SDD merupakan salah satu penulis yang sangat terkenal di Indonesia. Beliau lahir pada 20 Maret 1940 di Surakarta, Jawa Tengah dan dikenal sebagai sastrawan terkenal berkebangsaan Indonesia. Karyanya pun telah membawa kembali banyak unsur-unsur pengaruh dari berbagai budaya Jawa. Bahasa yang digunakan dalam karyanya terkadang mencampurkan antara bahasa daerah dan bahasa Indonesia. Latar belakangnya sebagai dosen sastra di Universitas Indonesia telah membuat beliau sangat mahir dalam bidang penulisan. Perumpamaan dan juga analogi yang sering digunakan dalam bukunya telah menjadi sebuah keunggulan untuk membaca karyanya, tidak lupa juga dengan kumpulan hasil puisi karyanya.
   SDD juga gemar menulis novel, salah satunya adalah novel yang berjudul "Yang Fana Adalah Waktu". Novel ini merupakan karya lanjutan dari puisi, karena sebelum dijadikan novel Yang Fana Adalah waktu merupakan sebuah puisi yang memiliki pesan yang sangat bermakna. SDD mencoba mengingatkan sesama, betapa pentingnya waktu yang dimiliki di dunia. Tuhan memberikan kesempatan manusia untuk terus hidup dan menikmati setiap ciptaan-Nya, sehingga harus dimanfaatkan dengan baik. Novel ini di terbitkan pada tahun 2018 oleh Gramedia.
   Yang Fana Adalah Waktu merupakan novel ketiga dari "Trilogi Hujan Bulan Juni". Novel tebal 146 halaman ini menyuguhkan cerita dengan alur campuran, berbolak balik dari masa depan dan masa lalu. Novel ini menceritakan tentang hubungan dua manusia yang ditahan oleh perbedaan budaya dan agama. Sinopsis dari novel tersebut sangat menarik, tak heran banyak yang membaca dan jatuh hati pada novel tersebut dengan hanya membaca sinopsisya. Potongan dari sinopsinya antara lain yaitu "Yang Fana Adalah Waktu, Kita Abadi".
   Bahasa yang digunakan dalam novel ini memang tergolong sulit untuk dipahami bagi para pembaca awam, tetapi hal tersebut bukanlah masalah jika melanjutkan ke akhir cerita yang membuat pembaca menjadi terbiasa dengan bahasa yang digunakan. Novel ini juga menambahkan beberapa bagian dalam cerita yang mengandung kalimat perumpamaan dan juga analogi bertujuan untuk menghadirkan suasana yang lebih menyentuh bagi para pembaca. Hal tersebut mugkin menjadi kelebihan bagi pembaca yang memang sudah tidak asing dengan perumpamaan dan analogi, tetapi kenyataannya hal tersebut menjadi bagian yang sulit dipahami bagi pembaca awam.
   Novel yang hampir secara keseluruhan menceritakan hubungan romantis dua tokoh utama, yaitu Pingkan dan Sarwono. Diikuti dengan kisah cinta Noriko dan Katsuo yang secara langsung juga berkaitan dengan hubungan Pingkan dan Sarwono, menimbulkan banyak permasalahan baru yang menghalangi percintaan Sarwono dan Pingkan. Novel ini membawakan alur cerita kisah cinta yang tidak mulus atau bisa disebut rumit.
   Di dalam cerita, pembaca akan jatuh hati pada penulisan karya SDD ini karena di dalamnya berisi kata-kata puitis yang beliau sisipkan. Kata-kata puitis itu menggambarkan cinta keduanya, sehingga pembaca mendapatkan sensasi romantis dalam hubungan Pingkan dan Sarwono. Banyak sekali latar suasana serta perasaan yang berbeda-beda khususnya dari interaksi atar tokoh.
