya, itu merupakan sebuah hal yang kurang relevan. Semakin bertambahnya masyarakat diikuti dengan kompleksnya kejahatan dan berbagai hal yang melanggar hak-hak orang lain atau hukum.
- Salah satu system hukum adopsi dari Belanda yang sangat terlihat ialah pada KUHP (Kitab Undang-Undang Hukum Pidana) atau dalam Bahasa Belanda (Wetboek van Stafrecht) yang menjadi dasar hukum pidana di Indonesia. Wetboek van Stafrecht ini mulai berlaku di Indponesia sejak Oktober 1915 atau sudah berlaku di Indonesia selama 100 tahun lebih. Tidak hanya itu saja, KUHP merupakan warisan dari Belanda, sudah pasti perumusan isi KUHP berdasarkan corak negara Belanda dan tentunya hal itu sangat berbeda dengan corak kehidupan bangsa Indonesia.
- KUHP atau Wetboek van Stafrecht yang berasal dari Belanda dan sudah tidak berlaku sejak tahun 1992 atau kurang lebih 30 tahun yang lalu. Namun, dalam realitanya Indonesia selaku pengadopsi dasar hukum WvS (Wetboek van Stafrecht) masih berlaku dan dilaksanakan di Indonesia. Hal ini lah yang menjadi permasalahn pelik yang dialami system hukum di Indonesia, karena beberapa pasal di dalam KUHP sudah tidak sesuai dengan kejadian nyatanya di lapangan. Sehingga hal tersebut perlu adanya revisi atau peninjauan ulang agar disesuaikan dengan keadaan masyarakat Indonesia saat ini.
- Topik yang akan soroti ialah pasal 284, 285, dan 292 KUHP yakni tentang Perzinaan, Kekerasan, dan Pencabulan. Dikarenakan beberapa materi muatan pada pasal tersebut tidak sesuai dengan Pancasila. Pasal-pasal tersebut dinilai tidak relevan dan berkesinambungan dengan Pancasila yang merupakan sumber dari segala sumber hukum yang berlaku di Indonesia
- Pada dewasa ini kejahatan baik konvensional maupun modern berkembang dengan pesatnya, termasuk dalam hal ini adalah kejahatan seksual yang semakin meresahkan masyarakat. Kejahatan ini tidak hanya dilakukan konvensional, tetapi dapat juga dilakukan secara modern dengan pemanfaatan teknologi yang sangat berkembang dan mudah digunakan menyebabkan kejahatan kesusilaan dan seksual rentan terjadi.
- RUMUSAN MASALAH
- Mengapa pasal 284, 285, dan 292 KUHP dianggap tidak sesuai dengan Pancasila?
- Apakah pasal 284, 285, dan 292 KUHP mampu menjamin perlindungan dan kepastian hukum kepada masyarakat?
- Bagaimana solusi dari Mahkamah Konstitusi mengenai uji materi Pasal 284, 285, dan 292 KUHP?
- TUJUAN
- Untuk mengetahui pasal 284, 285, dan 292 KUHP sesuai dengan Pancasila dan relevan dengan perkembangan saat ini.
- Untuk mendeskripsikan bentuk kepastian dan perlindungan hukum yang dijamin di dalam pasal  284, 285, dan 292 KUHP?
- Untuk mengetahui perspektif hukum nasional terhadap persoalan uji materi pada pasal 284, 285, dan 292?
- MANFAATÂ
- Diharapkan dengan adanya penulisan ini dapat memberi informasi dan pengetahuan  kepada pembaca kaitannya pasal 284, 285, dan 292 KUHP dengan permasalahan perzinaan, pemerkosaan dan pencabulan yang ada di Indonesia.
- Untuk menambah dan memperluas pengetahuan terhadap kesesuaian hukum yang mengatur tentang perzinaan, pemerkosaan, dan pencabulan, khususnya di dalam KUHP
- Untuk mengkritisi muatan materi di dalam pasal KUHP yang mengatur tentang perzinaan, pemerkosaan, dan pencabulan.
- Dapat memberikan sumbangsih pemikiran mengenai perzinaan, pemerkosaan, dan pencabulan yang diatur di dalam KUHP.
Â
BAB II
PEMBAHASAN
Â
- II.I. Beberapa Pasal Kesusilaan KUHP tentang Perzinahan, Pemerkosaan, dan Pencabulan Tak Sesuai Pancasila.
- Â Â KUHP (Kitab Undang-Undang Hukum Pidana) merupakan warisan dari Belanda. Pernyataan tersebut berimplikasi bahwa pembentukan dan perumusan hukum tersebut juga disesuaikan dengan masyarakat Belanda saat itu. Sejak Oktober 1915 Wetboek van Stafrecht atau kini disebut KUHP berlaku di Indonesia, atau sudah berlaku selama satu abad lebih.
- Â Pemberlakuan hukum yang monoton dan tidak berprogres menyebabkan banyak permasalahn sosial, dikarenakan hukum ada dan diciptakan oleh masyarakat dan hukum juga dituntut berkembang sesuai kebutuhan masyarakat. Atau kata lain jika masyarakat bertambah modern maka hukum juga harus bertambah modern selaras dengan masyarakatnya.
-       Lalu, kaitannya dengan pasal 284, 285, dan 292 KUHP yang tidak sesuai Pancasila terjadi karena menganggap muatan materi pada pasal tersebut multitafsir sehingga membuat masyarakat  saling berbeda pendapat dan membuat keresahan di dalam bermasyarakat.
