Mulai 1 Juli 2024, pihak lain diwajibkan mengadopsi Nomor Induk Kependudukan (NIK) sebagai Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) dengan panjang 16 digit sesuai dengan ketentuan yang telah diatur dalam serangkaian Peraturan Menteri Keuangan (PMK) dari PMK 112/2022 hingga PMK 136/2023. Ketentuan tersebut menyatakan bahwa "Efektif mulai 1 Juli 2024, pihak lain diharuskan menggunakan Nomor Induk Kependudukan (NIK) sebagai NPWP dengan format 16 digit dalam layanan terkait." Pihak lain yang dimaksud adalah penyelenggara layanan administrasi yang mencantumkan NPWP-nya.
Contoh layanan administrasi dari pihak lain meliputi pencairan dana pemerintah, kegiatan ekspor dan impor, layanan perbankan, serta sektor keuangan lainnya. Selain itu, termasuk layanan pendirian badan usaha, perizinan usaha, layanan administrasi pemerintah yang tidak diselenggarakan oleh Direktorat Jenderal Pajak (DJP), dan layanan lain yang menuntut penggunaan NPWP.
Dalam menghadapi perubahan ini, Direktur Jenderal Pajak memberikan perpanjangan waktu kepada pihak lain dengan mempertimbangkan kesiapan sistem administrasi mereka, dengan harapan bahwa penerapan kebijakan baru ini dapat berjalan dengan efisien. DJP akan menyediakan layanan pemadanan sebagai berikut:
1. NPWP dengan format 15 digit dengan NIK untuk wajib pajak pribadi yang merupakan penduduk;
2. NPWP dengan format 15 digit dengan NPWP dengan format 16 digit untuk wajib pajak pribadi non-penduduk, wajib pajak badan, dan wajib pajak instansi pemerintah; dan/atau
3. NPWP cabang dengan Nomor Identitas Tempat Kegiatan Usaha (NITKU).
Pemadanan data ini akan dilakukan dengan menyesuaikan data NPWP dan NITKU dalam sistem administrasi, dan akan disampaikan secara elektronik. Pegawai DJP akan meminta setidaknya NPWP dengan format 15 digit dan/atau NPWP cabang serta nama Wajib Pajak saat melakukan pemadanan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H