   Di bagian awal cerita,penulis membawakan alur cerita bukan hanya permasalahan orang ketiga saja, penulis memberikan permasalah lewat penyakit yang diberikan kepada Sarwono yang mengganggu kelancaran hubungan mereka. Di awal cerita pun sangat jelas bahwa Sarwono dan Pingkan berada di posisi geografis yang berbeda, Pingkan berada di Kyoto sedangkan Sarwono di Solo. Hal ini mengharuskan keduanya menjalin hubungan jarak jauh, sehingga mereka hanya dapat berinteraksi melalui surel ataupun media sosial online lainnya.
   Sampai pada tengah cerita, penulis menyuguhkan cerita cinta Sarwono dan Pingkan yang sangat kompleks . Selama di Kyoto Pingkan ditemani oleh Katsuo. Katsuo yang selalu mendampingi Pingkan mulai jatuh cinta kepada Pingkan meskipun dirinya telah dijodohkan dengan orang lain yakni Noriko. Ujian cinta Sarwono dan Pingkan memang berat tetapi mereka mampu melaluinya dan membuktikan bahwa cinta mereka memang abadi.
   Di dalam novel Yang Fana adalah Waktu terdapat nilai-nilai pendidikan yang terdapat di dalamnya meliputi empat macam nilai pendidikan, yaitu: nilai pendidikan moral, nilai pendidikan religius, nilai pendidikan sosial, dan nilai pendidikan budaya. Semua nilai yang ditemukan tersebut akan dapat bermanfaat bagi para pembaca novel Yang Fana Adalah Waktu. Nilai-nilai tersebut sangat bermanfaat dan berguna untuk para pembaca agar memberikan kesan membekas untuk pembaca.
   Dari kisah Sarwono dan Pingkan juga kita bisa belajar bahwa yang namanya cinta sejati itu ada, seberapa berat rintangan yang ada dalam hubungan ketika mereka menjalankannya bersama maka semua itu tidak ada apa-apanya dibandingkan cinta mereka berdua. Kita juga jadi belajar bahwa dari setiap cobaan pasti ada hikmahnya jadi kita sebagai manusia harus menerima dengan ikhlas atas segala cobaan dan menjalankannya. Banyak pelajaran yang bisa kita petik dari kisah mereka yang membuat kita terpana oleh penulisan novel karya Sapardi Djoko ini.
   Tokoh Sarwono digambarkan sebagai seorang pemuda yang bekerja menjadi dosen di sebuah universitas. Dia adalah orang keturunan Jogja yang dibuktikan dari cara dia berbicara dan kosakata yang dipakai orang biasa di Jogja. Sarwono mempunyai sifat yang penyabar dan penyayang karna bisa dibuktikan dalam buku ia sangat mengkhawatirkan hubungan Pingkan dan Katsuo akan bertambah besar.
   Tokoh Pingkan digambarkan sebagai orang yang lemah lembut tetapi tidak bisa mengambil keputusan. Pingkan merupakan seorang gadis berlatar belakang dari Manado yang merantau ke Jepang untuk menempuh pendidikan kuliahnya.
   Nilai moral yang banyak didapati pada novel ini adalah tentang cinta. "Cinta adalah hal yang perlu dijaga di dunia ini, karena jika tidak terburu-buru hari jumpa akan menemukanmu", hasil quotes itu diambil dari hubungan Pingkan dan Sarwono. Karena kisah cinta mereka yang sangat rumit membuat hubungan mereka bukan hanya sekedar cinta, akan tetapi lebih dari itu. Dari kisah cinta yang bercabang lura sampai kisah cinta yang berakhir tragis, kisah ini yang sangat menginspirasi untuk para pembaca.
   Novel ini sangat cocok bagi pembaca yang suka untuk membaca puisi dan menganalisis nilai dalam bagian perumpamaan atau analogi. Penulis berhasil untuk menitipkan nilai kehidupan dalam buku tersebut, yakni jangan sampai manusia diatur oleh jalannya waktu, kita sebagai manusia harus memanfaatkan waktu dengan baik sebab waktu tidak akan berhenti, tetapi caranya tidaklah mudah untuk dimengerti oleh pembaca.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H