- Pancasila  menjunjung nilai luhur ketuhanan, kemanusiaan, persatuan, kerakyatan, dan keadilan. Dari nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila jika dikaitkan dengan pasal tindak pidana kesusilaan dalam KUHP maka terdapat beberapa pasal yang "ambigu".
- Â Â Â Â Â Â Maka dari itu pakar hukum pidana Universitas Islam Indonesia, Mudzakir. mengatakan bahwa beberapa pasal kesusilaan tak sesuai dengan Pancasila. Beliau berpendapat dengan menuangkan pemikiran mengenai klausa yang tepat antara Pasal kesusilaan dan Pancasila. Sebagai berikut:
- Pada pasal 284 KUHP melarang melakukan hubungan di luar pernikahan, namun menurut mudzakir persetubuhan lainnya yang dilakukan oleh seseorang yang memiliki ikatan pernikahan tidak dapat dipidana.
- Pada pasal 285 KUHP tentang tindak pidana pemerkosaan. Pada pasal ini menitikberatkan pada kekerasan dan ancaman kekerasan yang dilakukan secara paksa oleh lelaki kepada wanita. Akan tetapi di era sekarang, kejadian sebaliknya sangat mungkin terjadi, dimana pihak perempuan juga dapat melakukan tindak pemerkosaan kepada lelaki.
- Pada pasal 292 KUHP, Mudzakir menegaskan bahwa bentuk-bentuk pencabulan harus dilarang dan untuk subyeknya untuk diperluas tidak hanya sebatas orang dibawah umur.
- II.2. Kepastian Hukum dan Perlindungan Hukum yang dijamin pada pasal 284, 285, dan 292 KUHP
- Â
- Â Â Â Â Â Â Pada peninjauan kembali pasal kesusilaan khususnya pasal 284,285, dan 292 KUHP, gencar-gencarnya dilakukan oleh beberapa pakar, masyarakat biasa, hingga mahasiswa.
- Â Â Mereka berpendapat bahwa ketiga pasal tersebut tidak memberikan kepastian hukum kepada masyarakat atau korban. Menurut pakar hukum pidana Universitas Muhammadiyah Jakarta, Syaiful Bakhri. Beliau mengatakan pada pasal 292 KUHP terdapat penentuan batas umur, hal itu tidak sesuai dengan yang dimaksud pada pasal 28G ayat (1) dimana dalam pasal tersebut menyatakn bahwa setiap orang berhak mendapat jaminan, perlindungan dan kepastian hukum yang adil.
- Â Â Menurut Fidiansjah adannya permohonan dalam perkara uji materi ketiga pasal yang telah disebutkan sebelumnya akanmengurangi kemungkinan pelaksanaan hukum yang belum menyeluruh untuk melindungi warga negara. Pernyataan tersebut diperkuat dengan adanya pendapat dari ahli psikiater bahwa pada ketiga pasal tersebut akan menyebabkan tindak pencabulan sesame jenis kembali merajalela.
- Â Â Â Â Â Â Selain dari penjelasan tersebut, Riyono yang merupakan ahli menjelaskan bahwa pasal 284, 285, dan 292 KUHP tidak sejalan dengan Pancasila, namun juga bertentangan dengan deklarasi Universal tentang HAM.
- Â Â Sehingga dari pendapat pakar hukum pidana dan ahli dapat diketahui, peninjauan ulang terkait pasal 284, 285, dan 292 KUHP harus dilakukan karena dalam materi muatan pasalnya yang multitafsir sehingga menimbulkan berbagai persepsi yang beraneka ragam di dalam masyarakat.
- II.3. Solusi dari Mahkamah Konstitusi mengenai permaslaahn peninjauan kembali pasal 284, 285, dan 292 KUHP.
- Â
- Â Â Persidangan peninjauan kembali ketiga pasal tersebut dilakukan dengan no register perkara 46/PUU-XIV/2016, putusan MK terhadap permohonan peninjauan kembali atau yudicial review ditolak. Penolakan peninjauan kembali ini bukan hanya teanpa sebab. Akan tetapi, ini merupakan langkah yang bijaksana yang dilakukan oleh MK.
- Â Â Penolakan yudicial review ini dilakukan karena kehebohan perubahan ketiga pasal ini yang sudah ramai diperbincangkan oleh masyarakat. Melalui pertimbangan yang panjang dan melalui siding yang cukup rumit, pertimbangan dan putusan penolakan ini dilakukan terdapat penjelasan sebagai berikut:
- Jika peninjauan ini dilakukan maka perubahan pada pasal 284 akan berubah dan menjelaskan bahwa semua hubungan seksual diluar pernikahan bisa dipidana, baik ada maupun taka da pengaduan.
- Pada pasal 285 tentang pemerkosaan, jika peninjauan ini dilakukan maka akan melahirkan bunyi pasal menjelaskan akan membuat semua jenis pemerkosaan, bukan hanya yang dilakukan lelaki terhadap perempuan dapat dipidana.
- Lalu selanjutnya, apabila peninjauan ulang Pasal 292 dilakukan maka, perubahan yang akan terjadi ialah semua tindakan seksual sesame jenis akan dikenai pidana.
            Walau peninajuan kembali terhadap ketiga pasal tersebut ditolak oleh Mahkamah Konstitusi. Meski demikian, tidak ada pasal yang merujuk bahwa hukum negara ikut campur dalam hubungan seksual di luar nikah dan homoseksualitas karena itu semua merupakan privasi seseorang, dan bukan urusan yang perlu dipidanakan.
Â
Â
Beri Komentar
Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!