Mohon tunggu...
Putri Nabilla Restyani
Putri Nabilla Restyani Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Teknik Informatika Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang

Seorang mahasiswa Teknik Informatika yang tertarik mengenai dunia teknologi dan digital marketing.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Alam & Tekno

Solusi Inovatif Deep Learning untuk Deteksi Konten Berbahaya di Era Digital

24 September 2024   21:36 Diperbarui: 24 September 2024   21:44 51
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Solusi Inovatif Deep Learning untuk Deteksi Konten Berbahaya di Era Digital 

Di era digital yang semakin berkembang pesat, kita menghadapi ancaman serius dari fenomena seperti berita palsu, ujaran kebencian, dan bahasa ofensif yang merajalela di media sosial. Dalam sebuah penelitian terbaru, Eniafe Festus Ayetiran dan zlem zgbek (2024) menyajikan sebuah framework deep learning yang inovatif untuk mengatasi tantangan ini. Dengan memanfaatkan teknik multimodalitas, penelitian mereka berfokus pada penggabungan berbagai jenis konten digital---teks, gambar, dan teks-gambar---untuk mendeteksi berita palsu, ujaran kebencian, dan bahasa ofensif secara lebih efektif. Data menunjukkan bahwa berita palsu telah berkembang menjadi salah satu tantangan utama yang dihadapi oleh masyarakat modern, dengan lebih dari 62% masyarakat di Amerika Serikat mengaku pernah terpapar informasi palsu setidaknya satu kali dalam hidup mereka (Pew Research Center, 2019).

Framework ini tidak hanya berhenti pada penggunaan teks atau gambar secara terpisah, tetapi menggabungkan modalitas-modalitas tersebut untuk meningkatkan akurasi deteksi. Ini merupakan solusi penting mengingat bahwa lebih dari 70% konten digital kini berbentuk multimodal---kombinasi teks, gambar, audio, dan video (Statista, 2023). Kontribusi terbesar dari penelitian ini adalah pengenalan mekanisme atensi antar-modal yang memungkinkan analisis komprehensif dari konten digital secara lebih efektif.

Penelitian ini menunjukkan bahwa dengan menggunakan pendekatan ini, model mereka mampu mencapai akurasi hingga 94% untuk deteksi berita palsu, jauh lebih tinggi dibandingkan dengan metode-metode sebelumnya. Ini memberikan harapan baru dalam perang melawan disinformasi dan ujaran kebencian di dunia digital. Namun, bagaimana sebenarnya framework ini bekerja dan apa implikasinya bagi dunia jurnalistik dan masyarakat umum?

***

Framework deep learning yang diperkenalkan oleh Ayetiran dan zgbek (2024) menghadirkan solusi inovatif untuk mengatasi tantangan dalam mendeteksi konten berbahaya di dunia digital. Penelitian ini menggunakan pendekatan multimodal yang menyatukan berbagai jenis modalitas seperti teks, gambar, dan teks-gambar. Dengan menggunakan teknologi seperti Bidirectional Long Short-Term Memory (BiLSTM) dan Convolutional Neural Networks (CNN), framework ini mampu mengekstraksi fitur penting dari setiap modalitas dan kemudian menggabungkannya melalui mekanisme atensi antar-modal.

Salah satu aspek yang membuat penelitian ini begitu signifikan adalah penggunaan mekanisme atensi antar-modal. Mekanisme ini memungkinkan sistem untuk memfokuskan perhatian pada informasi yang relevan dari setiap modalitas secara selektif, sehingga meningkatkan kemampuan model dalam memahami konten secara menyeluruh. Sebagai contoh, dalam kasus berita palsu, model ini tidak hanya menganalisis teks dari sebuah artikel, tetapi juga memeriksa gambar pendukung dan teks yang disisipkan pada gambar tersebut. Dengan metode ini, penelitian menunjukkan bahwa model tersebut mampu meningkatkan akurasi deteksi berita palsu hingga 94%, dibandingkan dengan 87% dari metode-metode sebelumnya yang hanya menggunakan satu modalitas (Ayetiran & zgbek, 2024).

Dalam deteksi ujaran kebencian, framework ini juga menunjukkan performa yang mengesankan. Menggunakan dataset MMHS150K yang terdiri dari lebih dari 150.000 tweet, model ini mampu mengidentifikasi ujaran kebencian dengan akurasi 68,7%, lebih tinggi dibandingkan baseline model lain yang hanya mencapai 68,4% (Gomez et al., 2020). Kemampuan untuk memahami kombinasi antara teks, gambar, dan teks-gambar menjadi kunci dalam mendeteksi ujaran kebencian secara lebih akurat.

Tidak hanya itu, framework ini juga efektif dalam mendeteksi bahasa ofensif yang tersebar dalam meme dan konten visual lainnya. Dengan mengandalkan dataset MultiOFF, model tersebut mampu mencapai akurasi 71,8%, jauh lebih tinggi dibandingkan baseline lain seperti MemeFier yang hanya mencapai 68,5% (Koutlis et al., 2023). Fakta bahwa model ini mampu mengatasi konten-konten visual dan tekstual secara bersamaan menunjukkan bahwa pendekatan multimodal adalah langkah maju yang signifikan dalam bidang ini.

Dalam konteks jurnalisme, di mana berita palsu dan ujaran kebencian sering digunakan untuk memanipulasi opini publik, framework ini memiliki potensi besar. Dengan tingkat akurasi yang lebih tinggi, platform media sosial dan situs berita dapat menerapkan teknologi ini untuk mengidentifikasi konten berbahaya sebelum mencapai khalayak luas. Namun, seiring meningkatnya kompleksitas konten digital, apakah framework ini cukup fleksibel untuk menangani tantangan-tantangan yang lebih besar di masa depan?

***

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Lihat Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun